Serikat Pekerja Pelabuhan Serukan Pengelolaan JICT 100% Nasional

Rabu, 30 September 2015 - 00:26 WIB
Serikat Pekerja Pelabuhan...
Serikat Pekerja Pelabuhan Serukan Pengelolaan JICT 100% Nasional
A A A
JAKARTA - Upaya Pelindo II memperpanjang konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan perusahaan Hong Kong Hutchison Port Holdinga (HPH) menjadi hampir setengah abad (1999-2039) mendapat penolakan keras dari Serikat Pekerja (SP) JICT. Bersama aliansi pekerja lainnya, SP JICT menyerukan agar pengelolaan terminal pelabuhan terbesar di Indonesia itu 100% dikelola nasional.

"Penjajahan modern ini menimbulkan banyak pertanyaan apa sebetulnya urgensi perpanjangan JICT jilid II (2019-2039), sementara tanpa susah payah JICT kembali 100% kepada nasional di tahun 2019," ujar SP JICT dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9/2015)

Menurut SP JICT, Dirut Pelindo II RJ Lino seharusnya menempatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya dalam mengambil keputusan strategis. Bukan membagi-bagi keuntungan dengan Hong Kong di gerbang kedaulatan ekonomi nasional.

"Sesungguhnya RJ Lino telah mengkerdilkan anak bangsa dengan perpanjang JICT ke HPH Hong Kong. Padahal, selama 16 tahun dikelola putra-putri bangsa, JICT telah menjelma menjadi pelabuhan petikemas terbaik di Indonesia dan Asia," ungkapnya.

SP JICT manyatakan, secara kemampuan SDM dan teknologi sangatlah memadai. Namun, Pelindo II menjual aset emas bangsa begitu murah kepada asing. Saat ini, JICT dijual USD215 juta lebih murah dibanding tahun 1999 sebesar USD243 juta. Harga jual saat ini pun setara dengan keuntungan JICT hanya dalam 2 tahun.

"Soal harga ini SP JICT sudah menghitung bahwa nilai wajar JICT telah di mark down oleh HPH, Pelindo II dan konsultannya Deutsch Bank. Sehingga ada justifikasi JICT bisa dijual murah," katanya.

SP JICT menjelaskan, penghitungan SP JICT juga sesuai dengan angka yang dihitung oleh Komisaris Pelindo II. Artinya, ada potensi kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun dalam penjualan saham tersebut. Belum lagi dengan hilangnya potensi pengelolaan pendapatan sebesar Rp30-35 triliun selama 20 tahun dikelola bersama asing.

Tidak hanya sampai di situ, Pelindo II telah melangkahi empat surat menteri yang mengharuskannya tunduk pada UU Pelayaran dengan meminta izin konsesi kepada Kemenhub sebelum perpanjang dengan asing.

Dirut Pelindo telah berupaya memperpanjang konsesi JICT sejak 2012 dengan hanya bermodal opini hukum Jamdatun (Jaksa Agung Muda Tata Negara) untuk dilawan dengan UU Pelayaran. "Selain itu, BPKP dan Komite Pengawas sudah memperingati Lino soal penunjukkan langsung HPH," imbuhnya.

SP JICT menuturkan pihaknya sudah melakukan upaya penyelamatan dan berjuang agar JICT bisa dikelola nasional 100% sejak 2014. Namun, Dirut Pelindo II malah cap SP sebagai musuh negara dan bandit. Tidak sampai disitu, upaya penggembosan serikat (Union Busting) lewat PHK dan mutasi juga dilancarkan secara masif lewat Direksi JICT.

Melihat upaya-upaya represif dan sewenang-wenang, Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) bersama SPJICT sepakat menolak perpanjangan konsesi JICT.

Mereka secara tegas mengeluarkan tiga tuntutan, yakni:

1. Selamatkan asset emas bangsa Indonesia, tolak perpanjangan konsesi dan kembalikan pengelolaan 100% oleh nasional
2. Usut tuntas kasus dugaan korupsi perpanjangan konsesi. Tangkap komprador asing pemburu rente di pelabuhan.
3. Hentikan union busting di JICT.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6237 seconds (0.1#10.140)