Eks Wantimpres SBY Sindir Kereta Cepat Proyek Politis
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Emil Salim menyindir proyek kereta super cepat (high speed train/HST) yang dinilainya hanya proyek politis.
Pasalnya, megaproyek yang diminati China dan Jepang tersebut tidak masuk dalam Nota Keuangan 2015 ataupun dalam Rancangan Pembanguann Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. (Baca: Pengumuman Pemenang Proyek Kereta Cepet Molor).
"Bangun kereta cepat tidak ada di Nota Keuangan. Di Bappenas juga enggak. Dari mana? Dari politican," katanya di gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Menurutnya, saat ini para birokrat dan pemerintah terlalu diikat oleh peraturan dan menyebabkabn proses birokrasi di Tanah Air tidak efisien.
Pasalnya, birokrat ragu dalam mengambil sebuah kebijakan dan pada akhirnya menyebabkan pemakaian dana (disbusment) anggaran terbengkalai.
"Penyakit sekarang pencipta proyek tidak lagi andalkan birokrasi, tapi politik. Semakin banyak demand uang, semakin banyak keganjilan," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam data Bappenas pemerintahan Jokowi memfokuskan pada pembangunan jalur kereta api sepanjang 3.258 kilometer (km) di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan sepanjang lima tahun ke depan. (Baca: Kereta Cepat Jepang versus China).
Terdiri dari kereta api antar kota sepanjang 2.159 km dan kereta api perkotaan yang akan membentang sepanjang 1.099 km. Sedangkan dari penghematan kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah akan memanfaatkannya untuk membangun jalur kereta api 101 km, peningkatan kapasitas jalur hingga 616 km di 2015.
Baca Juga:
Rizal Ramli: Kompetisi Proyek Kereta Cepat Ketat Sekali
Kereta Cepat versi China Lintasi Tiga Stasiun di Jakarta
Realisasi Kereta Cepat RI seperti Kue Setengah Matang
Pasalnya, megaproyek yang diminati China dan Jepang tersebut tidak masuk dalam Nota Keuangan 2015 ataupun dalam Rancangan Pembanguann Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. (Baca: Pengumuman Pemenang Proyek Kereta Cepet Molor).
"Bangun kereta cepat tidak ada di Nota Keuangan. Di Bappenas juga enggak. Dari mana? Dari politican," katanya di gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Menurutnya, saat ini para birokrat dan pemerintah terlalu diikat oleh peraturan dan menyebabkabn proses birokrasi di Tanah Air tidak efisien.
Pasalnya, birokrat ragu dalam mengambil sebuah kebijakan dan pada akhirnya menyebabkan pemakaian dana (disbusment) anggaran terbengkalai.
"Penyakit sekarang pencipta proyek tidak lagi andalkan birokrasi, tapi politik. Semakin banyak demand uang, semakin banyak keganjilan," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam data Bappenas pemerintahan Jokowi memfokuskan pada pembangunan jalur kereta api sepanjang 3.258 kilometer (km) di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan sepanjang lima tahun ke depan. (Baca: Kereta Cepat Jepang versus China).
Terdiri dari kereta api antar kota sepanjang 2.159 km dan kereta api perkotaan yang akan membentang sepanjang 1.099 km. Sedangkan dari penghematan kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah akan memanfaatkannya untuk membangun jalur kereta api 101 km, peningkatan kapasitas jalur hingga 616 km di 2015.
Baca Juga:
Rizal Ramli: Kompetisi Proyek Kereta Cepat Ketat Sekali
Kereta Cepat versi China Lintasi Tiga Stasiun di Jakarta
Realisasi Kereta Cepat RI seperti Kue Setengah Matang
(izz)