Realisasi APBN-P 2015 Dapat Nilai A-
A
A
A
JAKARTA - Di tengah banyaknya tantangan dan kondisi perekonomian yang kurang kondusif, realisasi APBN-P 2015 mencatatkan sejumlah prestasi. Bahkan, skor penilaian mencapai A minus (A-).
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, sejumlah persoalan dan tantangan yang dihadapi guna mengimplementasikan APBN-P 2015 bagaikan mahasiswa S1 mengerjakan soal-soal untuk mahasiswa S3.
"Dalam menilai, harus dilihat dulu apakah dosennya memberikan soal untuk mahasiswa S3 atau S1. Dalam hal ini, saya memberikan nilai A minus, nilai yang fair," ujar Misbakhun, dalam diskusi "Membedah Realisasi APBN-P 2015" di Kedai Tjikini, Jakarta, Kamis (7/1/2015).
Dia memaparkan, pertumbuhan ekonomi 2015 mampu tumbuh antara 4,7% hingga 4,8% dengan inflasi 3,35%. Ini menandakan pertumbuhan ekonomi masih positif dan tidak tergerus inflasi. Dibandingkan 2014, pertumbuhan ekonomi saat itu sebesar 5% dan inflasi justru 8,8%, yang berarti pertumbuhan ekonomi minus dan tergerus inflasi. "Kalau disetarakan pertumbuhan ekonomi 4,7-4,8% itu setara dengan pertumbuhan 7%," kata Misbakhun.
Serapan anggaran belanja negara sebesar 91,2% juga dinilai bagus dan tinggi di tengah nomenklatur kementerian dan lembaga yang masih perlu diselesaikan dan volume belanjanya lebih tinggi dari tahun lalu. Infrastruktur yang menjadi pending matters sejak zaman reformasi mulai diselesaikan pemerintahan saat ini, terlihat dari realisasi belanja modal yang naik 54%.
Misbakhun juga menilai, realisasi penerimaan pajak 2015 sebesar Rp1.050 triliun patut diapresiasi, karena untuk pertama kalinya tembus Rp1.000 triliun sejak Indonesia berdiri. Apalagi pencapaian realisasi pajak Rp1.050 triliun terjadi di tengah ekonomi domestik yang sedang terkontraksi. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika pertumbuhan ekonomi pernah mencapai 6,5%, realisasi penerimaan pajak tidak pernah tembus Rp 1.000 triliun.
Target pajak 2015 terbilang tinggi karena adanya masukan dari tim transisi yang menyebut adanya potensi penerimaan pajak yang belum digali sebesar Rp 1.000-2.000 triliun. Akhirnya, oleh tim transisi disepakati Rp1.200 triliun dan akhirnya potensi tersebut didiskon sebesar 50% atau Rp600 triliun.
"Target tambahan penerimaan pajak 2015 sebesar Rp300 triliun atau naik 39% sangat berat. Jauh di atas pertumbuhan normalnya 11-12%," tandas Misbakhun.
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, sejumlah persoalan dan tantangan yang dihadapi guna mengimplementasikan APBN-P 2015 bagaikan mahasiswa S1 mengerjakan soal-soal untuk mahasiswa S3.
"Dalam menilai, harus dilihat dulu apakah dosennya memberikan soal untuk mahasiswa S3 atau S1. Dalam hal ini, saya memberikan nilai A minus, nilai yang fair," ujar Misbakhun, dalam diskusi "Membedah Realisasi APBN-P 2015" di Kedai Tjikini, Jakarta, Kamis (7/1/2015).
Dia memaparkan, pertumbuhan ekonomi 2015 mampu tumbuh antara 4,7% hingga 4,8% dengan inflasi 3,35%. Ini menandakan pertumbuhan ekonomi masih positif dan tidak tergerus inflasi. Dibandingkan 2014, pertumbuhan ekonomi saat itu sebesar 5% dan inflasi justru 8,8%, yang berarti pertumbuhan ekonomi minus dan tergerus inflasi. "Kalau disetarakan pertumbuhan ekonomi 4,7-4,8% itu setara dengan pertumbuhan 7%," kata Misbakhun.
Serapan anggaran belanja negara sebesar 91,2% juga dinilai bagus dan tinggi di tengah nomenklatur kementerian dan lembaga yang masih perlu diselesaikan dan volume belanjanya lebih tinggi dari tahun lalu. Infrastruktur yang menjadi pending matters sejak zaman reformasi mulai diselesaikan pemerintahan saat ini, terlihat dari realisasi belanja modal yang naik 54%.
Misbakhun juga menilai, realisasi penerimaan pajak 2015 sebesar Rp1.050 triliun patut diapresiasi, karena untuk pertama kalinya tembus Rp1.000 triliun sejak Indonesia berdiri. Apalagi pencapaian realisasi pajak Rp1.050 triliun terjadi di tengah ekonomi domestik yang sedang terkontraksi. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika pertumbuhan ekonomi pernah mencapai 6,5%, realisasi penerimaan pajak tidak pernah tembus Rp 1.000 triliun.
Target pajak 2015 terbilang tinggi karena adanya masukan dari tim transisi yang menyebut adanya potensi penerimaan pajak yang belum digali sebesar Rp 1.000-2.000 triliun. Akhirnya, oleh tim transisi disepakati Rp1.200 triliun dan akhirnya potensi tersebut didiskon sebesar 50% atau Rp600 triliun.
"Target tambahan penerimaan pajak 2015 sebesar Rp300 triliun atau naik 39% sangat berat. Jauh di atas pertumbuhan normalnya 11-12%," tandas Misbakhun.
(dmd)