Tantangan Menteri Ekonomi Baru

Rabu, 19 Agustus 2015 - 06:01 WIB
Tantangan Menteri Ekonomi Baru
Tantangan Menteri Ekonomi Baru
A A A
PEROMBAKAN kabinet (reshuffle) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditanggapi dingin pelaku pasar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terjerembab di level terdalam sebagai dampak dari devaluasi mata uang China, yuan.

Sejumlah pengamat menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD sudah jauh dari nilai fundamental. Dampak pelemahan yuan akan memperberat jalan bagi perekonomian nasional yang tengah melambat. Ini menjadi tantangan bagi menteri ekonomi baru.

Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, pelaku pasar (market) mencium aroma tidak sedap dari reshuffle yang dilakukan Presiden Jokowi. Menurutnya, perombakan Kabinet Kerja dengan adanya tiga menteri ekonomi yang diganti, membuat kondisi market menjadi tidak stabil.

"Itu sejalan dengan kejatuhan market. Karena market mencium aroma tidak sedap dari reshuffle tersebut," ujarnya melalui pesan singkat kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (16/8/2015).

Dia menyebutkan kegaduhan di pemerintahan Jokowi baru saja dimulai sejak perombakan kemarin, sehingga membuat ketidakpastian bagi pelaku pasar.

Analis ekonomi politik Kusfiardi memandang belum ada sinyal positif perbaikan ekonomi terkait reshuffle menteri yang dilakukan Jokowi. "Harusnya dari reshuffle pemerintah bisa kirim pesan bersungguh bekerja memperbaiki kondisi ekonomi. Kita tidak lihat untuk tujuan itu," katanya.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memberi penjelasan apa saja yang harus diselesaikan pasca-reshuffle. "Presiden tidak jelaskan apa-apa yang harus diselesaikan. Mana prioritas yang diselesaikan dari perombakan," ucap Kusfiardi.

Tak heran jika setelah pengumuman perombakan kabinet justru pasar menjadi terkoreksi. Investor beranggapan kondisi pemerintahan akan kembali biasa saja. "Koreksi yang signifikan, sehingga dilihat hanya untuk kepentingan politik. Mestinya pemerintah pertimbangkan bukan berdasarkan keputusan politik, tapi kebutuhan bangsa," ujarnya. (Baca: Belum Ada Sinyal Perbaikan Ekonomi dari Reshuffle)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memandang, solusi untuk memperbaiki perekonomian Indonesia tidak cukup hanya dengan melakukan perombakan kabinet. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, formasi baru tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) harus melakukan agenda kerja yang fokus dan terarah untuk mengembalikan kejayaan ekonomi Indonesia.

"Permasalahannya tidak semata-mata selesai dengan reshuffle ya. Kita harus melakukan betul-betul agenda kerja yang fokus dan terarah, untuk menghilangkan bottleneck ataupun distorsi yang terjadi di masalah kebijakan," katanya.

Kendati demikian, dia mengapresiasi langkah Jokowi untuk melakukan penyegaran dalam tubuh kabinetnya. Terlebih, figur yang ditunjuk mengisi kursi menteri tersebut memiliki latar belakang dan kemampuan yang cukup kompeten. "Rata-rata mereka punya trackrecord, saya pikir mustinya mereka bisa bekerja lebih baik," ujar Hariyadi.

.

Seperti diketahui, ada empat kementerian bidang ekonomi yang mengalami perombakan, yakni tiga menteri baru dan satu posisi menteri digeser ke kementerian lain. Empat menteri baru bidang ekonomi dalam formasi baru itu, adalah:

1. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman


Rizal Ramli masuk formasi menteri bidang ekonomi Kabinet Kerja yang baru, menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menko Kemaritiman. (Baca: Bongkar Pasang Menteri Ekonomi Jilid I)

Pria kelahiran Padang, 10 Desember 1954 tersebut sangat familiar di kalangan pemerintahan. Dia pernah menjabat Menko bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan di Kabinet Persatuan Nasional, masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

Peraih gelar doktor ekonomi dari Boston University itu juga pernah menduduki posisi sebagai Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) pada 2000-2001 dan kini menjabat Komisaris Utama Bank Negara Indonesia (BNI).

Menteri yang mengaku sempat lemas ketika diminta Jokowi untuk menjadi Menko Kemaritiman, ini berencana mengganti nama lembaga yang dipimpinnya menjadi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya.

"Pak Presiden sudah setuju (perubahan nama)," ujar dia. Perubahan nama itu akan diikuti perubahan nomenklatur agar kementeriannya bisa menjangkau sektor riil.

2. Kementerian Koordinator bidang Perekonomian


Darmin Nasution dipilih Jokowi untuk menggantikan Sofyan Djalil, yang telah menduduki posisi tersebut sejak awal pelantikan Kabinet Kerja pada 27 Oktober 2014 lalu.

Pria kelahiran Tapanuli, 21 Desember 1948 ini merupakan sosok yang tidak asing di Tanah Air. Sebelumnya, dia pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI) pada periode 2010-2013, menggantikan Boediono yang diangkat menjadi Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Peraih gelar doktor ekonomi dari Sorbonne University ini juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 2005-2006 dan Direktur Jenderal Pajak pada kurun waktu 2006-2009.

Usai dilantik, Menteri Koordinator bidang Perekonomian tersebut menyatakan akan melakukan tiga prioritas untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni terkait pangan, fiskal dan investasi.

"Banyak yang harus dikerjakan, tapi harus ada prioritas karena tidak bisa dikerjakan semua," ujarnya, usai serah terima jabatan Menko bidang Perekonomian.

3. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas

Salah satu menteri ekonomi yang tidak rela dilepas Jokowi dari reshuffle jilid I ini adalah Sofyan Djalil. Dia yang sebelumnya menjabat sebagai Menko bidang Perekonomian hanya digeser ke Kementerian PPN/Bappenas, menggantikan Andrinof Chaniago.

Menteri kelahiran Aceh, 62 tahun silam ini sebelumnya sempat menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) sejak Oktober 2004-Mei 2007.

Sebelum dipercaya menjadi Menteri BUMN, jebolan S3 Tufts University tersebut menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2004-2007.

Sofyan mengaku lebih mudah menduduki jabatan barunya karena hanya melanjutkan tugas dari menteri sebelumnya, yang telah menyiapkan pondasi dalam lima tahun ke depan pemerintahan.

"Tugas saya lebih mudah karena tinggal melaksanakan dan melanjutkan. Tugas saya saat ini memperkuat Bappenas agar Kementerian tersebut tidak hanya merencanakan pembangunan bidang makro tetapi juga mampu menyentuh mikro supaya nanti ada sinkronisasi antarkementerian," kata Sofyan.

4. Kementerian Perdagangan

Thomas Lembong, menjadi salah satu pembantu baru Presiden Jokowi di Kabinet Kerja. Pria kelahiarn 1971 tersebut menggantikan Rachmat Gobel sebagai menteri perdagangan setelah sekitar 10 bulan menjabat.

Peraih gelar Bachelor of Arts bidang arsitektur dan tata kelola dari Universitas Harvard ini menjadi nama paling populer di mesin pencari Google setelah disebut-sebut menggantikan pemilik perusahaan National Gobel Group.

Thomas menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Managing Partner perusahaan ekuitas swasta terkemuka yang didirikannya, Quvat Capital saat tawaran menteri datang padanya.

Pemilik bisnis bioskop Blitz Megaplex itu sebelumnya pernah bekerja di Deutsche Bank, Morgan Stanley dan Farindo Investments, terafiliasi dengan Farallon Capital.

Pria yang mendapat gelar Young Global Leader (YGL) oleh World Economic Forum Davos pada 2008, ini juga pernah menjabat selama dua tahun sebagai Kepala Divisi Asset Management Investment Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Thomas mengaku terkejut ketika dipilih Jokowi untuk menjadi menterinya karena Rabu pagi baru diminta datang pukul 13.00 WIB ke Istana Negara, mengikuti prosesi pelantikan sebagai Mendag.

Dia menegaskan siap mengabdikan diri demi kemajuan bangsa dan negara, meski belum pernah menduduki jabatan di pemerintahan. "Gaya saya sangat informal karena latar belakang saya dari swasta. Jadi, saya minta maaf kalau saya belum terbiasa dengan gaya pemerintahan," tandasnya.

Menanggapi nama-nama di atas, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada mengatakan, seberapa cepat menteri ekonomi baru dapat melakukan adaptasi dengan Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Jokowi tergantung aksi (action) mereka.

"Cepat atau lambat adaptasi tergantung dari seberapa cepat action mereka terhadap perbaikan ekonomi," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Minggu (16/8/2015).

Dia melihat, meski beberapa menteri baru yang mengisi posisi perombakan kabinet kerja sudah dikenal, tapi belum dengan kinerjanya. Seberapa cepat mampu mendorong perekonomian Indonesia.

"Meski sudah dikenal, tapi belum terlihat seberapa cepat mereka bisa mengubah kondisi saat ini ke arah lebih baik. Tidak bisa dipastiin (waktu adaptasi) berapa lama. Semua tergantung mereka," katanya.

Dia menambahkan, saat ini banyak kalangan menilai asumsi makro dalam RAPBN 2016 yang dibacakan Presiden Jokowi kurang realistis. Ini menjadi tugas pemerintah untuk membantah penilaian tersebut.

"Itu tugas Presiden (Jokowi) dan jajaran kabinetnya untuk membuktikan bahwa penilaian orang-orang itu salah. Kalau yakin dengan asumsi itu, ya tinggal action dari pemerintah berupa apa nantinya," pungkasnya.

Baca: Perubahan Ekonomi Tergantung Kecepatan Aksi Menteri Baru
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6434 seconds (0.1#10.140)