Gappri: Peraturaan Tembakau Lokal 80% Sulitkan Industri
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz menyatakan, peraturan penggunaan tembakau lokal sebanyak 80% tidak bisa serta merta dilaksanakan. Ada dua hal yang perlu dipikirkan sebelum peraturan tersebut dilaksanakan.
"Kita harus melihat dari dua segi, kuantitas dan varitas. Dari segi kuantitas saat ini industri membutuhkan lebih dari 300 ribu ton tembakau setiap tahun, sedangkan produksi lokal hanya mampu menghasilkan sekitar kurang dari 200 ribu ton," ujarnya.
Belum lagi dari keragaman varitas yang dihasilkan di negeri ini. Dia mencontohkan varitas tembakau Virginia yang hanya bisa dihasilkan di daerah tertentu di Indonesia. Hal ini membuat industri tidak memiliki pilihan lain selain mengimpor jenis ini.
Hasan juga menyayangkan peraturan yang mewajibkan industri untuk membayar cukai sebanyak tiga kali lipat jika produknya menggunakan tembakau impor dan pengenaan bea masuk sebesar 60% untuk impor tembakau, ini akan menyebabkan industri mengalami kesulitan secara ekonomi.
"Peraturan ini akan membuat industri yang sudah berjalan baik mengalami kesulitan, yang akan bisa bertahan hanya pabrikan besar. Ini implikasinya banyak," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian melalui Direktur Industri Minuman dan Tembakau Faiz Ahmad mengatakan, saat ini 40% tembakau di Indonesia masih impor. Hasil produksi tembakau di Indonesia sekitar 180 ribu sampai 190 ribu ton per tahun, sedangkan yang dibutuhkan mencapai 330 ribu ton per tahun.
"Kita harus melihat dari dua segi, kuantitas dan varitas. Dari segi kuantitas saat ini industri membutuhkan lebih dari 300 ribu ton tembakau setiap tahun, sedangkan produksi lokal hanya mampu menghasilkan sekitar kurang dari 200 ribu ton," ujarnya.
Belum lagi dari keragaman varitas yang dihasilkan di negeri ini. Dia mencontohkan varitas tembakau Virginia yang hanya bisa dihasilkan di daerah tertentu di Indonesia. Hal ini membuat industri tidak memiliki pilihan lain selain mengimpor jenis ini.
Hasan juga menyayangkan peraturan yang mewajibkan industri untuk membayar cukai sebanyak tiga kali lipat jika produknya menggunakan tembakau impor dan pengenaan bea masuk sebesar 60% untuk impor tembakau, ini akan menyebabkan industri mengalami kesulitan secara ekonomi.
"Peraturan ini akan membuat industri yang sudah berjalan baik mengalami kesulitan, yang akan bisa bertahan hanya pabrikan besar. Ini implikasinya banyak," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian melalui Direktur Industri Minuman dan Tembakau Faiz Ahmad mengatakan, saat ini 40% tembakau di Indonesia masih impor. Hasil produksi tembakau di Indonesia sekitar 180 ribu sampai 190 ribu ton per tahun, sedangkan yang dibutuhkan mencapai 330 ribu ton per tahun.
(dmd)