Izin Tambang Freeport Diminta Ditinjau Ulang

Selasa, 18 Agustus 2015 - 18:43 WIB
Izin Tambang Freeport...
Izin Tambang Freeport Diminta Ditinjau Ulang
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta meninjau ulang kegiatan tambang yang dilakukan PT Freeport Indonesia (FPI) di Mimika, Papua, karena diduga sebagian kegiatan ekplorasi yang dilakukan belum memiliki izin dari Kementerian Kehutanan.

"Kalau begitu, ya pemerintah harus bersikap tegas. Hentikan dulu kegiatan penambangan sebelum izinnya dipenuhi. Ini semua rakyat yang dirugikan dan ini memang cerobohnya pemerintah membuat kerja sama dengan asing," ujar pengamat anggaran politik dan Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Kadhafi, di Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Dia mengatakan sesuai UU No 41/1999 tentang kehutanan, kegiatan penambangan bisa dilakukan apabila perusahaan sudah mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) bukan izin prinsip. Sesuai izin prinsip yang tertera dalam Surat Menhut 399/menhut-VII/2013 inipun, untuk lahan seluas 2.738,8 hektare (ha) sudah berakhir pada Juli 2015, sehingga dengan begitu, kegiatan operasional penambangan Freeport ini tidak didukung dengan izin prinsip,apalagi IPPKH.

"Kalau Freeport tak segera selesaikan bisa dilanjutkan ranah hukum. Mereka itu kontrak langsung dengan pemerintah, seharusnya kayak gini cukup kontrak dengan BUMN saja. Jadi kalau ada persoalan gampang, bukan kelihatan pemerintah itu memble seperti ini," ujarnya.

Secara terperinci, kata dia, di dalam data izin prinsip dari Menteri Kehutanan tersebut, yang didapat FPI adalah areal penambangan seluas 507,2 ha, sarana dan prasarana seluas 1328,52 ha, jalan seluas 164,48 ha, serta yang secara legal memiliki IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) tahun 1998 yakni kawasan hutan untuk jalan dan transmisi dengan luas hanya 738,6 ha.

Meski begitu, lanjut dia, yang benar-benar mendapatkan IPPKH hanya seluas 738,6 ha, selebihnya hanya dibekali izin prinsip. Itupun izin prinsip yang diterbitkan sudah habis masanya, sehingga sekarang kegiatan Freeport benar-benar diluar IPPKH, dan bisa dianggap ilegal.

Karena itu, Uchok menegaskan, Freeport belum memiliki IPPKH, atau baru mengantongi izin persetujuan prinsip saja. Tentu saja, apabila FPI telah melakukan ekplorasi tanpa didukung dengan payung hukum yang sah, maka segala kegiatan FPI di Papua bersifat ilegal.

Sementara pengamat pertambangan Marwan Batubara mengatakan, masih banyak persoalan kontrak karya Freeport yang harus segera diselesaikan. Tidak hanya masalah izin penggunaan kawasan hutan, tetapi juga terpenting adalah bagi hasilnya, royaltinya seperti apa, atau sejauh mana manfaat pemerintah.

"Ya, izin prinsip itu sebenarnya harus segera diselesaikan oleh Freeport Indonesia, karena ini masalah koordinasi pemerintah," katanya.

Menurut Marwan Freeport harus segera menyelesaikan izin pemanfaatan lahan hutan lindung. "Ini masalahnya mengganggu, tapi bisa diselesaikan oleh internal pemerintah. Apalagi pemerintah telah menyetujui kontrak karya mereka. Mereka itu sudah melakukan produksi bukan ekplorasi saja, ini harusnya bisa diselesaikan," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, eksplorasi mineral yang dilakukan oleh Freeport mengacu pada Surat Menhut 399/Menhut-VII/2013 yang diterbitkan 9 Juli 2013 telah berakhir, dan sejatinya izin prinsip tersebut tidak boleh menjadi acuan legalitas dalam kegiatan ekplorasi mineral.

Baca juga:

30.000 Karyawan Freeport Terancam ‎Kehilangan Pekerjaan

Freeport: Surat Ekspor Konsentrat Belum Keluar

Perpanjangan Kontrak Freeport Berpotensi Langgar Konstitusi
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1210 seconds (0.1#10.140)