Jonan Buka Peluang Swasta Garap Pelabuhan
A
A
A
JAKARTA - Dalam menekan daya saing logistik lebih efisien, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kalangan swasta berinvestasi di sektor pelabuhan.
Menurutnya, meski negara mempunyai peran besar di sektor pelabuhan, namun tetap membuka peluang supaya swasta bisa masuk dan menggarap sektor vital ini.
“Kalau semua pelabuhan maupun bandara dikerjakan dan dikelola oleh negara namanya monopoli. Tapi saya persilakan kalau ada kalangan swasta yang mau bikin pelabuhan kirim ke saya, akan saya tandatangani,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Jonan mensyaratkan, negara tidak akan menggelontorkan APBN untuk pembangunan pelabuhan tersebut. “Murni swasta. Lokasinya di mana saja selama menguntungkan dan tidak memberikan efek terhadap masyarakat, ya kita beri kesempatan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita mengatakan, pihaknya siap menggalang kalangan usaha swasta untuk menggarap proyek pembangunan pelabuhan yang dimaksud.
Menurutnya, kalangan usaha terutama di sektor logistik sudah sangat setuju untuk membangun pelabuhan di kawasan Cilamaya, Karawang. “Tapi kami harapkan, pemerintah juga bisa membuka masuknya sektor asing di sektor pelabuhan dengan porsi kepemilikan hingga 70-80%,” terang Zaldy.
Selama ini, lanjut dia, sektor usaha pelabuhan dalam Daftar Negatif Investasi hanya memungkinkan asing mengelola sektor pelabuhan dengan presentase kepemlikan 51% untuk lokal dan 49% untuk asing. “Kita maunya kepemilikan asing bisa sampai 70-80%. Sementara swasta yang lain juga tentu akan kita galang,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pengerukan dan Pelabuhan Kemenhub Tonny Budiono mengatakan, salah satu lokasi ideal pengganti Cilamaya adalah Patimban, Subang. "Sebenarnya ada enam lokasi pengganti Cilamaya yang terus dikaji hingga sekarang, antara lain Patimban, Bekasi, Karawang, Eretan (Indramayu), Balongan (Indramayu) dan Cirebon," ujarnya.
Tetapi, lanjut dia, berkaca pada pengalaman pembatalan Cilamaya, maka area offshore menjadi salah satu pertimbangan utama dalam penentuan lokasi baru.
“Jangan sampai kejadian lagi seperti Cilamaya yang banyak offshore, kami mencari risikonya yang paling kecil. Jadi di sekitar Patimban yang risikonya terkecil. Selain itu, di situ capital dredging-nya juga sedikit karena kalau banyak akan membebani pemeliharaannya. Draft alaminya sekitar 10 meter (m), kami rencanakan menjadi 14 m draftnya,” kata Tonny.
Kalangan usaha swasta sendiri sudah sangat mendukung supaya Pelabuhan Cilamaya bisa dibangun. Alasannya, daerah tersebut tak jauh dengan lokasi pergudangan dan didukung jaringan jalan tol.
Namun, dengan rencana pemerintah yang menggeser pembangunan pelabuhan pengganti Cilamaya di sekitar Subang, kalangan swasta punya inisiatif untuk membangun pelabuhan sendiri dengan catatan sektor asing bisa masuk dengan porsi 70% hingga 80%. Salah satu lokasi yang dibidik ialah Cilamaya.
“Kita akan mendorong ini, supaya bisa masuk dalam deregulasi di era pemerintahan sekarang, terutama untuk persyaratan Daftar Negatif Investasi,” pungkas Zaldy.
Baca: 67 Peraturan Menteri Biang Masalah Dwelling Time
Menurutnya, meski negara mempunyai peran besar di sektor pelabuhan, namun tetap membuka peluang supaya swasta bisa masuk dan menggarap sektor vital ini.
“Kalau semua pelabuhan maupun bandara dikerjakan dan dikelola oleh negara namanya monopoli. Tapi saya persilakan kalau ada kalangan swasta yang mau bikin pelabuhan kirim ke saya, akan saya tandatangani,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Jonan mensyaratkan, negara tidak akan menggelontorkan APBN untuk pembangunan pelabuhan tersebut. “Murni swasta. Lokasinya di mana saja selama menguntungkan dan tidak memberikan efek terhadap masyarakat, ya kita beri kesempatan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita mengatakan, pihaknya siap menggalang kalangan usaha swasta untuk menggarap proyek pembangunan pelabuhan yang dimaksud.
Menurutnya, kalangan usaha terutama di sektor logistik sudah sangat setuju untuk membangun pelabuhan di kawasan Cilamaya, Karawang. “Tapi kami harapkan, pemerintah juga bisa membuka masuknya sektor asing di sektor pelabuhan dengan porsi kepemilikan hingga 70-80%,” terang Zaldy.
Selama ini, lanjut dia, sektor usaha pelabuhan dalam Daftar Negatif Investasi hanya memungkinkan asing mengelola sektor pelabuhan dengan presentase kepemlikan 51% untuk lokal dan 49% untuk asing. “Kita maunya kepemilikan asing bisa sampai 70-80%. Sementara swasta yang lain juga tentu akan kita galang,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pengerukan dan Pelabuhan Kemenhub Tonny Budiono mengatakan, salah satu lokasi ideal pengganti Cilamaya adalah Patimban, Subang. "Sebenarnya ada enam lokasi pengganti Cilamaya yang terus dikaji hingga sekarang, antara lain Patimban, Bekasi, Karawang, Eretan (Indramayu), Balongan (Indramayu) dan Cirebon," ujarnya.
Tetapi, lanjut dia, berkaca pada pengalaman pembatalan Cilamaya, maka area offshore menjadi salah satu pertimbangan utama dalam penentuan lokasi baru.
“Jangan sampai kejadian lagi seperti Cilamaya yang banyak offshore, kami mencari risikonya yang paling kecil. Jadi di sekitar Patimban yang risikonya terkecil. Selain itu, di situ capital dredging-nya juga sedikit karena kalau banyak akan membebani pemeliharaannya. Draft alaminya sekitar 10 meter (m), kami rencanakan menjadi 14 m draftnya,” kata Tonny.
Kalangan usaha swasta sendiri sudah sangat mendukung supaya Pelabuhan Cilamaya bisa dibangun. Alasannya, daerah tersebut tak jauh dengan lokasi pergudangan dan didukung jaringan jalan tol.
Namun, dengan rencana pemerintah yang menggeser pembangunan pelabuhan pengganti Cilamaya di sekitar Subang, kalangan swasta punya inisiatif untuk membangun pelabuhan sendiri dengan catatan sektor asing bisa masuk dengan porsi 70% hingga 80%. Salah satu lokasi yang dibidik ialah Cilamaya.
“Kita akan mendorong ini, supaya bisa masuk dalam deregulasi di era pemerintahan sekarang, terutama untuk persyaratan Daftar Negatif Investasi,” pungkas Zaldy.
Baca: 67 Peraturan Menteri Biang Masalah Dwelling Time
(dmd)