Target Pajak Meleset, Pemerintah Dibebani Utang Rp500 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Akibat dari tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak tahun ini membuat pemerintah bisa menambah utang guna menutupi shortfall (kurang dari target) pajak hingga mencapai Rp500 triliun pada 2016. Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) atau PT Penilai Harga Efek Indonesia, Wahyu Trenggono menjelaskan penambahan utang pemerintah dilakukan dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun depan.
(Baca Juga: JK Pede Target Pajak Tercapai jika Ekonomi Bergairah)
"Bisa tambah utang baru gross-nya mencapai Rp500 triliun. Penerimaan pajak berkurang, tahun depan target penerbitan SBN nett Rp327 triliun dalam APBN 2016. Karena penurunan penerimaan pajak yang melebar, maka target penerbitan SBN pemerintah bisa bertambah," jelas Wahyu Trenggono di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Dia mengatakan dari target penerbitan SBN sebesar Rp327 triliun itu, sebanyak Rp144 triliun akan digunakan untuk membayar utang. "Rp144 triliun penerbitan SBN buat bayar utang, masalahnya kita tidak punya untuk bayar utang? Akhirnya ditutup dengan utang baru atau ditambah utang pakai mekanisame debt switch," tuturnya.
Ia menambahkan guna menutupi defisit transaksi berjalan (CAD) yang sudah hampir mencapai 3 persen. "Target pajak tidak sampai, jauh sekali. Pemerintah bisa tambah SBN, dilihat dari besaran defisit yang terjadi tidak boleh lebih dari 3 persen, saat ini 2,7 persen," pungkasnya.
Seperti diketahui realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus baru mencapai 46,22 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 sebesar Rp1.492,3 triliun. Realisasi penerimaan pajak yang masih di bawah 50 persen kendati sudah memasuki bulan kedelapan tahun ini disebabkan lemahnya perekonomian domestik. Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, hingga akhir Agustus lalu realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp598,27 triliun.
Direktur Eksekutif Center for Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi pajak adalah kondisi ekonomi domestik yang melambat. Selain itu, terlalu tingginya target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN-P 2015 menambah sulitnya pemenuhan target pajak. ”Dirjen Pajak juga belum fokus terhadap program-program besar seperti reinventing policy,” kata Prastowo.
Aturan reinventing policy atau penghapusan sanksi administrasi pajak bagi wajib pajak (WP) belum terlalu memuaskan. Dia menilai, penyebab rendahnya realisasi pajak adalah kurangnya sosialisasi dan insentif yang belum mendorong WP untuk terlibat dalam kebijakan tersebut. Satu-satunya jenis pajak yang mengalami pertumbuhan pada Agustus adalah pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang naik 9,46 persen secara tahunan.
(Baca Juga: JK Pede Target Pajak Tercapai jika Ekonomi Bergairah)
"Bisa tambah utang baru gross-nya mencapai Rp500 triliun. Penerimaan pajak berkurang, tahun depan target penerbitan SBN nett Rp327 triliun dalam APBN 2016. Karena penurunan penerimaan pajak yang melebar, maka target penerbitan SBN pemerintah bisa bertambah," jelas Wahyu Trenggono di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Dia mengatakan dari target penerbitan SBN sebesar Rp327 triliun itu, sebanyak Rp144 triliun akan digunakan untuk membayar utang. "Rp144 triliun penerbitan SBN buat bayar utang, masalahnya kita tidak punya untuk bayar utang? Akhirnya ditutup dengan utang baru atau ditambah utang pakai mekanisame debt switch," tuturnya.
Ia menambahkan guna menutupi defisit transaksi berjalan (CAD) yang sudah hampir mencapai 3 persen. "Target pajak tidak sampai, jauh sekali. Pemerintah bisa tambah SBN, dilihat dari besaran defisit yang terjadi tidak boleh lebih dari 3 persen, saat ini 2,7 persen," pungkasnya.
Seperti diketahui realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus baru mencapai 46,22 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 sebesar Rp1.492,3 triliun. Realisasi penerimaan pajak yang masih di bawah 50 persen kendati sudah memasuki bulan kedelapan tahun ini disebabkan lemahnya perekonomian domestik. Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, hingga akhir Agustus lalu realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp598,27 triliun.
Direktur Eksekutif Center for Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi pajak adalah kondisi ekonomi domestik yang melambat. Selain itu, terlalu tingginya target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN-P 2015 menambah sulitnya pemenuhan target pajak. ”Dirjen Pajak juga belum fokus terhadap program-program besar seperti reinventing policy,” kata Prastowo.
Aturan reinventing policy atau penghapusan sanksi administrasi pajak bagi wajib pajak (WP) belum terlalu memuaskan. Dia menilai, penyebab rendahnya realisasi pajak adalah kurangnya sosialisasi dan insentif yang belum mendorong WP untuk terlibat dalam kebijakan tersebut. Satu-satunya jenis pajak yang mengalami pertumbuhan pada Agustus adalah pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang naik 9,46 persen secara tahunan.
(akr)