OJK Siapkan Strategi Genjot Penetrasi Bank Syariah Menuju 15%
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan pangsa pasar industri bank syariah nasional dapat mencapai 15% di 2019. Otoritas ingin menjadikan perbankan syariah dapat menjadi penggerak ekonomi dalam negeri.
Data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan per September 2015 aset bank syariah masih berada di angka Rp273,48 triliun.
Direktur Perbankan Syariah OJK Dhani Gunawan Idhat mengatakan penetrasi perbankan syariah saat ini sangat lemah karena masih di bawah 5%.
Dampaknya ialah perbankan syariah menjadi pengekor ekonomi domestik. Buktinya saat perekonomian menurun, bisnis perbankan syariah juga ikut turun. Begitu pula saat ekonomi mengalami perbaikan, kinerja bank syariah ikut terdorong keatas.
”Bank syariah penetrasinya masih kecil. Dari 2008, pangsa pasarnya masih 5% dibandingkan bank konvensional. Bahkan tren market share menurun dari 4,89% di 2013 menjadi 4,67% hingga Mei 2015," ujar Dhani dalam pelatihan jurnalis akhir pekan lalu di Bogor.
Dengan membandingkan terhadap negara lain, terlihat pangsa pasar bank syariah yang lebih dari 10%, baru dapat menjadi penggerak perekonomian. Setidaknya hal ini terlihat di Malaysia dengan pangsa pasar 24% perbankan syariah dapat mendikte pasar sukuk disana.
Begitu pula dengan Uni Emirat Arab dengan penetrasi 16%, ekonomi syariah mendominasi dalam bisnis properti nasional. “Kita ingin industri syariah lebih besar sehingga dapat menjadi penggerak sektor perekonomian nasional. Secara aset dan instrumennya harus lebih didorong agar semakin luas dan dalam. Koordinasi dengan pemerintah harus lebih baik untuk penggunaan dana dana pemerintah ke segmen syariah,” ujarnya.
Dhani menyebutkan ada 7 alasan penyebab pangsa pasar industri syariah hingga kini masih berada di bawah 5%. Mulai dari belum selarasnya visi dan juga kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan industri bank syariah.
Kedua, permodalan yang belum memadai, kemudian dominasi dana pihak ketiga bank syariah masih oleh dana mahal atau deposito, dan produk yang tidak variatif serta pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat.
"Kelima yaitu kuantitas dan kualitas SDM yang belum memadai, keenam pemahaman masyarakat terhadap bank syariah yang masih rendah, dan terakhir pengaturan dan pengawasan belum optimal," katanya.
Untuk itu otoritas akan memajukan industri bank syariah dengan menyiapkan roadmap perbankan syariah 2015 hingga 2019 yang menekankan pada sinergi bank syariah dengan lembaga lain. Langkah pertama, dengan memperkuat sinergi antara otoritas, pemerintah, dan stakeholders lainnya.
Kedua, lanjutnya, adalah memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki efisiensi bank syariah. Langkah ketiga yakni memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen pembiayaan.
"Kami juga berupaya untuk memperbaiki kualitas dan layanan produk perbankan. Juga mendorong bank syariah memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas SDM-nya. Langkah keenam, yakni peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan terakhir adalah harmonisasi antara peraturan dan pengawasan bank syariah,” terangnya.
Sementara Kepala OCBC NISP Syariah Koko T Rahmadi optimistis pertumbuhan ekonomi di tahun depan tidak akan lebih buruk dari tahun ini. Unit usaha syariah dari OCBC NISP menargetkan pertumbuhan masih dapat mencapai 10-20% di tahun depan.
Pihaknya mencatat pertumbuhan aset sebanyak 16% atau menjadi Rp 2,576 triliun hingga kuartal ketiga tahun 2015. “Dengan pencapaian ini, perseroan berharap, pertumbuhan bisnis tahun depan bisa di kisaran 10% - 20%,” ujar Koko beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), kinerja OCBC NISP Syariah melesat 24% menjadi Rp 1,993 triliun pada kuartal ketiga tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun salah satu mesin pendorongnya oleh program Taka iB yang dirilis perseroan pada Februari 2015 lalu.
Program tabungan bulanan yang mengendapkan dana nasabah secara berjangka berhadiah mobil dan sepeda motor berlabel Harley Davidson. Ada juga, program tabungan komunitas untuk simpanan yang lebih mini. Program ini sudah meluncur empat bulan belakangan.
"Animo masyarakat untuk menabung mengikuti program ini sangat luar biasa. Nasabah Taka iB, misalnya, sudah tercatat sebanyak 1.800 akun rekening dengan dana mengendap Rp 70 miliar sampai Oktober 2015 ini. Sementara, simpanan dari tabungan komunitas mencapai 1.000 akun dengan dana Rp 1,6 miliar," ujarnya.
Kendati kontribusinya masih mini terhadap total DPK saat ini, namun ceruk pasar dari program ini diyakini masih sangat besar. Apalagi, program ini mengikat nasabah untuk melakukan simpanan berkala setiap bulan dengan rata-rata dana mengendap selama lima tahun.
Tidak cuma nasabah kelas kakap yang tergiur dengan produk ini, karena OCBC NISP Syariah juga menawarkan emas untuk nasabah dengan simpanan lebih mini.
Data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan per September 2015 aset bank syariah masih berada di angka Rp273,48 triliun.
Direktur Perbankan Syariah OJK Dhani Gunawan Idhat mengatakan penetrasi perbankan syariah saat ini sangat lemah karena masih di bawah 5%.
Dampaknya ialah perbankan syariah menjadi pengekor ekonomi domestik. Buktinya saat perekonomian menurun, bisnis perbankan syariah juga ikut turun. Begitu pula saat ekonomi mengalami perbaikan, kinerja bank syariah ikut terdorong keatas.
”Bank syariah penetrasinya masih kecil. Dari 2008, pangsa pasarnya masih 5% dibandingkan bank konvensional. Bahkan tren market share menurun dari 4,89% di 2013 menjadi 4,67% hingga Mei 2015," ujar Dhani dalam pelatihan jurnalis akhir pekan lalu di Bogor.
Dengan membandingkan terhadap negara lain, terlihat pangsa pasar bank syariah yang lebih dari 10%, baru dapat menjadi penggerak perekonomian. Setidaknya hal ini terlihat di Malaysia dengan pangsa pasar 24% perbankan syariah dapat mendikte pasar sukuk disana.
Begitu pula dengan Uni Emirat Arab dengan penetrasi 16%, ekonomi syariah mendominasi dalam bisnis properti nasional. “Kita ingin industri syariah lebih besar sehingga dapat menjadi penggerak sektor perekonomian nasional. Secara aset dan instrumennya harus lebih didorong agar semakin luas dan dalam. Koordinasi dengan pemerintah harus lebih baik untuk penggunaan dana dana pemerintah ke segmen syariah,” ujarnya.
Dhani menyebutkan ada 7 alasan penyebab pangsa pasar industri syariah hingga kini masih berada di bawah 5%. Mulai dari belum selarasnya visi dan juga kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan industri bank syariah.
Kedua, permodalan yang belum memadai, kemudian dominasi dana pihak ketiga bank syariah masih oleh dana mahal atau deposito, dan produk yang tidak variatif serta pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat.
"Kelima yaitu kuantitas dan kualitas SDM yang belum memadai, keenam pemahaman masyarakat terhadap bank syariah yang masih rendah, dan terakhir pengaturan dan pengawasan belum optimal," katanya.
Untuk itu otoritas akan memajukan industri bank syariah dengan menyiapkan roadmap perbankan syariah 2015 hingga 2019 yang menekankan pada sinergi bank syariah dengan lembaga lain. Langkah pertama, dengan memperkuat sinergi antara otoritas, pemerintah, dan stakeholders lainnya.
Kedua, lanjutnya, adalah memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki efisiensi bank syariah. Langkah ketiga yakni memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen pembiayaan.
"Kami juga berupaya untuk memperbaiki kualitas dan layanan produk perbankan. Juga mendorong bank syariah memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas SDM-nya. Langkah keenam, yakni peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan terakhir adalah harmonisasi antara peraturan dan pengawasan bank syariah,” terangnya.
Sementara Kepala OCBC NISP Syariah Koko T Rahmadi optimistis pertumbuhan ekonomi di tahun depan tidak akan lebih buruk dari tahun ini. Unit usaha syariah dari OCBC NISP menargetkan pertumbuhan masih dapat mencapai 10-20% di tahun depan.
Pihaknya mencatat pertumbuhan aset sebanyak 16% atau menjadi Rp 2,576 triliun hingga kuartal ketiga tahun 2015. “Dengan pencapaian ini, perseroan berharap, pertumbuhan bisnis tahun depan bisa di kisaran 10% - 20%,” ujar Koko beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), kinerja OCBC NISP Syariah melesat 24% menjadi Rp 1,993 triliun pada kuartal ketiga tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun salah satu mesin pendorongnya oleh program Taka iB yang dirilis perseroan pada Februari 2015 lalu.
Program tabungan bulanan yang mengendapkan dana nasabah secara berjangka berhadiah mobil dan sepeda motor berlabel Harley Davidson. Ada juga, program tabungan komunitas untuk simpanan yang lebih mini. Program ini sudah meluncur empat bulan belakangan.
"Animo masyarakat untuk menabung mengikuti program ini sangat luar biasa. Nasabah Taka iB, misalnya, sudah tercatat sebanyak 1.800 akun rekening dengan dana mengendap Rp 70 miliar sampai Oktober 2015 ini. Sementara, simpanan dari tabungan komunitas mencapai 1.000 akun dengan dana Rp 1,6 miliar," ujarnya.
Kendati kontribusinya masih mini terhadap total DPK saat ini, namun ceruk pasar dari program ini diyakini masih sangat besar. Apalagi, program ini mengikat nasabah untuk melakukan simpanan berkala setiap bulan dengan rata-rata dana mengendap selama lima tahun.
Tidak cuma nasabah kelas kakap yang tergiur dengan produk ini, karena OCBC NISP Syariah juga menawarkan emas untuk nasabah dengan simpanan lebih mini.
(dol)