Paket Kebijakan Jilid IV Kecewakan Kaum Buruh
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) M Rusdi mengatakan, paket kebijakan ekonomi IV yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecewakan para buruh.
"Yang kita sesalkan, paket kebijakan I-III untuk pengusaha dan paket IV juga untuk kepentingan pengusaha, bukan buat buruh. Ini hanya manipulasi pemerintah, karena kebijakan upah kenaikannya hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya saat dihubungi Sindonews, Minggu (18/10/2015).
Dia menjelaskan, jika inflasi 5% dan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,7% atau totalnya tidak sampai 10% maka kenaikan upah buruh sangat kecil. Maka, para buruh pun secara tegas tetap menolak sistem pengupahan seperi dalam paket kebijakan ekonomi.
Selam ini, lanjut Rusdi, pihaknya meminta revisi perubahan jumlah komponen kebutuhan hidup layak (KHL) baik secara kuantitas maupun kualitas. (Baca: Ini Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV Jokowi).
"Problemnya kalau gunakan frmula inflasi, base line upah kita ini jauh tertinggal dari negara sekitar seperti Thailand, Filipina maupun China yang baseline jauh lebih tinggi," jelasnya.
Probelm kedua, dengan upah hanya Rp1,1 juta atau Rp2,7 juta, maka jika dinaikkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 10%, maka upah yang didapatkan pekerja hanya sekitar Rp3 juta per bulan.
Dia menjelaskan, kualitas KHL item seperti sewa rumah saat ini pada kisaran Rp300-Rp700 ribu per bulan, atau jauh di bawah dari yang diinginkan para buruh. "Idealnya yang kita minta itu cicilan BTN Rp1 juta, jadi masih minus Rp300 ribu," ujar dia.
Revisi selanjutnya yang diminta buruh adalah kualitas makan yang hanya dihitung tidak lebih dari Rp600 ribu. Faktanya, lanjut Rusdi, pola makan pekerja lajang sekitar Rp1.350 ribu dengan asumsi, makan pagi misalnya nasi uduk atau bubur ayam dengan teh manis Rp15.000, makan siang Rp15 ribu dan malam nasi goreng Rp15.000. "Totalnya Rp45 ribu dikali 30 sekitar Rp1.350 ribu," ucapnya.
Item ketiga, penghitungan transportasi yang seharusnya dihitung pulang pergi. Namun di beberapa daerah masih banyak yang dihitung hanya biaya transportasi hanya sekali jalan yang dihitung Rp200 ribu, padahal biaya transportasi setidaknya Rp500 ribu.
"Dengan tiga item ini saja, perlu Rp3 juta, belum lagi dengan 80 item, seperti kesehatan, pakaian, sabun, sampo dan lainnya. Sehingga kesimpulannya, kita bekerja miskin, kalau kita nganggur miskin itu wajar. Nah, ini bekerja tapi upahnya tidak mememnuhi kehidupan sehari-hari. Paket kebijakan ini membuat kita makin miskin," terang Rusdi.
Baca Juga
Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi
Ini Isi Paket Kebijakan Ekonomi September II Jokowi
Ini Isi Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Jilid III
"Yang kita sesalkan, paket kebijakan I-III untuk pengusaha dan paket IV juga untuk kepentingan pengusaha, bukan buat buruh. Ini hanya manipulasi pemerintah, karena kebijakan upah kenaikannya hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya saat dihubungi Sindonews, Minggu (18/10/2015).
Dia menjelaskan, jika inflasi 5% dan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,7% atau totalnya tidak sampai 10% maka kenaikan upah buruh sangat kecil. Maka, para buruh pun secara tegas tetap menolak sistem pengupahan seperi dalam paket kebijakan ekonomi.
Selam ini, lanjut Rusdi, pihaknya meminta revisi perubahan jumlah komponen kebutuhan hidup layak (KHL) baik secara kuantitas maupun kualitas. (Baca: Ini Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV Jokowi).
"Problemnya kalau gunakan frmula inflasi, base line upah kita ini jauh tertinggal dari negara sekitar seperti Thailand, Filipina maupun China yang baseline jauh lebih tinggi," jelasnya.
Probelm kedua, dengan upah hanya Rp1,1 juta atau Rp2,7 juta, maka jika dinaikkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 10%, maka upah yang didapatkan pekerja hanya sekitar Rp3 juta per bulan.
Dia menjelaskan, kualitas KHL item seperti sewa rumah saat ini pada kisaran Rp300-Rp700 ribu per bulan, atau jauh di bawah dari yang diinginkan para buruh. "Idealnya yang kita minta itu cicilan BTN Rp1 juta, jadi masih minus Rp300 ribu," ujar dia.
Revisi selanjutnya yang diminta buruh adalah kualitas makan yang hanya dihitung tidak lebih dari Rp600 ribu. Faktanya, lanjut Rusdi, pola makan pekerja lajang sekitar Rp1.350 ribu dengan asumsi, makan pagi misalnya nasi uduk atau bubur ayam dengan teh manis Rp15.000, makan siang Rp15 ribu dan malam nasi goreng Rp15.000. "Totalnya Rp45 ribu dikali 30 sekitar Rp1.350 ribu," ucapnya.
Item ketiga, penghitungan transportasi yang seharusnya dihitung pulang pergi. Namun di beberapa daerah masih banyak yang dihitung hanya biaya transportasi hanya sekali jalan yang dihitung Rp200 ribu, padahal biaya transportasi setidaknya Rp500 ribu.
"Dengan tiga item ini saja, perlu Rp3 juta, belum lagi dengan 80 item, seperti kesehatan, pakaian, sabun, sampo dan lainnya. Sehingga kesimpulannya, kita bekerja miskin, kalau kita nganggur miskin itu wajar. Nah, ini bekerja tapi upahnya tidak mememnuhi kehidupan sehari-hari. Paket kebijakan ini membuat kita makin miskin," terang Rusdi.
Baca Juga
Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi
Ini Isi Paket Kebijakan Ekonomi September II Jokowi
Ini Isi Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Jilid III
(izz)