Asosiasi Pengusaha Anggap Pungutan Tapera Pemerasan

Jum'at, 26 Februari 2016 - 19:17 WIB
Asosiasi Pengusaha Anggap Pungutan Tapera Pemerasan
Asosiasi Pengusaha Anggap Pungutan Tapera Pemerasan
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan pungutan wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebagai pemerasan karena membebankan kepada pengusaha. Tapera dianggap tidak efektif karena dinilai tumpang tindih dengan kebijakan Jaminan Hari Tua (JHT) milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

(Baca Juga: Pungutan Wajib Tapera Dinilai Ulang Kesalahan Bapertarum)

"Selain terkesan menekan para pekerja, Tapera juga memeras pengusaha. Kondisi ini nanti malah membuat kita tidak punya daya saing dab melemahkan daya saing pengusaha Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah mulai diberlakukan," kata Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani di Jakarta, Jumat (26/2/2016).

Dia menambahkan beban pengusaha semakin besar dengan banyaknya iuran dan upah pekerja yang tinggi. Bahkan lanjut dia, para pengembang yang membangun perumahan pun masih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Dalam diskusi kami bersama REI (Real Estat Indonesia) Pak Eddy Hussy bilang bahwa pengembang yang menjalankan misi pembangunan perumahan bingung karena dananya tidak ada. Terus juga cost-nya mahal dan masih dipungut juga PPN (Pajak Pertambahan Nilai)," sambungnya.

(Baca Juga: UU Tabungan Perumahan Rakyat Disahkan DPR)

Lanjut dia, pada lima tahun terakhir dijelaskan kenaikan upah minimum tercatat sudah sebesar 14%. Ditambah dengan iuran seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kesehatan hingga cadangan pesangon, menurutnya pemberi kerja harus menanggung 30,24-31,74% dari upah.

"Misalnya seperti ini, upah Rp1 juta dengan iuran JKK 0,24% maka kenaikan upahnya adalah Rp140 ribu karena 14%. Bagaimana dengan kenaikan Jaminan Sosial dan cadangan pesangonnya yang 10,24% dikali Rp1,14 juta yang hasilnya Rp207 ribu. Jadi kenaikannya Rp140 ribu ditambah Rp207 ribu menjadi Rp347 ribu. Inilah yang saya sampaikan kita menolak," tegasnya.

Ditambahkan beban pengusaha semakin tinggi ketika tingkat suku bunga bank Indonesia yang paling tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN. "Filipina itu suku bunga kreditnya 3%, Malaysia 5-6 persen, Singapura 5%," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3751 seconds (0.1#10.140)