Pertumbuhan Ekonomi RI 2016 Dikendalikan Negara Maju
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Senior Mandiri Sekuritas, Leo Putra Rinaldy menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 masih akan mengalami tantangan terutama berasal dari pertumbuhan ekonomi negara maju.
Menurutnya yang menjadi pendorong utama ekonomi dunia tahun depan bukan lagi berasal dari negara-negara berkembang, namun dari negara maju seperti Amerika Serikat dan negara benua Eropa.
Dia juga menambahkan Indonesia masih harus mewaspadai kenaikan kembali suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih bakal menanjak secara bertahap tahun depan dan pelemahan ekonomi China yang sempat mendevaluasikan mata uangnya.
"Di 2016 Indonesia masih akan menghadapi risiko global yaitu kenaikan Fed Fund Rate, dan pelemahan ekonomi di China. Itu yang harus diwaspadai untuk tahun depan," ucapnya dalam Economic Outlook Mandiri, di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Lebih lanjut Dia menjelaskan Data International Monetary Fund (IMF) memperkirakan, dalam kisaran waktu 2015-2020, ekonomi negara-negara maju berada dalam tren yang positif dan mengalami kenaikan, kecuali di China yang masih akan mengalami pelemahan.
"Pertumbuhan akan di drive oleh negara-negara maju seperti AS dan prediksi akan terus pick up rata-rata naik 2,5%. Tapi untuk China akan turun terus," katanya.
Terlebih lagi katanya, situasi mengkhawatirkan akan terjadi pada yuan yang akan terus terdevaluasi sampai tahun depan yang berakibat ke melamahnya mata uang Indonesia.
"Prediksinya seperti itu, China akan masih mendevaluasikan yuan. Karena trennya terus melambat. Ini berpotensi ke pelemahan mata uang kita," katanya.
Selain itu, kenaikan fed rate (suku bunga AS) juga perlu diperhatikan, karena akan berdampak signifikan terhadap rupiah jika sampai terjadi kenaikan 125 basis poin (bps) ke atas.
"Kenaikan Fed Fund Rate itu bisa jadi tekanan buat Indonesia kalau di atas 125 bps, itu jadi volatility ke rupiah. Nah, kalau market kita memang ekspektasi kenaikannya 2-3 kali, 50-70 bps," tandasnya.
Menurutnya yang menjadi pendorong utama ekonomi dunia tahun depan bukan lagi berasal dari negara-negara berkembang, namun dari negara maju seperti Amerika Serikat dan negara benua Eropa.
Dia juga menambahkan Indonesia masih harus mewaspadai kenaikan kembali suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih bakal menanjak secara bertahap tahun depan dan pelemahan ekonomi China yang sempat mendevaluasikan mata uangnya.
"Di 2016 Indonesia masih akan menghadapi risiko global yaitu kenaikan Fed Fund Rate, dan pelemahan ekonomi di China. Itu yang harus diwaspadai untuk tahun depan," ucapnya dalam Economic Outlook Mandiri, di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Lebih lanjut Dia menjelaskan Data International Monetary Fund (IMF) memperkirakan, dalam kisaran waktu 2015-2020, ekonomi negara-negara maju berada dalam tren yang positif dan mengalami kenaikan, kecuali di China yang masih akan mengalami pelemahan.
"Pertumbuhan akan di drive oleh negara-negara maju seperti AS dan prediksi akan terus pick up rata-rata naik 2,5%. Tapi untuk China akan turun terus," katanya.
Terlebih lagi katanya, situasi mengkhawatirkan akan terjadi pada yuan yang akan terus terdevaluasi sampai tahun depan yang berakibat ke melamahnya mata uang Indonesia.
"Prediksinya seperti itu, China akan masih mendevaluasikan yuan. Karena trennya terus melambat. Ini berpotensi ke pelemahan mata uang kita," katanya.
Selain itu, kenaikan fed rate (suku bunga AS) juga perlu diperhatikan, karena akan berdampak signifikan terhadap rupiah jika sampai terjadi kenaikan 125 basis poin (bps) ke atas.
"Kenaikan Fed Fund Rate itu bisa jadi tekanan buat Indonesia kalau di atas 125 bps, itu jadi volatility ke rupiah. Nah, kalau market kita memang ekspektasi kenaikannya 2-3 kali, 50-70 bps," tandasnya.
(akr)