Rizal Minta Pengembangan Blok Masela Dikaji Ulang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk mengkaji ulang pengembangan dan pembangunan kilang di lapangan gas Abadi di Blok Masela, Maluku.
Padahal sebelumnya, SKK Migas telah menerima pengajuan revisi plan of development (POD) dari Inpex Corporation selaku pemegang saham mayoritas Blok Masela. Revisi POD perencanaan pengolahan dengan menggunakan fasilitas pengolahan LNG terapung (floating LNG/FLNG) dengan kapasitas 7,5 juta ton per tahun.
Rizal menjelaskan, cadangan gas yang ditemukan di blok yang terletak di Laut Arafura tersebut sebelumnya masih kecil sekali, namun sekarang sudah mencapai sekitar 10,7 trillion cubic feet (tcf). Untuk itu diperlukan pilihan pengembangan tepat agar manfaatnya bisa dirasakan untuk kemakmuran rakyat.
"Ini adalah blok gas yang termasuk sangat besar potensinya. Tadinya kecil, makin banyak ditemukan sehingga cadangan itu mencapai sekitar 10,7 tcf. Itu sangat besar sekali," katanya di gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Terlebih, sambung dia, dari sisi Indonesia, proyek ini secara finansial sudah mulai menarik dengan tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) sebesar 15,04%. Selain itu, pendapatan pemerintah (government take) dari proyek ini diperkirakan sekitar USD43,8 miliar.
"Kalau mau bangun floating, biayanya USD19,3 miliar. Itu mahal sekali. Jadi kami minta Pak Sekjen ESDM, Direktur Hulu, SKK Migas betul-betul mengkaji sebelum diputuskan ini. Saya kira, apapun kita harus ambil keputusan yang terbaik buat bangsa ini," pungkasnya.
Sekadar informasi, Inpex mengakuisisi Blok Masela pada 1998 dan menemukan lapangan gas Abadi pada 2000. Inpex sebagai pemegang saham mayoritas dengan porsi 65% dan 35% dimiliki oleh Shell. Lapangan gas Abadi memiliki cadangan yang dapat berproduksi sebesar 7,5 juta ton LNG selama 20 tahun, serta 24.000 barel kondensat per hari.
Padahal sebelumnya, SKK Migas telah menerima pengajuan revisi plan of development (POD) dari Inpex Corporation selaku pemegang saham mayoritas Blok Masela. Revisi POD perencanaan pengolahan dengan menggunakan fasilitas pengolahan LNG terapung (floating LNG/FLNG) dengan kapasitas 7,5 juta ton per tahun.
Rizal menjelaskan, cadangan gas yang ditemukan di blok yang terletak di Laut Arafura tersebut sebelumnya masih kecil sekali, namun sekarang sudah mencapai sekitar 10,7 trillion cubic feet (tcf). Untuk itu diperlukan pilihan pengembangan tepat agar manfaatnya bisa dirasakan untuk kemakmuran rakyat.
"Ini adalah blok gas yang termasuk sangat besar potensinya. Tadinya kecil, makin banyak ditemukan sehingga cadangan itu mencapai sekitar 10,7 tcf. Itu sangat besar sekali," katanya di gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Terlebih, sambung dia, dari sisi Indonesia, proyek ini secara finansial sudah mulai menarik dengan tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) sebesar 15,04%. Selain itu, pendapatan pemerintah (government take) dari proyek ini diperkirakan sekitar USD43,8 miliar.
"Kalau mau bangun floating, biayanya USD19,3 miliar. Itu mahal sekali. Jadi kami minta Pak Sekjen ESDM, Direktur Hulu, SKK Migas betul-betul mengkaji sebelum diputuskan ini. Saya kira, apapun kita harus ambil keputusan yang terbaik buat bangsa ini," pungkasnya.
Sekadar informasi, Inpex mengakuisisi Blok Masela pada 1998 dan menemukan lapangan gas Abadi pada 2000. Inpex sebagai pemegang saham mayoritas dengan porsi 65% dan 35% dimiliki oleh Shell. Lapangan gas Abadi memiliki cadangan yang dapat berproduksi sebesar 7,5 juta ton LNG selama 20 tahun, serta 24.000 barel kondensat per hari.
(izz)