Target Pajak di Balik Mundurnya Sigit Pramudito

Sabtu, 05 Desember 2015 - 07:01 WIB
Target Pajak di Balik Mundurnya Sigit Pramudito
Target Pajak di Balik Mundurnya Sigit Pramudito
A A A
KABAR mengejutkan datang dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri dari jabatannya sebagai direktur jenderal pajak.

Berbagai spekulasi muncul atas mundurnya orang nomor satu di otoritas pajak tersebut. Apa dan mengapa Sigit meninggalkan kursi yang baru didudukinya selama satu tahun?

Dalam surat pengunduran dirinya yang disampaikan kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Sigit meninggalkan jabatan karena gagal mencapai target pajak pada 2015.

"Iya, sudah. Alasannya iya mengundurkan diri karena tidak mampu mengejar target yang sudah diberikan pemerintah," ujar Bambang di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Dalam broadcast yang beredar, Sigit mengungkapkan alasan dirinya meninggalkan jabatan kepada sejumlah kolega di Ditjen Pajak melalui pesan singkat.

"Teman2 sekalian yg saya cintai, saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Dirjen Pajak. Pengunduran ini semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab saya yg tidak berhasil memimpin DJP dlm mencapai target penerimaan pajak yg dapat ditolelir (diatas 85%).Perhitungan saya hanya akan mencapai 80-82% di akhir tahun 2015. Saya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan teman2 sekalian, mohon maaf bila ada hal2 yang tidak berkenan selama ini. Semoga Dirjen Pajak y.a.d akan membawa DJP semakin Jaya, kredibel, akuntabel dan dapat dibanggakan".


Atas pengunduran diri Sigit, Menkeu Bambang langsung menunjuk Plt pengganti, yakni Staf Ali Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Ken menuturkan, kehadirannya sebagai pengganti sementara Sigit Pramudito untuk menjaga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak dianggap kosong dan mati. Dia tidak menampik mundurnya Sigit telah menimbulkan banyak spekulasi yang mengatakan bahwa DJP tidak akan lagi menjalankan fungsinya sebagai petugas pajak.

"Ya, karena Pak Sigit mengundurkan diri, ada yang menganggap begitu. Jadi agar DJP tidak kosong, ditunjuklah saya. Ini memberikan arti DJP masih ada, belum mati. Kalau pimpinannya tidak ada, bisa-bisa nanti dianggapnya mati," kata Ken di Kantor DJP, Kamis (3/12/2015)

Dia menyebutkan, terkait peluang menjadi Dirjen Pajak tetap, dirinya menyerahkan semua keputusan kepada pimpinan negara untuk menentukan kebijakan tersebut. Mundurnya Sigit dianggap sebagai kejadian yang tiba-tiba dan mendadak.

"Kalau soal buka lelang jabatan lagi atau mau tunjuk siapa, itu kebijakan pimpinan. Saya tidak tahu, apalagi meramal untuk ke depan," imbuhnya, sambil tersenyum.

Ken juga mengatakan istilah menggenjot pajak hingga akhir tahun tidak ada. Sebab, pajak ditentukan bukan hanya pada Desember, namun mulai dihitung sejak Januari. "Saya akan memaksimalkan (waktu) untuk kejar penerimaan lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya. Saya tidak bisa meramal," imbuhnya.

Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai Sigit telah mencetak rekor terbesar dalam sejarah kekurangan target penerimaan (shortfall) pajak di Indonesia.

Pemerintah memperkirakan shortfall pajak tahun ini membengkak menjadi sekitar Rp160 triliun. Kekurangan pajak ini naik dari perkiraan sebelumnya, yakni sebesar Rp120 triliun dari target Rp1.294,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.

"Dia tidak mencapai target (penerimaan pajak), mungkin dalam sejarah ini shortfall-nya yang terbesar. Ini pertama kalinya kekurangannya begitu besar," ujar Fuad, saat dihubungi Sindonews.

Menurutnya, selain karena target penerimaan pajak yang dicanangkan pemerintah terlampau besar, tidak tercapainya target pajak juga lantaran Sigit kurang memiliki terobosan untuk menggenjot penerimaan pajak.

"‎Di satu pihak targetnya memang ketinggian. Tapi juga kurang ada terobosan yang diambil. Karena masa iya penerimaannya di bawah tahun lalu. Itu agak aneh. Jadi ketinggian, tapi penerimaan di bawah tahun sebelumnya baru terjadi," bebernya.

Kendati demikian, Fuad mengapresiasi langkah Sigit mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri tersebut merupakan bentuk tanggung jawab serta konsekuensi yang harus ditanggung Dirjen Pajak.

"Jadi saya apresiasi pengunduran dirinya, namanya orang itu tahu tanggung jawab dan tahu malu. Keteladanan bagi pejabat yang lain, yang umumnya juga bermasalah tapi masih ndableg," katanya.

Menurut Fuad, menteri keuangan sebagai pimpinan juga ‎harus turut bertanggung jawab lantaran setiap kebijakan apapun menyangkut penerimaan negara pasti satu pintu. Penerimaan pajak yang meleset tidak terlepas dari peran Menkeu (Bambang Brodjonegoro). "‎Karena sebagian besar kebijakan juga dari tangan menteri. Tidak bisa jalan kalau enggak ada dukungan menteri," tandasnya.

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) memandang, mundurnya Sigit Priadi Pramudito dari kursi Direktur Jenderal Pajak perlu dijadikan momentum melakukan reformasi perpajakan yang mendasar dan menyeluruh.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, momentum ini harus segera dimanfaatkan dengan baik untuk menghindari kemungkinan korban-korban, seperti Sigit di masa mendatang.

"Situasi transisional ini harus dijadikan momentum melakukan perubahan dan perbaikan kualitas organisasi, SDM, pelayanan, dan koordinasi kelembagaan," ujarnya.

Menurut Yustinus, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu segera menetapkan Dirjen Pajak baru yang definitif untuk menggantikan tugas Sigit. Kandidat dari kalangan internal masih menjadi kebutuhan untuk menduduki kursi nomor satu di lembaga otoritas pajak tersebut. "Dengan mempertimbangkan faktor akseptabilitas, kepemimpinan, kompetensi, dan integritas," imbuhnya.

Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, salah satu penyebab rendahnya realisasi penerimaan pajak tahun ini karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibanding tahun lalu. Melambatnya ekonomi, mempengaruhi jumlah transaksi perdagangan barang dan jasa.

Menurutnya, Sigit sudah memetakan berbagai strategi untuk memenuhi target pajak sebesar Rp1.294,3 triliun, termasuk strategi reinventing policy. Namun, berbagai strategi tersebut belum mampu mengangkat kinerja penerimaan tahun ini.

"Jadi itu bagian yang dia lakukan, sekarang ada hasilnya, meski (realiasi penerimaan) enggak 100%. Maka pekerjaan rumah berlanjut lagi. Begitu cara kita kerja dan ini akan dilanjutkan pada 2016," terangnya.

Salah satu tugas dirjen pajak yang baru, papar Suahasil, adalah membuat terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu terobosan dalam waktu dekat, adalah menyelesaikan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) bersama dengan DPR RI.

Di pihak lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi mengemukakan, keputusan tentang Dirjen Pajak Kementerian Keuangan yang baru ada di tangan Presiden Jokowi.

Dia mengatakan, pejabat yang akan mengisi kekosongan kursi Dirjen Pajak bisa dari salah seorang pejabat Ditjen Pajak atau dari hasil penilaian panitia seleksi (pansel), atau bahkan orang baru.‎ Namun, semuanya tetap tergantung Jokowi.

‎"Karena ini kondisinya urgent. Jadi Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi a‎tas Aparatur Sipil Negara, tidak harus menunggu hasil pansel untuk mengisi posisi Dirjen Pajak yang baru," ujarnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12/2015).

Menurut Yuddy, jika Presiden Jokowi merasa perlu segera diisi kekosongan tersebut‎ maka hasil penilaian (assesment) panitia seleksi bisa diabaikan. "Presiden bisa mengukuhkan atau menggantinya dari yang ada, yang baru, dan bisa siapa saja. Karena sifatnya urgent dan mendesak‎," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengungkapkan, masa kerja Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi hanya satu bulan atau berakhir Desember 2015.

Setelah itu, pemerintah akan melakukan seleksi terbuka sesuai Undang-undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mencari pejabat Dirjen Pajak definitif yang terbaik. "‎Nanti kita coba cari seleksi terbuka, mencari yang terbaik," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12/2015).

Menurut Mardiasmo, dalam seleksi terbuka nanti Plt Dirjen Pajak dapat turut maju dalam proses seleksi. Prosesnya sama seperti pemilihan Dirjen Pajak terdahulu, setelah diseleksi nanti diajukan kepada Presiden Jokowi untuk diputuskan dalam Tim Penilaian Akhir (TPA).

"Kalau nanti di jalan juga ada kesempatan, termasuk plt sekarang bisa maju juga. Jadi itu setelah semuanya seperti dulu. Misalnya, siapa menyeleksi seperti apa nanti diajukan ke Presiden untuk TPA," imbuhnya.

Mardiasmo menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bertemu dengan Plt Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi kemarin. "Sudah dipanggil kemarin (Plt Dirjen Pajak), juga saya diminta juga untuk memonitor," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6540 seconds (0.1#10.140)