Latihan Membuat Sempurna
A
A
A
Di sebuah desa, masyarakatnya terkenal dengan para ahli bela dirinya. Banyak para petarung dan pejuang hebat yang muncul dari desa tersebut.
Namun, dari sekian banyak ahli bela diri di sana, ada seorang anak yang tumbuh biasa-biasa saja. Ia bahkan selalu kalah ketika bertanding dengan kawankawannya. Karena itu, ia merasa dunia bela diri bukan untuk dirinya. Setelah menginjak usia remaja, karena merasa tak punya kemampuan bela diri yang mumpuni, remaja ini memilih untuk berprofesi sebagai tukang pemecah batu.
Sebuah profesi yang setidaknya cukup memberinya makan, karena ia memang harus hidup mandiri karena tak lagi punya orang tua. Batu-batu cadas yang sangat keras menjadi ”lawan tanding”- nya setiap hari. Namun, ia tetap mensyukuri keadaan itu. Meski tak punya nama sebagai jago bela diri, setidaknya ia bisa membantu banyak orang yang ingin membangun rumah dari pecahan batu yang dijualnya.
Tiap hari, sejak matahari baru memancarkan sinar paginya, ia sudah bersiap dengan palu besar untuk menghancurkan bebatuan guna menghidupinya. Ia tidak mau banyak membuang waktu. Meski profesi sebagai pemecah batu bukan dambaannya, ia tetap menekuni pekerjaan itu sepenuh hati. Tanpa diketahui si remaja yang telah beranjak dewasa, ada seorang tua yang kerap memperhatikan keseriusannya bekerja. Hingga suatu kali, orang tua ini bertegur sapa dengan si pemuda.
”Aku melihatmu bekerja dengan sangat keras. Apa yang membuatmu terus menekuni pekerjaan ini?” tanyanya. ”Memang hanya ini yang saya bisa, Pak. Saya dulu sebenarnya bercita-cita menjadi ahli bela diri juga, seperti teman-teman dari desa ini. Tapi, entah kenapa, saya selalukalahdantidakpernahjadi juara. Karena itu, daripada belajar tanpa ada hasil seperti yang diharapkan, saya memilih menjadi pemecah batu. Paling tidak, ini bisa menghidupi saya selama ini,” jawabnya ramah.
”Tapi jujur, saya masih bercitacita seperti teman yang lain, bisa hebat bela dirinya.” ”Apakah kamu telah cukup keras berusaha, sehingga bela dirimu bisa terus meningkat?” tanya si orang tua lagi. ”Sepertinya saya dulu sudah belajar sama kerasnya dengan yang lain, tapi selalu saja kalah dalam berbagai kompetisi. Itulah yang membuat saya memilih untuk tidak lagi belajar bela diri,” ucapnya jujur.
”Kalau ada yang mengajari kamu bela diri lagi, apakah kamu mau?” tanya si orang tua, yang ternyata seorang guru bela diri. ”Aku melihat tanganmu sungguh kekar karena mampu memecahkan batuan keras dengan mudah. Jika mau, aku bisa mengajarimu, tapi dengan satu syarat!” Mendengar penawaran itu, mata si pemuda berseri-seri. Impiannya ingin jadi ahli bela diri kembali muncul. ”Hah , Bapak mau mengajari saya? Mau... mau... apa syaratnya?”
”Kamu tidak boleh mengeluh dan mau mendengar semua nasihatku!” tegas si orang tua. Singkat cerita, setiap habis memecah batu, si pemuda pun berguru pada orang tua tadi di malam harinya. Hanya saja, ada yang aneh. Sang guru hanya mengajarinya satu jurus saja, yakni jurus pukulan. Beberapa hari, beberapa minggu, hingga beberapa bulan, si pemuda terus berharap, sembari bersabar, karena dari awal perjanjiannya ia tak boleh mengeluh dan mau mendengarkan semua nasihat gurunya.
Namun, karena terusmenerus hanya belajar satu jurus, akhirnya ia pun memberanikan diri bertanya pada gurunya. ”Guru, aku sudah belajar beberapa lama di sini. Tapi mengapa, hanya satu jurus ini yang diajarkan padaku? Bagaimana aku bisa menang dan jadi ahli bela diri jika hanya jurus ini yang aku terima?” tanyanya hati-hati, agar tak menyinggung gurunya. Sang guru tersenyum. ”Dulu kamu berjanji tidak mengeluh dan mau mendengar nasihatku. Jadi, teruskan saja tanpa banyak bertanya.”
Mendengar itu, si pemuda pun tak berani lagi bertanya pada sang guru, meski ia sebenarnya masih ingin mendapat jurus yang lain. Suatu ketika, diadakan turnamen bela diri di desa tersebut. Sang guru pun mengajak si pemuda untuk ikut bertanding. Awalnya si pemuda ragu, karena ia hanya punya satu jurus pukulan yang dilatihnya sangat lama. Tapi, karena terikat janji, ia pun menuruti keinginan gurunya.
Tak disangka! Hanya dengan satu jurus, karena sudah dilatih sangat lama, ia mampu mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus tersebut. Hingga, ia pun akhirnya juara dan diakui sebagai prajurit istimewa, seperti yang dicita-citakan selama ini. Ia pun berterima kasih pada gurunya. Kiniia sadar, bahwaternyata fokusnya berlatih satu jurus– ditambah kekuatan pukulanyangdilatihsaat menjadipemecah batu–telah membuatnya punya pukulan nyaris sempurna sehingga mampu mengalahkan setiap lawan.
The Cup of Wisdom
Banyak orang sukses di dunia melakukan hal yang sederhana saja. Yakni ia terus fokus melatih kemampuan yang paling ia bisa sehingga pelanpelan, semua bertumbuh menjadisempurna. Disinilahkonsistensi membuat apa yang kita bisa menjadi biasa, apa yang kita biasakan menjadi sempurna.
Saat itulah, kita pasti punya kekuatan hebat yang akan mampu mengubah nasib. Karena itu, mari kita latih kekuatan terbaik yang kita miliki, apa pun bidang yang saat ini sedang kita jalani. Dengan begitu, kita akan punya peran yang jauh lebih berarti, dengan ”kesempurnaan” sesuai peran yang kita miliki. Fokus, latih, dan sukseskan! Salam sukses luar biasa!
Namun, dari sekian banyak ahli bela diri di sana, ada seorang anak yang tumbuh biasa-biasa saja. Ia bahkan selalu kalah ketika bertanding dengan kawankawannya. Karena itu, ia merasa dunia bela diri bukan untuk dirinya. Setelah menginjak usia remaja, karena merasa tak punya kemampuan bela diri yang mumpuni, remaja ini memilih untuk berprofesi sebagai tukang pemecah batu.
Sebuah profesi yang setidaknya cukup memberinya makan, karena ia memang harus hidup mandiri karena tak lagi punya orang tua. Batu-batu cadas yang sangat keras menjadi ”lawan tanding”- nya setiap hari. Namun, ia tetap mensyukuri keadaan itu. Meski tak punya nama sebagai jago bela diri, setidaknya ia bisa membantu banyak orang yang ingin membangun rumah dari pecahan batu yang dijualnya.
Tiap hari, sejak matahari baru memancarkan sinar paginya, ia sudah bersiap dengan palu besar untuk menghancurkan bebatuan guna menghidupinya. Ia tidak mau banyak membuang waktu. Meski profesi sebagai pemecah batu bukan dambaannya, ia tetap menekuni pekerjaan itu sepenuh hati. Tanpa diketahui si remaja yang telah beranjak dewasa, ada seorang tua yang kerap memperhatikan keseriusannya bekerja. Hingga suatu kali, orang tua ini bertegur sapa dengan si pemuda.
”Aku melihatmu bekerja dengan sangat keras. Apa yang membuatmu terus menekuni pekerjaan ini?” tanyanya. ”Memang hanya ini yang saya bisa, Pak. Saya dulu sebenarnya bercita-cita menjadi ahli bela diri juga, seperti teman-teman dari desa ini. Tapi, entah kenapa, saya selalukalahdantidakpernahjadi juara. Karena itu, daripada belajar tanpa ada hasil seperti yang diharapkan, saya memilih menjadi pemecah batu. Paling tidak, ini bisa menghidupi saya selama ini,” jawabnya ramah.
”Tapi jujur, saya masih bercitacita seperti teman yang lain, bisa hebat bela dirinya.” ”Apakah kamu telah cukup keras berusaha, sehingga bela dirimu bisa terus meningkat?” tanya si orang tua lagi. ”Sepertinya saya dulu sudah belajar sama kerasnya dengan yang lain, tapi selalu saja kalah dalam berbagai kompetisi. Itulah yang membuat saya memilih untuk tidak lagi belajar bela diri,” ucapnya jujur.
”Kalau ada yang mengajari kamu bela diri lagi, apakah kamu mau?” tanya si orang tua, yang ternyata seorang guru bela diri. ”Aku melihat tanganmu sungguh kekar karena mampu memecahkan batuan keras dengan mudah. Jika mau, aku bisa mengajarimu, tapi dengan satu syarat!” Mendengar penawaran itu, mata si pemuda berseri-seri. Impiannya ingin jadi ahli bela diri kembali muncul. ”Hah , Bapak mau mengajari saya? Mau... mau... apa syaratnya?”
”Kamu tidak boleh mengeluh dan mau mendengar semua nasihatku!” tegas si orang tua. Singkat cerita, setiap habis memecah batu, si pemuda pun berguru pada orang tua tadi di malam harinya. Hanya saja, ada yang aneh. Sang guru hanya mengajarinya satu jurus saja, yakni jurus pukulan. Beberapa hari, beberapa minggu, hingga beberapa bulan, si pemuda terus berharap, sembari bersabar, karena dari awal perjanjiannya ia tak boleh mengeluh dan mau mendengarkan semua nasihat gurunya.
Namun, karena terusmenerus hanya belajar satu jurus, akhirnya ia pun memberanikan diri bertanya pada gurunya. ”Guru, aku sudah belajar beberapa lama di sini. Tapi mengapa, hanya satu jurus ini yang diajarkan padaku? Bagaimana aku bisa menang dan jadi ahli bela diri jika hanya jurus ini yang aku terima?” tanyanya hati-hati, agar tak menyinggung gurunya. Sang guru tersenyum. ”Dulu kamu berjanji tidak mengeluh dan mau mendengar nasihatku. Jadi, teruskan saja tanpa banyak bertanya.”
Mendengar itu, si pemuda pun tak berani lagi bertanya pada sang guru, meski ia sebenarnya masih ingin mendapat jurus yang lain. Suatu ketika, diadakan turnamen bela diri di desa tersebut. Sang guru pun mengajak si pemuda untuk ikut bertanding. Awalnya si pemuda ragu, karena ia hanya punya satu jurus pukulan yang dilatihnya sangat lama. Tapi, karena terikat janji, ia pun menuruti keinginan gurunya.
Tak disangka! Hanya dengan satu jurus, karena sudah dilatih sangat lama, ia mampu mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus tersebut. Hingga, ia pun akhirnya juara dan diakui sebagai prajurit istimewa, seperti yang dicita-citakan selama ini. Ia pun berterima kasih pada gurunya. Kiniia sadar, bahwaternyata fokusnya berlatih satu jurus– ditambah kekuatan pukulanyangdilatihsaat menjadipemecah batu–telah membuatnya punya pukulan nyaris sempurna sehingga mampu mengalahkan setiap lawan.
The Cup of Wisdom
Banyak orang sukses di dunia melakukan hal yang sederhana saja. Yakni ia terus fokus melatih kemampuan yang paling ia bisa sehingga pelanpelan, semua bertumbuh menjadisempurna. Disinilahkonsistensi membuat apa yang kita bisa menjadi biasa, apa yang kita biasakan menjadi sempurna.
Saat itulah, kita pasti punya kekuatan hebat yang akan mampu mengubah nasib. Karena itu, mari kita latih kekuatan terbaik yang kita miliki, apa pun bidang yang saat ini sedang kita jalani. Dengan begitu, kita akan punya peran yang jauh lebih berarti, dengan ”kesempurnaan” sesuai peran yang kita miliki. Fokus, latih, dan sukseskan! Salam sukses luar biasa!
(ars)