Mengukur ISC Bersih dari Para Pemburu Rente
A
A
A
PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan 'bersih-bersih' dalam sistem tata kelola minyak dan gas (migas) di Tanah Air. Salah satu sorotan adalah pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang disebut-sebut sebagai sarang pemburu rente alias mafia di sektor migas.
'Tikus-tikus' yang bersarang di tubuh anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut terus mengobok-obok proses tender pembelian minyak dan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan Petral dan menyebabkan harga beli minyak dan BBM menjadi lebih mahal dari harga wajar.
Untuk diketahui, Petral awalnya merupakan Pertamina Trading Energy atau Petra Group yang berdiri pada 1969, dan merupakan perusahaan patungan antara Pertamina dan US Interest Group guna memasarkan produk minyak dan minyak mentah milik Pertamina.
Tugas utama Petral adalah kepanjangan tangan perdagangan dan pemasaran Pertamina di pasar internasional, serta mendukung tugas Pertamina untuk memasok dan memenuhi permintaan minyak dan gas di Indonesia. Dalam misinya, Petral memiliki dua anak usaha yaitu Pertamina Energy Services Pte Limited (PES), dan Zambesi Investments Limited (ZIL).
Sejatinya, wacana pembubaran Petral sebagai sarang mafia migas telah berlangsung lama. Saat itu, Dahlan Iskan yang menjabat sebagai Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) mewacanakan pembubaran Petral. Sayangnya, wacana tersebut menguap begitu saja tanpa ada tindak lanjut.
Kemudian, wacana pembubaran anak usaha Pertamina yang bermarkas di Singapura ini kembali dihembuskan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelum benar-benar dibubarkan, Menteri ESDM Sudirman Said bersama Menteri BUMN Rini Soemarno membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang digawangi ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri.
Tugas tim ini, pertama mereview seluruh proses perizinan dari hulu ke hilir. Kedua, merekomendasikan untuk menata ulang kelembagaan yang terkait dengan pengolaan migas. Ketiga, mempercepat revisi UU Migas.
Keempat, merevisi seluruh proses bisnis agar ruang gerak pemburu rente dalam setiap mata rantai dapat diminimalisir. Tim ini pun diberi kewenangan untuk mengkaji keberadaan Petral.
Ketua Tim RTKM Faisal Basri mengakui bahwa upaya pembubaran Petral telah dilakukan sejak 2012. Namun sulit dilaksanakan karena anak usaha Pertamina ini sudah lama dilindungi.
"Pada 2012 silam, saya bertemu Pak Dahlan (Dahlan Iskan-mantan Menteri BUMN) waktu masih menjabat Menteri BUMN di Aceh. Waktu itu dia punya niat membubarkan Petral. Tapi yang keluar justru instruksi Petral wajib impor minyak melalui NOC (national oil company). Masih banyak kekuatan di atas Pak Dahlan," katanya di Jakarta, Rabu (24/11/2014).
Dalam perjalanannya, tim tersebut setidaknya menemukan lima fakta mengejutkan dibalik proses tender minyak dan BBM yang dilakukan Petral. Pertama, pengadaan minyak sudah sepenuhnya dari NOC. Namun, NOC pemenang tender kerap hanya sebagai perantara. Hal ini dimungkinkan oleh Persetujuan Direksi No RRD-54/C00000/2012-SO, tanggal 4 Juni 2012.
Kedua, NOC rekanan Petral sering hanya sebagai fronting untuk memenuhi ketentuan bagi pemasok minyak yang sebenarnya. Contoh, Maldives NOC Ltd. Siapa pemasok sebenarnya yang berada di balik NOC tidak diketahui pasti. Petral tidak mempermasalahkan dari mana asal atau sumber minyak yang diperoleh NOC.
Ketiga, tim menemukan adanya agen yang menggunakan PV Oil (NOC Vietnam) sebagai fronting dalam pengadaan minyak mentah dari Nigeria. Pemasok sebenarnya adalah Trafigura yang memiliki hak alokasi atas minyak Nigeria.
Keempat, pelaku di pasar minyak berpendapat, bahwa spesifikasi produk (minyak mentah dan BBM) yang ditenderkan Petral tidak lazim; proses tender berbelit-belit; harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agen atau arranger. Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui pihak ketiga.
Kelima, tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan 'tersembunyi' yang terlibat dalam proses tender, termasuk indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.
Petral Dibekukan, Impor BBM Dialihkan ke ISC
Setelah menemukan berbagai fakta terkait Petral, pada 13 Mei 2015, direksi Pertamina bersama Menteri BUMN Rini Soemarno memutuskan untuk membekukan (likuidasi) kegiatan usaha Petral. Ini bagian dari proses pembubaran anak usaha BUMN migas tersebut.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan, langkah pembubaran Petral akan didahului dengan financial dan legal due diligence, serta audit forensik yang dilakukan auditor Kordamentha. Audit investigasi ini instruksi langsung dari Presiden Jokowi.
"Ada beberapa hal yang ditekankan Presiden terhadap Petral, yaitu harus dilakukannya audit investigasi. Proses likuidasi ini harus dilakukan audit investigasi," katanya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, proses audit investigasi ini memungkinkan untuk ditindaklanjuti di ranah hukum jika ke depan ditemukan tindakan yang melanggar hukum. "Prosesnya kami minta ke direksi secara transparan. Likuidasi ini seluruhnya karena Petral satu grup (PES dan Zambesi) semua akan dilikuidasi," tegas dia.
Sementara, untuk kegiatan bisnis Petral terutama untuk kegiatan ekspor dan impor BBM akan dijalankan Pertamina melalui ISC. Perseroan pun akan merampungkan tata kelola dan perbaikan bisnis di ISC.
Sementara, Menteri ESDM Sudirman Said menyebutkan bahwa Pertamina telah memperoleh efisiensi sebesar USD22 juta atau sekitar Rp287,59 miliar (kurs Rp13.072/USD) dengan telah dilimpahkan kewenangan Petral dalam proses tender minyak ke ISC.
"Yang menarik kan gini, kami juga laporkan tadi bahwa dalam tiga bulan saja Pertamina melalui ISC nya dan setelah Petral berubah bentuk bukan lagi sebagai single buyer itu terjadi penghematan USD22 juta," ucapnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (15/5/2015).
Sudirman mengungkapkan, sejak dilimpahkan ke ISC, telah terjadi perubahan pola kerja terkait pengadaan minyak tersebut. Kini, ISC melakukan kesepakatan langsung (direct deal) dengan para pemasok.
"ISC melakukan direct deal dengan para pemasok, jadi membuka tender langsung, petral tidak lagi menjadi single buyer. Dulu kan pembelian seluruhnya lewat Petral, kemudian diserahkan kepada ISC. Sejak manajemen baru tidak begitu," jelas dia.
Selang beberapa bulan setelah Petral dibekukan, hasil audit forensik yang dilakukan lembaga auditor independen Kordamentha pun keluar. Terungkaplah bahwa ada pihak ketiga yang memainkan proses tender pengadaan minyak dan BBM di Petral. Pihak ketiga tersebut diklaim sebagai orang luar yang bukan berasal dari Pertamina maupun Petral.
Sudirman menjelaskan, pihak ketiga tersebut ikut campur serta melakukan intervensi dalam proses pengadaan jual beli minyak mentah maupun produk BBM. Akibatnya, negara rugi karena tidak dapat memperoleh harga yang optimal dalam membeli BBM.
Sayangnya, dia tidak ingin membeberkan siapa pihak ketiga yang dimaksud. Mantan Bos Pindad ini hanya menuturkan bahwa pihak ketiga tersebut adalah sebuah perusahaan yang kerap didengungkan selama ini. Jika cukup bukti, pemerintah siap menyeret kasus tersebut ke ranah hukum.
"Mereka badan usaha yang sering disebut selama ini, bukan perorangan, grup itu sering disebut. Itu dia hebatkan? Bisnis bisa memainkan negara," ujarnya di Jakarta, Minggu (8/11/2015).
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto memutuskan untuk menonaktifkan empat orang pejabat setingkat manajer yang bertugas di Petral. Hal ini lantaran mereka diduga bekerja sama dengan pihak luar terkait tender pengadaan minyak dan BBM oleh Petral.
Menurut Dwi, keempat orang ini bekerja sama dengan pihak luar dan membuat harga BBM yang dibeli Petral menjadi lebih mahal. "Yang empat orang itu sudah kita nonaktifkan sambil kita investigasi lebih lanjut. Sekarang (setelah Petral dibekukan) sudah ditarik di Pertamina. (kesalahannya) Dia kerja sama dengan pihak luar sehingga membuat harga lebih mahal," terangnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Berbagai temuan tersebut semakin menguatkan anggapan sejumlah kalangan bahwa bisnis minyak dan gas selama ini dikendalikan para pemburu rente atau mafia migas. Kini, proses impor minyak dan BBM yang dilakukan Petral telah dialihkan ke ISC, selaku unit bisnis Pertamina. Lantas, akankah ISC dapat bersih sepenuhnya dari para pemburu rente?.
Pakar Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhy berharap, para pelaku yang terlibat dalam praktik kotor tender Petral dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat. Sehingga, paling tidak akan memberi efek jera kepada para mafia yang kini masih mencari celah untuk kembali masuk dalam proses pengadaan BBM tersebut.
"Kalau misalnya pelaku pemburu rente di Petral itu tertangkap kemudian dihukum, paling tidak akan beri efek jera kepada para mafia, sehingga mafia yang tersisa akan jera. Tapi memang tidak menjamin bahwa itu akan memberantas mafia, kalau tidak ada kelanjutan-kelanjutannya," katanya kepada Sindonews.
Selain melakukan 'bersih-bersih' dalam proses pengadaan minyak dan BBM tersebut, Fahmy menyarankan agar tata kelola migas di Tanah Air harus dibenahi dan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
Menurutnya, cara tersebut justru paling efektif mencegah mafia kembali menyelinap dalam bisnis sektor migas.
Mantan anggota Tim RTKM ini mengakui, dengan dilimpahkannya kewenangan Petral kepada ISC, maka para 'tikus-tikus' tersebut akan bermigrasi ke ISC. Namun, proses pengadaan minyak di ISC akan jauh lebih terkontrol lantaran kantornya berada di Indonesia.
"Pada saat di Petral di Singapura, Bareskrim atau BPK tidak bisa masuk kesana karena bukan teritorial. Dengan dipindahkan, meskipun belum bersih 100% tapi memudahkan untuk menindak," jelas dia.
Selain itu, para pejabat yang ada di ISC harus dirombak. Pertamina harus menempatkan orang-orang yang memiliki integritas untuk duduk dalam kursi strategis di ISC. Ini menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki tata kelola migas di Indonesia dan memagari bisnis migas dari para mafia.
"Kalau tata kelola sudah dibenahi, kemudian juga dibimbing orang-orang yang punya integritas, maka akan memagari mafia. Mafia tidak akan berhenti, tapi tidak akan bisa masuk. Kalau enggak ada pembenahan dan penggantian orang lama, maka mafia akan tetap mengobok," ungkap Fahmi.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini meyakini bahwa tata kelola migas menjadi pagar agar pemburu rente tidak bisa masuk. Pasalya, masuknya mafia dalam bisnis migas lantaran mereka memanfaatkan kelemahan tata kelola serta memanfaatkan kedekatan dengan para pengambil keputusan.
"Kalau dua-duanya dibenahi, mafia masih ada tapi enggak akan bisa masuk. Apalagi di Jakarta, kalau ada indikasi penyelewangan maka dengan mudah aparat akan mengusut dan menangkap orangnya," terang dia.
Menurutnya, penunjukkan Daniel Purba sebagai Bos ISC merupakan pilihan tepat. Pasalnya, Daniel yang juga mantan anggota Tim RTKM ini tahu persis apa yang harus dilakukan. Terbukti, sejak awal menjabat telah terjadi penghematan cukup besar dalam pengadaan minyak dan BBM.
Terjadinya penghematan tersebut, kata Fahmi, menjadi indikator bahwa mafia sudah tidak bisa lagi bermain dalam proses tender minyak. "Itu indikator bahwa penghematan tadi itu biasanya kan diambil mafia. Itu menunjukkan indikasi bahwa mafia migas sudah tidak bisa masuk karena sistem di ISC sudah bagus, kemudian juga para pelakunya sudah punya komitmen tidak ikut bermain," bebernya.
Dia meyakini, jika tata kelola migas terus dibenahi dan ISC tetap diisi orang-orang kredibel serta transparan, maka para mafia tersebut tidak akan mengobrak-abrik proses pengadaan minyak tersebut.
"Siapapun, apakah perusahaan minyak yang baik-baik atau mafia maka mereka akan terseleksi sistem tadi. Nah, jadi saya optimis selama sistem tata kelola diperbaiki, maka ke depan mafia itu tidak bisa ikut bermain di ISC," pungkas Fahmi.
'Tikus-tikus' yang bersarang di tubuh anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut terus mengobok-obok proses tender pembelian minyak dan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan Petral dan menyebabkan harga beli minyak dan BBM menjadi lebih mahal dari harga wajar.
Untuk diketahui, Petral awalnya merupakan Pertamina Trading Energy atau Petra Group yang berdiri pada 1969, dan merupakan perusahaan patungan antara Pertamina dan US Interest Group guna memasarkan produk minyak dan minyak mentah milik Pertamina.
Tugas utama Petral adalah kepanjangan tangan perdagangan dan pemasaran Pertamina di pasar internasional, serta mendukung tugas Pertamina untuk memasok dan memenuhi permintaan minyak dan gas di Indonesia. Dalam misinya, Petral memiliki dua anak usaha yaitu Pertamina Energy Services Pte Limited (PES), dan Zambesi Investments Limited (ZIL).
Sejatinya, wacana pembubaran Petral sebagai sarang mafia migas telah berlangsung lama. Saat itu, Dahlan Iskan yang menjabat sebagai Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) mewacanakan pembubaran Petral. Sayangnya, wacana tersebut menguap begitu saja tanpa ada tindak lanjut.
Kemudian, wacana pembubaran anak usaha Pertamina yang bermarkas di Singapura ini kembali dihembuskan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelum benar-benar dibubarkan, Menteri ESDM Sudirman Said bersama Menteri BUMN Rini Soemarno membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang digawangi ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri.
Tugas tim ini, pertama mereview seluruh proses perizinan dari hulu ke hilir. Kedua, merekomendasikan untuk menata ulang kelembagaan yang terkait dengan pengolaan migas. Ketiga, mempercepat revisi UU Migas.
Keempat, merevisi seluruh proses bisnis agar ruang gerak pemburu rente dalam setiap mata rantai dapat diminimalisir. Tim ini pun diberi kewenangan untuk mengkaji keberadaan Petral.
Ketua Tim RTKM Faisal Basri mengakui bahwa upaya pembubaran Petral telah dilakukan sejak 2012. Namun sulit dilaksanakan karena anak usaha Pertamina ini sudah lama dilindungi.
"Pada 2012 silam, saya bertemu Pak Dahlan (Dahlan Iskan-mantan Menteri BUMN) waktu masih menjabat Menteri BUMN di Aceh. Waktu itu dia punya niat membubarkan Petral. Tapi yang keluar justru instruksi Petral wajib impor minyak melalui NOC (national oil company). Masih banyak kekuatan di atas Pak Dahlan," katanya di Jakarta, Rabu (24/11/2014).
Dalam perjalanannya, tim tersebut setidaknya menemukan lima fakta mengejutkan dibalik proses tender minyak dan BBM yang dilakukan Petral. Pertama, pengadaan minyak sudah sepenuhnya dari NOC. Namun, NOC pemenang tender kerap hanya sebagai perantara. Hal ini dimungkinkan oleh Persetujuan Direksi No RRD-54/C00000/2012-SO, tanggal 4 Juni 2012.
Kedua, NOC rekanan Petral sering hanya sebagai fronting untuk memenuhi ketentuan bagi pemasok minyak yang sebenarnya. Contoh, Maldives NOC Ltd. Siapa pemasok sebenarnya yang berada di balik NOC tidak diketahui pasti. Petral tidak mempermasalahkan dari mana asal atau sumber minyak yang diperoleh NOC.
Ketiga, tim menemukan adanya agen yang menggunakan PV Oil (NOC Vietnam) sebagai fronting dalam pengadaan minyak mentah dari Nigeria. Pemasok sebenarnya adalah Trafigura yang memiliki hak alokasi atas minyak Nigeria.
Keempat, pelaku di pasar minyak berpendapat, bahwa spesifikasi produk (minyak mentah dan BBM) yang ditenderkan Petral tidak lazim; proses tender berbelit-belit; harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agen atau arranger. Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui pihak ketiga.
Kelima, tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan 'tersembunyi' yang terlibat dalam proses tender, termasuk indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.
Petral Dibekukan, Impor BBM Dialihkan ke ISC
Setelah menemukan berbagai fakta terkait Petral, pada 13 Mei 2015, direksi Pertamina bersama Menteri BUMN Rini Soemarno memutuskan untuk membekukan (likuidasi) kegiatan usaha Petral. Ini bagian dari proses pembubaran anak usaha BUMN migas tersebut.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan, langkah pembubaran Petral akan didahului dengan financial dan legal due diligence, serta audit forensik yang dilakukan auditor Kordamentha. Audit investigasi ini instruksi langsung dari Presiden Jokowi.
"Ada beberapa hal yang ditekankan Presiden terhadap Petral, yaitu harus dilakukannya audit investigasi. Proses likuidasi ini harus dilakukan audit investigasi," katanya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, proses audit investigasi ini memungkinkan untuk ditindaklanjuti di ranah hukum jika ke depan ditemukan tindakan yang melanggar hukum. "Prosesnya kami minta ke direksi secara transparan. Likuidasi ini seluruhnya karena Petral satu grup (PES dan Zambesi) semua akan dilikuidasi," tegas dia.
Sementara, untuk kegiatan bisnis Petral terutama untuk kegiatan ekspor dan impor BBM akan dijalankan Pertamina melalui ISC. Perseroan pun akan merampungkan tata kelola dan perbaikan bisnis di ISC.
Sementara, Menteri ESDM Sudirman Said menyebutkan bahwa Pertamina telah memperoleh efisiensi sebesar USD22 juta atau sekitar Rp287,59 miliar (kurs Rp13.072/USD) dengan telah dilimpahkan kewenangan Petral dalam proses tender minyak ke ISC.
"Yang menarik kan gini, kami juga laporkan tadi bahwa dalam tiga bulan saja Pertamina melalui ISC nya dan setelah Petral berubah bentuk bukan lagi sebagai single buyer itu terjadi penghematan USD22 juta," ucapnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (15/5/2015).
Sudirman mengungkapkan, sejak dilimpahkan ke ISC, telah terjadi perubahan pola kerja terkait pengadaan minyak tersebut. Kini, ISC melakukan kesepakatan langsung (direct deal) dengan para pemasok.
"ISC melakukan direct deal dengan para pemasok, jadi membuka tender langsung, petral tidak lagi menjadi single buyer. Dulu kan pembelian seluruhnya lewat Petral, kemudian diserahkan kepada ISC. Sejak manajemen baru tidak begitu," jelas dia.
Selang beberapa bulan setelah Petral dibekukan, hasil audit forensik yang dilakukan lembaga auditor independen Kordamentha pun keluar. Terungkaplah bahwa ada pihak ketiga yang memainkan proses tender pengadaan minyak dan BBM di Petral. Pihak ketiga tersebut diklaim sebagai orang luar yang bukan berasal dari Pertamina maupun Petral.
Sudirman menjelaskan, pihak ketiga tersebut ikut campur serta melakukan intervensi dalam proses pengadaan jual beli minyak mentah maupun produk BBM. Akibatnya, negara rugi karena tidak dapat memperoleh harga yang optimal dalam membeli BBM.
Sayangnya, dia tidak ingin membeberkan siapa pihak ketiga yang dimaksud. Mantan Bos Pindad ini hanya menuturkan bahwa pihak ketiga tersebut adalah sebuah perusahaan yang kerap didengungkan selama ini. Jika cukup bukti, pemerintah siap menyeret kasus tersebut ke ranah hukum.
"Mereka badan usaha yang sering disebut selama ini, bukan perorangan, grup itu sering disebut. Itu dia hebatkan? Bisnis bisa memainkan negara," ujarnya di Jakarta, Minggu (8/11/2015).
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto memutuskan untuk menonaktifkan empat orang pejabat setingkat manajer yang bertugas di Petral. Hal ini lantaran mereka diduga bekerja sama dengan pihak luar terkait tender pengadaan minyak dan BBM oleh Petral.
Menurut Dwi, keempat orang ini bekerja sama dengan pihak luar dan membuat harga BBM yang dibeli Petral menjadi lebih mahal. "Yang empat orang itu sudah kita nonaktifkan sambil kita investigasi lebih lanjut. Sekarang (setelah Petral dibekukan) sudah ditarik di Pertamina. (kesalahannya) Dia kerja sama dengan pihak luar sehingga membuat harga lebih mahal," terangnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Berbagai temuan tersebut semakin menguatkan anggapan sejumlah kalangan bahwa bisnis minyak dan gas selama ini dikendalikan para pemburu rente atau mafia migas. Kini, proses impor minyak dan BBM yang dilakukan Petral telah dialihkan ke ISC, selaku unit bisnis Pertamina. Lantas, akankah ISC dapat bersih sepenuhnya dari para pemburu rente?.
Pakar Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhy berharap, para pelaku yang terlibat dalam praktik kotor tender Petral dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat. Sehingga, paling tidak akan memberi efek jera kepada para mafia yang kini masih mencari celah untuk kembali masuk dalam proses pengadaan BBM tersebut.
"Kalau misalnya pelaku pemburu rente di Petral itu tertangkap kemudian dihukum, paling tidak akan beri efek jera kepada para mafia, sehingga mafia yang tersisa akan jera. Tapi memang tidak menjamin bahwa itu akan memberantas mafia, kalau tidak ada kelanjutan-kelanjutannya," katanya kepada Sindonews.
Selain melakukan 'bersih-bersih' dalam proses pengadaan minyak dan BBM tersebut, Fahmy menyarankan agar tata kelola migas di Tanah Air harus dibenahi dan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
Menurutnya, cara tersebut justru paling efektif mencegah mafia kembali menyelinap dalam bisnis sektor migas.
Mantan anggota Tim RTKM ini mengakui, dengan dilimpahkannya kewenangan Petral kepada ISC, maka para 'tikus-tikus' tersebut akan bermigrasi ke ISC. Namun, proses pengadaan minyak di ISC akan jauh lebih terkontrol lantaran kantornya berada di Indonesia.
"Pada saat di Petral di Singapura, Bareskrim atau BPK tidak bisa masuk kesana karena bukan teritorial. Dengan dipindahkan, meskipun belum bersih 100% tapi memudahkan untuk menindak," jelas dia.
Selain itu, para pejabat yang ada di ISC harus dirombak. Pertamina harus menempatkan orang-orang yang memiliki integritas untuk duduk dalam kursi strategis di ISC. Ini menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki tata kelola migas di Indonesia dan memagari bisnis migas dari para mafia.
"Kalau tata kelola sudah dibenahi, kemudian juga dibimbing orang-orang yang punya integritas, maka akan memagari mafia. Mafia tidak akan berhenti, tapi tidak akan bisa masuk. Kalau enggak ada pembenahan dan penggantian orang lama, maka mafia akan tetap mengobok," ungkap Fahmi.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini meyakini bahwa tata kelola migas menjadi pagar agar pemburu rente tidak bisa masuk. Pasalya, masuknya mafia dalam bisnis migas lantaran mereka memanfaatkan kelemahan tata kelola serta memanfaatkan kedekatan dengan para pengambil keputusan.
"Kalau dua-duanya dibenahi, mafia masih ada tapi enggak akan bisa masuk. Apalagi di Jakarta, kalau ada indikasi penyelewangan maka dengan mudah aparat akan mengusut dan menangkap orangnya," terang dia.
Menurutnya, penunjukkan Daniel Purba sebagai Bos ISC merupakan pilihan tepat. Pasalnya, Daniel yang juga mantan anggota Tim RTKM ini tahu persis apa yang harus dilakukan. Terbukti, sejak awal menjabat telah terjadi penghematan cukup besar dalam pengadaan minyak dan BBM.
Terjadinya penghematan tersebut, kata Fahmi, menjadi indikator bahwa mafia sudah tidak bisa lagi bermain dalam proses tender minyak. "Itu indikator bahwa penghematan tadi itu biasanya kan diambil mafia. Itu menunjukkan indikasi bahwa mafia migas sudah tidak bisa masuk karena sistem di ISC sudah bagus, kemudian juga para pelakunya sudah punya komitmen tidak ikut bermain," bebernya.
Dia meyakini, jika tata kelola migas terus dibenahi dan ISC tetap diisi orang-orang kredibel serta transparan, maka para mafia tersebut tidak akan mengobrak-abrik proses pengadaan minyak tersebut.
"Siapapun, apakah perusahaan minyak yang baik-baik atau mafia maka mereka akan terseleksi sistem tadi. Nah, jadi saya optimis selama sistem tata kelola diperbaiki, maka ke depan mafia itu tidak bisa ikut bermain di ISC," pungkas Fahmi.
(izz)