Ekonomi Loyo, Perajin Manik-manik Banyak Gulung Tikar
A
A
A
JOMBANG - Semakin lesunya ekonomi dalam negeri membuat banyak perajin manik-manik di Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim) gulung tikar. Sebagian perajin masih ada yang bertahan karena memiliki jaringan untuk memasarkan produknya ke luar negeri.
Para perajin mani-manik di Desa Plumbon Gambang, Kecamatan Diwek, Jombang selama ini dikenal sebagai sentra kerajinan manik-manik. Hampir seluruh warga di desa ini dulunya berprofesi sebagai perajin manik-manik.
Namun, siapa sangka jumlah perajin manik-manik kini sudah mulai menurun drastis. Mereka tidak mampu menghadapi krisis dan lesunya perekonomian dalam negeri sehingga banyak yang mengalami gulung tikar.
Wakil Ketua Asosiasi Perajin Manik-manik Suloso, Selasa (25/8/2015) mengatakan, jumlah perajin manik-manik yang tergabung dalam asosiasinya dulu mencapai 110 rumah produksi. Namun, kini jumlah perajin yang masih bisa berjalan hanya sekitar 40-50 orang.
Menurutnya, banyaknya perajin yang gulung tikar tersebut dipicu sering terjadinya krisis dalam negeri yang tidak mampu diatasi pemerintah sehingga membuat daya beli masyarakat menurun.
Dia mengatakan, dalam kondisi seperti ini masyarakat enggan membelanjakan uangnya pada produk-produk kerajinan sehingga banyak perajin yang akhirnya bangkrut.
Sebagian perajin saat ini memasng masih ada yang bertahan karena mereka memiliki jaringan untuk menjual manik-maniknya ke luar negeri. Misalnya Suloso sendiri karena selama ini hanya menjual produknya ke luar negeri seperti ke Eropa dan Afrika.
Manik-manik yang diproduksi Suloso bukan manik-manik biasa, melainkan manik-manik etnik yang biasa dipakai oleh suku-suku pedalaman untuk kegiatan ritual. Sementara untuk penjualan di dalam negeri, sudah seperti mati suri dan tidak bisa diandalkan sama sekali.
Pihaknya berharap, pemerintah segera memperbaiki situasi perekonomian dalam negeri agar kerajinan manik-manik dapat bertahan dan tidak punah.
Para perajin mani-manik di Desa Plumbon Gambang, Kecamatan Diwek, Jombang selama ini dikenal sebagai sentra kerajinan manik-manik. Hampir seluruh warga di desa ini dulunya berprofesi sebagai perajin manik-manik.
Namun, siapa sangka jumlah perajin manik-manik kini sudah mulai menurun drastis. Mereka tidak mampu menghadapi krisis dan lesunya perekonomian dalam negeri sehingga banyak yang mengalami gulung tikar.
Wakil Ketua Asosiasi Perajin Manik-manik Suloso, Selasa (25/8/2015) mengatakan, jumlah perajin manik-manik yang tergabung dalam asosiasinya dulu mencapai 110 rumah produksi. Namun, kini jumlah perajin yang masih bisa berjalan hanya sekitar 40-50 orang.
Menurutnya, banyaknya perajin yang gulung tikar tersebut dipicu sering terjadinya krisis dalam negeri yang tidak mampu diatasi pemerintah sehingga membuat daya beli masyarakat menurun.
Dia mengatakan, dalam kondisi seperti ini masyarakat enggan membelanjakan uangnya pada produk-produk kerajinan sehingga banyak perajin yang akhirnya bangkrut.
Sebagian perajin saat ini memasng masih ada yang bertahan karena mereka memiliki jaringan untuk menjual manik-maniknya ke luar negeri. Misalnya Suloso sendiri karena selama ini hanya menjual produknya ke luar negeri seperti ke Eropa dan Afrika.
Manik-manik yang diproduksi Suloso bukan manik-manik biasa, melainkan manik-manik etnik yang biasa dipakai oleh suku-suku pedalaman untuk kegiatan ritual. Sementara untuk penjualan di dalam negeri, sudah seperti mati suri dan tidak bisa diandalkan sama sekali.
Pihaknya berharap, pemerintah segera memperbaiki situasi perekonomian dalam negeri agar kerajinan manik-manik dapat bertahan dan tidak punah.
(izz)