Headwind Ekonomi Global 2024 Masih Akan Besar, Jaga Fiskal Tetap Sehat Jadi PR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Realisasi sementara Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) di tahun 2023 menunjukan kinerja yang solid dan kredibel. Sebagai shock absorber, selain menopang agenda pembangunan, APBN juga mampu menjaga stabilitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menjaga keberlangsungan fiskal .
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu mengungkapkan, bahwa Headwind ekonomi global di tahun 2024 masih akan besar. Fragmentasi global, dekarbonisasi, dan digitalisasi masih akan tetap menjadi faktor utama yang akan membentuk dinamika ekonomi global dalam jangka pendek sampai menengah.
"Akan tetapi, dengan pondasi yang cukup baik pada awal tahun 2024, Pemerintah masih akan terus mengusahakan menjaga kondisi fiskal agar tetap sehat, sehingga akan mampu menjadi bantalan untuk mempertahankan shock absorber dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 dan pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% di tahun 2024," jelas Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (3/1/2024).
Pelaksanaan kinerja APBN di tahun 2023 mencatatkan kinerja yang positif, seperti: Pendapatan negara tercatat Rp2.774,3 triliun, atau 12,6% di atas target awal APBN 2023, ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh 5,9%, dan kinerja PNBP yang meningkat signifikan ditopang oleh kinerja BUMN dan inovasi layanan.
"Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan Pemerintah di akhir tahun 2021," ungkap Febrio.
Belanja Negara terserap optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, Pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas).
Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak tahun 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada tahun 2023 tercatat 1,65% PDB jauh lebih rendah dari target APBN sebesar 2,84%, serta defisit fiskal tahun lalu 2,35% PDB.
Risiko-risiko global perlu terus dicermati seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, geoeconomics fragmentation, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi.
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Di saat yang bersamaan, Pemerintah akan terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu mengungkapkan, bahwa Headwind ekonomi global di tahun 2024 masih akan besar. Fragmentasi global, dekarbonisasi, dan digitalisasi masih akan tetap menjadi faktor utama yang akan membentuk dinamika ekonomi global dalam jangka pendek sampai menengah.
"Akan tetapi, dengan pondasi yang cukup baik pada awal tahun 2024, Pemerintah masih akan terus mengusahakan menjaga kondisi fiskal agar tetap sehat, sehingga akan mampu menjadi bantalan untuk mempertahankan shock absorber dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 dan pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% di tahun 2024," jelas Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (3/1/2024).
Pelaksanaan kinerja APBN di tahun 2023 mencatatkan kinerja yang positif, seperti: Pendapatan negara tercatat Rp2.774,3 triliun, atau 12,6% di atas target awal APBN 2023, ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh 5,9%, dan kinerja PNBP yang meningkat signifikan ditopang oleh kinerja BUMN dan inovasi layanan.
"Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan Pemerintah di akhir tahun 2021," ungkap Febrio.
Belanja Negara terserap optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, Pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas).
Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak tahun 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada tahun 2023 tercatat 1,65% PDB jauh lebih rendah dari target APBN sebesar 2,84%, serta defisit fiskal tahun lalu 2,35% PDB.
Risiko-risiko global perlu terus dicermati seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, geoeconomics fragmentation, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi.
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Di saat yang bersamaan, Pemerintah akan terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.
(akr)