Pledoi Industri Rokok atas Tekanan Kebijakan Pemerintah

Jum'at, 17 Juli 2020 - 09:39 WIB
loading...
Pledoi Industri Rokok atas Tekanan Kebijakan Pemerintah
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gaprri) Henry Najoan menyesalkan terbitnya Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. Pasalnya, dalam perpres yang diundangkan 20 Januari 2020 itu, terdapat beberapa klausul yang mengancam keberadaan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

Menurut Henry, klausul yang mengancam keberlangsungan industri kretek nasional di antaranya adalah langkah pemerintah yang akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT). Juga peningkatan tarif cukai hasil tembakau, revisi PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dan rencana atas larangan iklan atau promosi dan perbesar gambar peringatan kesehatan.

Kajian GAPPRI mengungkap tiga klausul itu justru mempersulit industri, sehingga tidak sejalan dengan semangat gotong royong dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera memulihkan kegiatan ekonomi sektor riil secara gotong royong.

"Gappri yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) terancam dengan Perpres 18/2020 itu," ujar Henry Najoan di Jakarta, Jumat (17/07/2020).

GAPPRI yang saat ini menguasai market share dalam negeri sebesar 70% itu mengkhawatirkan masa depan industri hasil tembakau nasional.

"Kami keberatan atas rencana optimalisasi penerimaan cukai melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai sebagaimana tertuang dalam Perpres 18/2020," terang Henry Najoan. ( Baca juga:Simplifikasi dan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Hanya Untungkan Perusahaan Besar )

Merujuk kajian GAPPRI, penyederhanaan struktur tarif cukai, baik dengan menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produk, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik kecil dan menengah dalam jangka pendek dan juga pabrik besar dalam jangka panjang.

"Penggabungan dapat berdampak akan gulung tikar pabrikan kelas kecil dan menengah karena harga produk tidak terjangkau oleh segmen pasarnya dan konsumen akan pindah ke rokok ilegal yang lebih murah," tegas Henry Najoan.

Dampak berikutnya, lanjut Henry Najoan, banyak pabrik kecil akan dikorbankan, sementara pabrik besar tertentu yang mengusulkan akan diuntungkan dengan adanya simplifikasi struktur tarif cukai sehingga akan terciptanya oligopoli dan selanjutnya monopoli.

"Hal ini berbahaya bagi kedaulatan bangsa Indonesia!" tegasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1128 seconds (0.1#10.140)