Cadangan Devisa Turun

Selasa, 08 September 2015 - 09:46 WIB
Cadangan Devisa Turun
Cadangan Devisa Turun
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatatkan posisi cadangan devisa akhir Agustus 2015 sebesar USD105,3 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2015 sebesar USD107,6 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, penurunan tersebut disebabkan peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.

”Hal tersebut sejalan dengan komitmen BI yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” kata Tirta di Jakarta kemarin. Di sisi lain, kenaikan penerimaan devisa yang terutama bersumber dari penerbitan Samurai Bonds Pemerintah mampu menahan penurunan lebih lanjut.

Dengan perkembangan tersebut, lanjut dia, posisi cadangan devisa perakhir Agustus 2015 masih cukup membiayai 6,9 - 7,1 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, cadangan devisa sebesar itu juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

”BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” tukasnya. Sebelumnya posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juli 2015 tercatat sebesar USD107,6 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2015 sebesar USD108,0 miliar.

”Di sisi lain, kenaikan penerimaan devisa yang bersumber dari penerbitan Euro Bond Pemerintah mampu menahan penurunan lebih lanjut,” ujar dia. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, BI sebagai otoritas juga ikut mengantisipasi penguatan dolar AS yakni menjaga stabilitas kurs. BI juga akan selalu hadir di pasar untuk ikut memberikan pasokan dolar.

”Itu caranya dengan menggunakan cadangan devisa dan cadangan devisa kita masih sangat baik,” jelasnya. Mirza juga menyarankan, para importir membayar transaksi perdagangan dengan mata uang negara bersangkutan. Dengan begitu, akan lebih baik bagi Indonesia dan emerging market (pasar yang sedang tumbuh). ”Saya jelaskan kita harus seperti negara lain. Transaksi domestik dalam mata uangnya.

Negara lain seperti Singapura ya pakai dolar Singapura. Kalau negara lain bisa, kita harus dalam rupiah di dalam negeri,” terang dia. Sementara itu , kemarin nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah BI ditutup pada level Rp14.234 per dolar AS, melemah 56 poin dibandingkan posisi sebelumnya pada Jumat (4/9) di level Rp14.178 per dolar AS. Pengamat pasar uang Rully Nova mengatakan, laju rupiah masih berpotensi terus mengalami pelemahan meski telah berada di area level batas bawah penurunan.

Hal ini terlihat dari belum ada sentimen baru yang membuat momentum pembalikan arah ke area positif. ”Nilaitukarrupiahmelanjutkan pelemahan seiring dengan investor uang yang masih enggan untuk masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Indonesia dinilai masih memiliki kendala dalam penyerapan anggaran belanja untuk infrastruktur,” kata Rully.

Kunthi fahmar sandy/ ant
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6836 seconds (0.1#10.140)