RAPBN 2016 Terancam Senasib dengan APBD DKI

Kamis, 29 Oktober 2015 - 12:27 WIB
RAPBN 2016 Terancam Senasib dengan APBD DKI
RAPBN 2016 Terancam Senasib dengan APBD DKI
A A A
JAKARTA - Koordinator Pelaksana Koalisi Merah Putih (KMP) Idrus Marham menilai tidak menutup kemungkinan bakal terjadi proses tawar-menawar dengan pemerintah terkait pemangkasan penyertaan modal negara (PMN) di RAPBN 2016.

"Tentu kita akan lihat perkembangan. Itu akan dinamis dalam pembicaraan lebih lanjut," katanya saat dihubungi wartawan, Kamis (29/10/2015). (Baca: RAPBN 2016 Dinilai Tak Pro Rakyat, PMN Harus Dipangkas).

Dia memastikan, secara konseptual sikap KMP tidak akan berubah selama anggaran PMN tidak pro rakyat dan tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Apalagi, jika PMN justru membuka peluang ada 'permainan-permainan'. Itu tentu kita tidak ingin," ujar Idrus.

Sekjen Golkar ini mengaku tidak menutup kemungkinan nasib APBN 2016 bisa sama dengan APBD DKI 2015 yang gagal capai kata sepakat antara legislatif dan eksekutif, sehingga terpaksa memakai anggaran tahun sebelumnya.

"Terbuka kemungkinan untuk itu. Saya kira besok kita lihat, pemerintah tentunya akan berpikir. Makanya pemerintah dalam pembahasan ini harus teliti," tambahnya.

Untuk itu pihaknya meminta pemerintah harus memberi penjelasan jika tetap ngotot tidak mau memangkas PMN. Sebab, jika itu dilakukan maka bukan hanya fraksi-fraksi KMP saja yang akan menentang. "Partai-partai lain saya lihat juga hampir sama sikapnya dalam melihat masalah ini," kata Idrus.

Sementara, Pengamat Kebijakan Publik dari Prakarsa AH Maftuchan mengatakan, molornya penyusunan Rancangan APBN 2016 akibat pemerintah dan parlemen kurang membuka pintu partisipasi publik atas pembahasan APBN 2016.

Menurut dia, dalam proses sebelumnya Badan Anggaran dan Komisi XI sering meminta masukan publik. Juga ada ketidaksesuaian cara kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan kementerian atau lembaga.

Kementerian gagap dalam menerjemahkan visi misi Presiden, sehingga belum mampu menuangkannya dalam perencanaan anggaran. Kemampuan birokrasi untuk menerjemahkan visi misi merupakan indikator keberhasilan pemerintah. "Ibarat komputer Jokowi pentium 4, birokrasi masih pentium 1," kata Maftuchan.

Dia menilai penyebab molor berikutnya yaitu ada di parlemen. Sebagai lembaga yang memiliki tugas budgetting, parlemen masih belum solid dan masih terpecah antara KIH dan KMP.

Hingga hari ini RAPBN 2016 belum disetujui parlemen, sedangkan masa sidang tinggal dua hari lagi. Bila sampai 30 Oktober nanti belum ada pengesahan, maka pemerintah akan menggunakan APBNP 2015.

Menurut Maftuch hal tersebut akan membuat pemerintah mempunyai alokasi anggaran yang sulit untuk menjalankan program prioritas.

Dia berpendapat, pertaruhan sangat besar bila pemerintah harus kembali menggunakan APBNP 2015, dan membuat pemerintah tidak mampu memenuhi janji politiknya.

"Sebab, 2016 kali pertama Jokowi-JK secara total menyusun sendiri APBN-nya, 2015 kan masih sisa pemerintahan sebelumnya masih transisi," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5503 seconds (0.1#10.140)