Kenaikan Harga Properti Diperkirakan Melambat
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan harga properti residensial melambat pada kuartal IV 2015. Hal ini terlihat dari indeks harga properti residensial secara kuartalan (qtq) yang melambat dibandingkan kenaikan harga rumah pada kuartal III 2015.
"Kenaikan harga properti residensial yang melambat juga diprediksi terjadi secara tahunan (yoy)," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara di Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Berdasarkan survei harga properti residensial Bank Indonesia, pertumbuhan indeks harga properti residensial pada kuartal III mengalami perlambatan baik secara kuartalan maupun secara tahunan, masing-masing sebesar 0,99% (qtq) dan 5,46%(yoy).
Menurut Tirta, kenaikan harga bahan bangunan, upah pekerjaan, dan kenaikan harga bahan bakar minyak merupakan faktor utama penyebab kenaikan harga properti residensial.
Secara tahunan (yoy), lanjut dia, harga properti residensial juga mengalami kenaikan yang melambat. Pertumbuhan harga properti residensial secara tahunan tercatat sebesar 5,46% (yoy), melambat dibandingkan kenaikan harga pada kuartal II tahun 2015 sebesar 5,95% (yoy).
Di samping itu, perlambatan kinerja properti juga terlihat dari melambatnya pertumbuhan penjualan properti residensial, dari 10,84% (qtq) pada kuartal II 2015 menjadi 7,66% (qtq) pada kuartal III tahun 2015. "Perlambatan penjualan diduga karena konsumen menunda pembelian properti terkait kondisi fundamental perekonomian yang melambat," terangnya.
Dari sisi supply, kata Tirta, ada aturan LTV terbaru yang mengharuskan adanya jaminan tambahan dari pengembang dirasa memberatkan cashflow perusahaan.
Sementara itu, perlambatan penjualan properti juga tercermin dari melambatnya penyaluran KPR dan KPA pada kuartal III 2015 sebesar 1,08% (qtq).
Meski demikian, penggunaan KPR masih menjadi sumber pembiayaan dominan bagi konsumen dalam pembelian properti residensial, dengan suku bunga rata-rata antara 9% sampai 12%. "Sedangkan itu dari sisi developer, dana internal perusahaan yang berasal dari laba ditahan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial," tandasnya.
"Kenaikan harga properti residensial yang melambat juga diprediksi terjadi secara tahunan (yoy)," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara di Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Berdasarkan survei harga properti residensial Bank Indonesia, pertumbuhan indeks harga properti residensial pada kuartal III mengalami perlambatan baik secara kuartalan maupun secara tahunan, masing-masing sebesar 0,99% (qtq) dan 5,46%(yoy).
Menurut Tirta, kenaikan harga bahan bangunan, upah pekerjaan, dan kenaikan harga bahan bakar minyak merupakan faktor utama penyebab kenaikan harga properti residensial.
Secara tahunan (yoy), lanjut dia, harga properti residensial juga mengalami kenaikan yang melambat. Pertumbuhan harga properti residensial secara tahunan tercatat sebesar 5,46% (yoy), melambat dibandingkan kenaikan harga pada kuartal II tahun 2015 sebesar 5,95% (yoy).
Di samping itu, perlambatan kinerja properti juga terlihat dari melambatnya pertumbuhan penjualan properti residensial, dari 10,84% (qtq) pada kuartal II 2015 menjadi 7,66% (qtq) pada kuartal III tahun 2015. "Perlambatan penjualan diduga karena konsumen menunda pembelian properti terkait kondisi fundamental perekonomian yang melambat," terangnya.
Dari sisi supply, kata Tirta, ada aturan LTV terbaru yang mengharuskan adanya jaminan tambahan dari pengembang dirasa memberatkan cashflow perusahaan.
Sementara itu, perlambatan penjualan properti juga tercermin dari melambatnya penyaluran KPR dan KPA pada kuartal III 2015 sebesar 1,08% (qtq).
Meski demikian, penggunaan KPR masih menjadi sumber pembiayaan dominan bagi konsumen dalam pembelian properti residensial, dengan suku bunga rata-rata antara 9% sampai 12%. "Sedangkan itu dari sisi developer, dana internal perusahaan yang berasal dari laba ditahan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial," tandasnya.
(dmd)