Rizal Ramli Tuding Ada Mafia Bisnis Pulsa Listrik
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli lagi-lagi membuat pernyataan mencengangkan dengan mengatakan bahwa ada mafia dalam bisnis pulsa (token) listrik PT PLN (Persero).
Dia menjelaskan, sejak dulu masyarakat diwajibkan untuk menggunakan sistem pulsa untuk listrik PLN. Hal ini diduga lantaran adanya praktik monopoli di tubuh BUMN kelistrikan tersebut pada masa lalu.
"Itu kejam sekali. Karena misalnya kan masih ada anak yang masih belajar jam 8 malam, tapi tiba-tiba listriknya mati. Terus mau cari pulsa listrik kan tidak semudah beli pulsa telepon," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurutnya, pulsa listrik yang dibeli seharga Rp100 ribu pun tidak serta merta listrik yang didapat masyarakat juga seharga tersebut. Namun masyarakat hanya mendapat listrik seharga Rp73 ribu dengan harga Rp100 ribu.
"Mereka beli pulsa (listrik) Rp100 ribu, yang tersedia Rp73 ribu tersedot provider. Padahal beli pulsa telepon saja, kalau beli pulsa Rp100 ribu paling dipotong cuma jadi Rp95 ribu," imbuh dia.
Tidak Boleh Monopoli
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menegaskan, sejak saat ini konsumen listrik tidak boleh lagi dimonopoli dengan dipaksa menggunakan sistem pulsa listrik. Rakyat harus diberi kebebasan untuk memilih sistem listrik meteran atau pulsa.
"Kami ingin tidak boleh lagi dimonopoli. Rakyat bisa punya pilihan meteran atau pulsa," imbuh dia.
Selain itu, dia juga meminta agar maksimum biaya administrasi yang ditarik perseroan untuk pulsa listrik hanya sekitar Rp5.000. "Jadi dia beli (pulsa listrik) Rp100 ribu, listriknya bisa Rp95 ribu. Ini Pak Sofyan (Dirut PLN) luar biasa. Kami mohon dua keputusan ini segera dilakukan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan bahwa selama ini pengguna listrik prabayar (token) yang kurang mampu membeli listrik dengan cara mencicil. Misal, untuk membeli listrik seharga Rp100 ribu mereka akan mencicilnya hingga dua atau tiga kali.
"Prabayar memang kadang-kadang masyarakat yang miskin sekali untuk bayar Rp100 ribu, dia bisa dua hingga tiga kali bayar. Dia beli Rp30ribu, Rp5ribu, beli lagi Rp15ribu, terus Rp5 ribu lagi," tutur dia.
Hal ini, sambung mantan Dirut BRI ini, terkadang harga pulsa listrik menjadi termakan oleh biaya administrasi. Sebab itu, perseroan akan melakukan pengkajian dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk menindaklanjuti masalah ini.
"Nah ini yang tadi Pak menteri sampaikan, kami harus melakukan pengkajian juga dengan menteri ESDM dan saya pikir ini sangat urgen untuk antisipasi dan diperbaiki agar masyarakat bisa lebih ringan," pungkasnya.
Dia menjelaskan, sejak dulu masyarakat diwajibkan untuk menggunakan sistem pulsa untuk listrik PLN. Hal ini diduga lantaran adanya praktik monopoli di tubuh BUMN kelistrikan tersebut pada masa lalu.
"Itu kejam sekali. Karena misalnya kan masih ada anak yang masih belajar jam 8 malam, tapi tiba-tiba listriknya mati. Terus mau cari pulsa listrik kan tidak semudah beli pulsa telepon," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurutnya, pulsa listrik yang dibeli seharga Rp100 ribu pun tidak serta merta listrik yang didapat masyarakat juga seharga tersebut. Namun masyarakat hanya mendapat listrik seharga Rp73 ribu dengan harga Rp100 ribu.
"Mereka beli pulsa (listrik) Rp100 ribu, yang tersedia Rp73 ribu tersedot provider. Padahal beli pulsa telepon saja, kalau beli pulsa Rp100 ribu paling dipotong cuma jadi Rp95 ribu," imbuh dia.
Tidak Boleh Monopoli
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menegaskan, sejak saat ini konsumen listrik tidak boleh lagi dimonopoli dengan dipaksa menggunakan sistem pulsa listrik. Rakyat harus diberi kebebasan untuk memilih sistem listrik meteran atau pulsa.
"Kami ingin tidak boleh lagi dimonopoli. Rakyat bisa punya pilihan meteran atau pulsa," imbuh dia.
Selain itu, dia juga meminta agar maksimum biaya administrasi yang ditarik perseroan untuk pulsa listrik hanya sekitar Rp5.000. "Jadi dia beli (pulsa listrik) Rp100 ribu, listriknya bisa Rp95 ribu. Ini Pak Sofyan (Dirut PLN) luar biasa. Kami mohon dua keputusan ini segera dilakukan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan bahwa selama ini pengguna listrik prabayar (token) yang kurang mampu membeli listrik dengan cara mencicil. Misal, untuk membeli listrik seharga Rp100 ribu mereka akan mencicilnya hingga dua atau tiga kali.
"Prabayar memang kadang-kadang masyarakat yang miskin sekali untuk bayar Rp100 ribu, dia bisa dua hingga tiga kali bayar. Dia beli Rp30ribu, Rp5ribu, beli lagi Rp15ribu, terus Rp5 ribu lagi," tutur dia.
Hal ini, sambung mantan Dirut BRI ini, terkadang harga pulsa listrik menjadi termakan oleh biaya administrasi. Sebab itu, perseroan akan melakukan pengkajian dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk menindaklanjuti masalah ini.
"Nah ini yang tadi Pak menteri sampaikan, kami harus melakukan pengkajian juga dengan menteri ESDM dan saya pikir ini sangat urgen untuk antisipasi dan diperbaiki agar masyarakat bisa lebih ringan," pungkasnya.
(izz)