Sri Mulyani Beberkan Ketimpangan RI di Media Asing

Selasa, 02 Februari 2016 - 17:40 WIB
Sri Mulyani Beberkan...
Sri Mulyani Beberkan Ketimpangan RI di Media Asing
A A A
JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang lama tidak terdengar kiprahnya di Tanah Air setelah diangkat sebagai Managing Director Bank Dunia, berbicara soal ketimpangan sosial yang terjadi di dunia lewat tulisannya pada media asing, bostonglobe.com. Dalam sebuah kolom opini, mantan Menkeu era Susilo Bambang Yudhoyono itu menulis artiket yang berjudul 'Kesenjangan Ekstrem, Gejala Masyarakat yang Rusak'.

Ketimpangan sosial adalah masalah yang dihadapi semua negara, baik itu kaya, miskin atau di antaranya. Pada beberapa kasus kesenjangan sosial terjadi ketika pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan semua orang dengan kecepatan setara dan pada saat yang sama. Tapi ketika mayoritas masyarakat mengalami stagnasi ekonomi dan sosial, kesenjangan sosial akan menimbulkan ancaman nyata untuk kemajuan individu dan seluruh negara.

Inilah sebabnya mengapa tingginya kesenjangan sosial, tidak hanya secara moral salah tapi juga gejala masyarakat yang rusak. Hal ini kemudian dapat menyebabkan kemiskinan, menekan pertumbuhan hingga konflik sosial. Inilah kenapa tujuan Bank Dunia tidak hanya memberantas kemiskinan, tapi juga meratakan kemakmuran buat semuanya.

Dalam diskusi kesenjangan sosial sering hanya fokus kepada perbedaan pendapatan. Padahal ada aspek lain ketidaksetaraan yang sama pentingnya. Pertama adalah adanya ketidaksetaraan kesempatan karena biaya yang tinggi dan bisa berdampak serius. Ini berarti bahwa anak-anak sudah merasakan ketimpangan sosial sejak dari mereka dilahirkan. Contohnya, bukti baru dari negara saya sendiri di Indonesia menunjukkan bahwa sepertiga ketimpangan sosial yang terjadi hari ini karena keadaan sejak lahir.

Bahkan di banyak daerah, jika seorang anak lahir di daerah pedesaan dan jika orang tuanya miskin atau dari kelompok marjinal. Maka ia akan mempunyai kesempatan lebih sedikit dan punya kemungkinan lebih besar untuk menjadi lebih miskin. Peluang terbatas membuat mereka sulit memperbaiki ekonomi keluarga sehingga akan terus miskin di seluruh generasi.

Itulah sebabnya kami membantu negara-negara untuk memberikan layanan dasar kepada semua orang, khususnya 40% warga miskin dari keseluruhan populasi. Isu kedua yang tidak kalah pentingnya adalah rasa pesimisme seperti yang dirasakan di Timur Tengah dan beberapa negara bagian Eropa Timur misalnya. Mereka kurang puas dan lebih pesimis tentang masa depannya dibandingkan wilayah lain dengan tingkat kesenjangan yang tidak jauh berbeda.

Hal ini disebabkan memburuknya mobilitas ekonomi, tumbuhnya rasa ketidakadilan, dan kurangnya keadilan sosial. Karena ini kami memberikan bantuan pembangunan di wilayah tersebut dan bertujuan membangun kontral sosial yang baru mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Contohnya di Tunisia, pekerjaan kami adalah mendukung tujuan peralihan setelah musim semi Arab.

Jadi langkah apa yang terbaik untuk menghapuskan ketidaksetaraan? Dibutuhkan koordinasi antar kebijakan yang tepat, pemerintah bersih dan lembaga-lembaga yang baik. Negara-negara berbeda seperti Ukraina, Indonesia, Peru, Mesir dan Etiopia telah meminta kami untuk bekerja sama. Sering kali ini berarti kami bertugas menghilangkan hambatan seperti subsidi energi yang boros, belanja publik yang tidak efisiesn atau pengiriman layanan buruk.

Tapi mungkin untuk mengakhiri ketidaksetaraan adalah kepemimpinan yang baik. Dapat dimulai dengan pemimpin yang perlu memahami pentingnya meratakan pertumbuhan ekonomi dan menghilangkan kesenjangan gender. Manfaat yang sama juga terjadi apabila kebutuhan anak-anak terpenuhi yang paling penting adalah kesehatan dan pendidikan.

Pada akhirnya para pemimpin dunia harus bersedia menantang status quo dan mengatasi tantangan bersama dalam peluang terbatas, korupsi, kurangnya akuntabilitas. Mengatasi ketimpangan sosial akan membutuhkan pemimpin yang siap membuat keputusan yang diperlukan, meski terkadang tidak populer yang terkadang membutuhkan waktu panjang untuk menunjukkan efek.

Ini semua bermuara pada pemimpin yang memiliki keberanian dan kemauan politik untuk mengukur kesuksesan mereka bukan oleh bagaimana margin kecil kroni dan menghubungkan kelompok-kelompok yang terhubung dengannya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat luas.
(akr)
Berita Terkait
Ada dari Negara Tetangga,...
Ada dari Negara Tetangga, Berikut 5 Bank Syariah Terbesar di Dunia
Pernyataan Bank Dunia...
Pernyataan Bank Dunia Mengenai Undang-Undang Cipta Kerja
Bertemu Jokowi, Pimpinan...
Bertemu Jokowi, Pimpinan Bank Dunia Kompak Pakai Batik
Titel Negara Berpendapatan...
Titel Negara Berpendapatan Menengah Atas Jadi Tantangan RI
Mengenal New Development...
Mengenal New Development Bank, Saingan Bank Dunia Milik BRICS
RI Kantongi Utang Rp24,6...
RI Kantongi Utang Rp24,6 T dari Bank Dunia, Pengamat: Alternatif Ideal
Berita Terkini
Berkat Klasterkuhidupku...
Berkat Klasterkuhidupku BRI, Usaha Tenun Ulos Ini Berhasil Meraih Sukses
32 menit yang lalu
BI: Penjualan Ritel...
BI: Penjualan Ritel Maret 2025 Naik Ditopang Efek Lebaran
1 jam yang lalu
Kembali Raih PROPER,...
Kembali Raih PROPER, GRP Tegaskan Peran Aktif dalam Industri Hijau
2 jam yang lalu
Libur Panjang Paskah,...
Libur Panjang Paskah, KAI Siapkan 821 Ribu Tempat Duduk untuk KA Jarak Jauh
2 jam yang lalu
Fitch Ratings Tetapkan...
Fitch Ratings Tetapkan Peringkat Nasional Jangka Panjang Pertagas AA+(idn)
2 jam yang lalu
Kapolda Jambi-SKK Migas...
Kapolda Jambi-SKK Migas Sumbagsel Perkuat Sinergi Dukung Sektor Migas
3 jam yang lalu
Infografis
Kapal Induk Kedua Tiba...
Kapal Induk Kedua Tiba di Timur Tengah, AS Serius Ancam Iran
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved