Susi Usulkan Industri Pengolahan Ikan Terbuka untuk Asing
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengusulkan agar dalam peraturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang tengah digodok pemerintah, industri pengolahan perikanan dapat lebih terbuka untuk asing. Dalam aturan sebelumnya porsi asing dibedakan, yakni wilayah Indonesia bagian barat 40%, dan Indonesia bagian timur 60%.
"Mau saya ya samain saja seluruh wilayah Indonesia kan sama. Di atas 50% juga tidak apa-apa mereka kan juga bawa teknologi. Tapi, hulunya tidak boleh," ujar Susi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Bahkan, mantan Bos Susi Air ini tidak keberatan jika industri hilirisasi perikanan ini dapat terbuka 100% untuk asing. Hal ini karena, industri pengolahan berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Selain itu, kata dia, kesejahteraan nelayan akan meningkat karena menyerap tangkapan nelayan, dan harga ikan pun akan lebih mahal. Apalagi, Susi telah melarang industri perikanan tangkap terbuka untuk asing. (Baca: Susi: 9 Kapal Eks Asing China Kabur Pukulan Telak di Awal Tahun)
"Ya boleh juga enggak apa-apa (100% asing). Kan kalau hilirisasi pasti buruhnya kan enggak pakai dari sana. Dan itu akan membawa harga naik, menyerap tangkapan nelayan. Kalau dia enggak boleh tangkap kan pasti beli dari nelayan toh, karena mereka butuh raw material. Yang logis saja aturan," jelasnya.
Wanita asal Pangandaran ini menambahkan, pihaknya berharap dengan terbukanya industri hilirisasi perikanan untuk asing maka pasar pengolahan perikanan akan lebih bagus. Dengan begitu, pengusaha nasional juga tidak ragu untuk masuk dalam industri tersebut. (Baca: Susi Cium Ada yang Bermain di Balik Hilangnya 9 Kapal)
Sebab, selama ini pengusaha perikanan nasional cenderung memilih untuk menjadi calo bagi pengusaha perikanan tangkap asing ketimbang masuk dalam industri pengolahan perikanan. "Supaya kita bisa dapet market bagus kan. Asing masuk, teknologi masuk. Banyak pengusaha kita itu cuma mau jadi rentseeker. Jadi agen-agen. Enggak mau kerja, enggak mau proses," pungkas Susi.
"Mau saya ya samain saja seluruh wilayah Indonesia kan sama. Di atas 50% juga tidak apa-apa mereka kan juga bawa teknologi. Tapi, hulunya tidak boleh," ujar Susi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Bahkan, mantan Bos Susi Air ini tidak keberatan jika industri hilirisasi perikanan ini dapat terbuka 100% untuk asing. Hal ini karena, industri pengolahan berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Selain itu, kata dia, kesejahteraan nelayan akan meningkat karena menyerap tangkapan nelayan, dan harga ikan pun akan lebih mahal. Apalagi, Susi telah melarang industri perikanan tangkap terbuka untuk asing. (Baca: Susi: 9 Kapal Eks Asing China Kabur Pukulan Telak di Awal Tahun)
"Ya boleh juga enggak apa-apa (100% asing). Kan kalau hilirisasi pasti buruhnya kan enggak pakai dari sana. Dan itu akan membawa harga naik, menyerap tangkapan nelayan. Kalau dia enggak boleh tangkap kan pasti beli dari nelayan toh, karena mereka butuh raw material. Yang logis saja aturan," jelasnya.
Wanita asal Pangandaran ini menambahkan, pihaknya berharap dengan terbukanya industri hilirisasi perikanan untuk asing maka pasar pengolahan perikanan akan lebih bagus. Dengan begitu, pengusaha nasional juga tidak ragu untuk masuk dalam industri tersebut. (Baca: Susi Cium Ada yang Bermain di Balik Hilangnya 9 Kapal)
Sebab, selama ini pengusaha perikanan nasional cenderung memilih untuk menjadi calo bagi pengusaha perikanan tangkap asing ketimbang masuk dalam industri pengolahan perikanan. "Supaya kita bisa dapet market bagus kan. Asing masuk, teknologi masuk. Banyak pengusaha kita itu cuma mau jadi rentseeker. Jadi agen-agen. Enggak mau kerja, enggak mau proses," pungkas Susi.
(dmd)