Serikat Pekerja BUMN Tuding Ada Mark-Up Proyek Kereta Cepat

Sabtu, 30 Januari 2016 - 10:33 WIB
Serikat Pekerja BUMN Tuding Ada Mark-Up Proyek Kereta Cepat
Serikat Pekerja BUMN Tuding Ada Mark-Up Proyek Kereta Cepat
A A A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu menuding ada manipulasi harga (mark-up) dalam anggaran proyek kereta cepat rute Jakarta-Bandung, yang pembangunannya baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), beberapa waktu lalu.

Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono menuturkan, proyek tersebut merupakan kerja sama dengan skema public private partnership (PPP) antara China Railway International Group dengan konsorsium BUMN kereta cepat, yang terdiri dasri PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero), PT Industri Kereta Api (Persero) dan PT Wijaya Karya (Persero).

Proyek prestisius Jokowi tersebut dikabarkan menelan biaya sebesar USD5,5 miliar. Jika ditaksir, maka pembangunan infrastruktur high speed line sepanjang 150 kilometer (km) menelan biaya sebesar USD33,3 juta per km.

"Jika ditaksir berarti untuk 1 km pembangunan infrastruktur high speed line 150 km adalah sebesar USD33,3 juta per km. Anggaran tersebut sangat tidak masuk akal," ujarnya, dalam keterangan resminya kepada Sindonews di Jakarta, Sabtu (30/1/2016).

Sebab, saat China Railway Group membangun proyek kereta cepat jalur Haikou-Sanya di China sepanjang 308 km, hanya menelan biaya USD10 juta per km. Padahal, jalur Haikou-Sanya di China secara geologis jauh lebih sulit dibanding Jakarta-Bandung.

Terlebih, lahan yang digunakan untuk jalur proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini lebih banyak menggunakan lahan PTPN VIII, yang sejatinya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membebaskan lahan. Sebab lahan PTPN VIII sudah dijadikan penyertaan modal dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.

"Fakta tersebut memperkuat adanya dugaan mark up dalam proyek kereta cepat tersebut," tegasnya.

Dugaan mark-up anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini jumlahnya pun fantastis yaitu sekitar USD3,5 miliar. Hal ini menggunakan acuan biaya proyek Kereta Cepat Haikuo-Sanya di China yang hanya butuh USD10 juta per km.

Tak hanya itu, Arief menengarai bahwa proyek ini juga nantinya akn meminta jaminan dari pemerintah dalam bentuk sovereign guarantee, kendati proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini dikatakan menggunakan skema PPP dan tidak menggunakan kucuran dana APBN.

"Biasanya sovereign guarantee itu dalam bentuk tanggungan pemerintah dalam hal pengoperasian kereta api cepat jika pendapatannya tidak dapat memenuhi biaya operasionalnya nanti, serta biaya untuk perawatan infrastruktur kereta cepat jika pengoperasian masih terus merugi," bebernya.

Jika nanti pemerintah tidak bisa menanggung biaya operasionalnya, menurut Arief, kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsorsium kereta cepat tersebut dipastikan akan berkurang jumlahnya karena diambil alih oleh China Railway International Group.

Jika ternyata pemerintah tidak bisa menanggung biaya operasionalnya, maka sudah dipastikan kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsosrsium project Kereta Cepat akan berkurang jumlahnya karena diambilalih CRIG. Akhirnya, pengoperasian kereta cepat dan infrastruktur kereta cepat menjadi 100% dimiliki China.

"Bagi CRIG, walaupun sebenarnya proyek ini merugi, namun tidak membuat perusahaannya merugi. Karena dari awal dimulainya groundbreaking saja saham CRIG di bursa saham China sudah naik 3% dan biaya pembangunannya juga 3 kali lipat dari harga normal, yaitu dari seharusnya USD1,5 miliar untuk panjang lintasan 150 km menjadi USD5 miliar," ungkapnya.

Arief menambahkan, proyek kereta api cepat ini juga sarat pelanggaran terhadap UU Perkeretaapian dan melanggar peraturan tentang rencana induk perkeretaapian nasional. Lahan dalam proyek ini pun peruntukannya tidak ada dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, serta melanggar Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Rencana Induk Kereta Api Jawa Barat.

"Karena itu proyek kereta api cepat ini harus dibatalkan karena lebih merugikan Indonesia, apalagi terkesan terburu-buru dan sepertinya banyak oknum yang hanya ingin memburu uang cepat dalam bentuk rente pembangunan proyek tersebut," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4981 seconds (0.1#10.140)