BI Minta Masyarakat Disiplin Gunakan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyatakan, masyarakat Indonesia harus disiplin menggunakan rupiah di dalam negeri. Saat ini, di Indonesia terjadi demand valas (valuta asing) lebih besar daripada suplai sehingga rupiah melemah.
Apalagi dana yang masuk berkurang. Di pasar modal juga sedikit menurun pemasukannya yang berakibat permintaan lebih besar daripada persediaan valas. (Baca: Rupiah Merana Sentuh Rp14.150/USD)
"Transaksi antar penduduk dalam bentuk valas. Tapi kita juga harus disiplin menggunakan rupiah di dalam negeri. Di Indonesia, 70% USD8 miliar itu transaksinya harus dibayarkan dalam bentuk rupiah. Tapi ini malah dalam bentuk valas. Ini yang membuat tekanan," ungkap Agus di Jakarta, Senin (14/12/2015)
Namun saat ini, lanjut dia, ada progres bahwa pemakaian rupiah lebih banyak. Perlu ada keyakinan bahwa banyak yang menggunakan rupiah. Karena rupiah Indonesia sejak 2014 sudah alami banyak depresiasi.
"Rupiah sepanjang 2014 depresiasi 1,8%. Pada 2015 dari Januari sampai 8 Desember 12%. Kalau dibandingkan dengan Malaysia, mereka 21%, kemudian Brazil 42%, Turki 24%. Jadi negara berkembang banyak tekanan ke mata uangnya," beber Agus.
Dia menerangkan, rupiah terjaga di angka 12%, karena koordinasi kebijakan BI dengan pemerintah kian terjaga dengan baik.
"Kami sambut baik selain reformasi struktural juga ada paket Kebijakan I-VII. Survei kami 9 bulan lalu minat investasi dan berusaha turun sekali, sekarang naik sekali. Momentum ini harus kita jaga bersama. Semua negara sedang dalam keadaan tertekan karena rencana kenaikan Fed rate," pungkasnya.
Apalagi dana yang masuk berkurang. Di pasar modal juga sedikit menurun pemasukannya yang berakibat permintaan lebih besar daripada persediaan valas. (Baca: Rupiah Merana Sentuh Rp14.150/USD)
"Transaksi antar penduduk dalam bentuk valas. Tapi kita juga harus disiplin menggunakan rupiah di dalam negeri. Di Indonesia, 70% USD8 miliar itu transaksinya harus dibayarkan dalam bentuk rupiah. Tapi ini malah dalam bentuk valas. Ini yang membuat tekanan," ungkap Agus di Jakarta, Senin (14/12/2015)
Namun saat ini, lanjut dia, ada progres bahwa pemakaian rupiah lebih banyak. Perlu ada keyakinan bahwa banyak yang menggunakan rupiah. Karena rupiah Indonesia sejak 2014 sudah alami banyak depresiasi.
"Rupiah sepanjang 2014 depresiasi 1,8%. Pada 2015 dari Januari sampai 8 Desember 12%. Kalau dibandingkan dengan Malaysia, mereka 21%, kemudian Brazil 42%, Turki 24%. Jadi negara berkembang banyak tekanan ke mata uangnya," beber Agus.
Dia menerangkan, rupiah terjaga di angka 12%, karena koordinasi kebijakan BI dengan pemerintah kian terjaga dengan baik.
"Kami sambut baik selain reformasi struktural juga ada paket Kebijakan I-VII. Survei kami 9 bulan lalu minat investasi dan berusaha turun sekali, sekarang naik sekali. Momentum ini harus kita jaga bersama. Semua negara sedang dalam keadaan tertekan karena rencana kenaikan Fed rate," pungkasnya.
(dmd)