Ekonom: Indonesia Terlalu Banyak Pungutan

Rabu, 30 Desember 2015 - 10:24 WIB
Ekonom: Indonesia Terlalu Banyak Pungutan
Ekonom: Indonesia Terlalu Banyak Pungutan
A A A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Yustinus Prastowo menyatakan, Indonesia telah mengalami terlalu banyak pungutan termasuk salah satunya pungutan dana ketahanan energi.

Selain itu, Direktur Eksekutif dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) ini menyatakan bahwa pungutan-pungutan ini tidak maksimal penyalurannya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Menyimak aneka simpang siur pemberitaan berikut respons publik yang beragam soal dana ketahanan energi, saya memahami ini sebagai bentuk respons publik (warga negara) yang merasakan adanya terlalu banyak jenis pungutan dari negara (termasuk yang tak resmi). Di sisi lain manfaat belum optimal," kata dia kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (30/12/2015).

Pemerintah, kata dia, harus mewaspadai dinamika sosio-politik ini agar tidak menimbulkan gejolak.
Pasalnya,‎ sejarah mencatat jatuh bangunnya peradaban dan kekuasaan disulut oleh beban pajak (dan pungutan) yang tinggi.

"Secara normatif pungutan ini dimungkinkan di UU No 30/2007 tentang energi dan PP 79/2014 tentang Ketahanan energi nasional. Tetapi pungutan oleh negara sesuai Pasal 23A UUD hanya berupa pajak atau pungutan lain (non-pajak) yang diatur dengan UU," jelasnya. (Baca: Yusril: Pungutan Dana Ketahanan Energi Langgar Aturan).

Menurutnya, karena belum ada UU sebagai pelaksanaan Pasal 23A tentang pungutan bukan pajak, maka masyarakat tunduk pada UU No 20 tahun 1997 tentang PNBP. Lalu akan dibuat PP sebagai aturan pelaksanaan. Atau dapat menggunakan skema BLU lalu earmarking seperti CPO Fund.

Tanpa ada PP yang mengatur jenis dan tarif pungutan dana ketahanan energi, pungutan ini berpotensi melanggar UUD dan UU. Hal ini akan menambah persoalan di ruang publik, ditambah kemasan isu yang seolah tak peka pada beban rakyat.

"Meski dana ini penting dan niscaya, saya berharap pemerintah memperhatikan sisi regulasi dan governance agar tak menimbulkan dampak buruk ke depannya. Setidaknya mulai diwacanakan bahwa pungutan ini masih konsep atau ide dan bisa diterapkan jika PP terbit dan dimasukkan dalam APBNP 2016," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6624 seconds (0.1#10.140)