SKK Migas Ungkap Dampak Jika Blok Masela Pakai Skema Darat
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengemukakan bahwa Maluku terancam dikepung masyarakat pendatang, jika skema pengembangan kilang di Blok Masela menggunakan skema pipanisasi darat (onshore).
(Baca Juga: Dua Menteri Ribut Blok Masela, 65% Karyawan Inpex Terancam PHK)
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, konstruksi pembangunan kilang skema onshore membutuhkan 7.000 orang pekerja. Namun, potensi penyerapan tenaga kerja dari masyarakat di sekitar hanya sekitar 2.000 orang.
"Satu pulau dibikin onshore untuk konstruksinya butuh 7.000 orang pekerja paling keseluruhan Maluku itu 2.000 pekerja. 5.000 pasti pendatang dari mana mana kan berarti selama konstruksi itu pulau didominasi oleh pendatang," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
Setelah proses konstruksi selesai, sambung mantan petinggi KPK ini, masyarakat pendatang tersebut belum tentu akan langsung kembali ke daerah asalnya. Bahkan, 2.000 pendatang tersebut justru berpotensi menjadi penduduk tetap di Maluku.
"Udah selesai, mungkin 2.000-an akan stay jadi penduduk situ. Artinya pulau itu yang dominan adalah pendatang juga sampai seterusnya," imbuh dia.
Apalagi, dua kontraktor Blok Masela dalam hal ini Royal Dutch Shell dan Inpex Corporation juga lebih memilih skema pengembangan kilang LNG terapung (floating LNG) dibanding pipanisasi darat.
"Dari kontraktor (Shell dan Inpex) offshore, kalkulasi SKK Migas offshore, kalau dari sisi pembangunan regional, untuk pembangunan masyarakat Maluku ke bagian Selatan dan Maluku pada umumnya itu memang harus offshore," tandasnya.
(Baca Juga: Dua Menteri Ribut Blok Masela, 65% Karyawan Inpex Terancam PHK)
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, konstruksi pembangunan kilang skema onshore membutuhkan 7.000 orang pekerja. Namun, potensi penyerapan tenaga kerja dari masyarakat di sekitar hanya sekitar 2.000 orang.
"Satu pulau dibikin onshore untuk konstruksinya butuh 7.000 orang pekerja paling keseluruhan Maluku itu 2.000 pekerja. 5.000 pasti pendatang dari mana mana kan berarti selama konstruksi itu pulau didominasi oleh pendatang," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
Setelah proses konstruksi selesai, sambung mantan petinggi KPK ini, masyarakat pendatang tersebut belum tentu akan langsung kembali ke daerah asalnya. Bahkan, 2.000 pendatang tersebut justru berpotensi menjadi penduduk tetap di Maluku.
"Udah selesai, mungkin 2.000-an akan stay jadi penduduk situ. Artinya pulau itu yang dominan adalah pendatang juga sampai seterusnya," imbuh dia.
Apalagi, dua kontraktor Blok Masela dalam hal ini Royal Dutch Shell dan Inpex Corporation juga lebih memilih skema pengembangan kilang LNG terapung (floating LNG) dibanding pipanisasi darat.
"Dari kontraktor (Shell dan Inpex) offshore, kalkulasi SKK Migas offshore, kalau dari sisi pembangunan regional, untuk pembangunan masyarakat Maluku ke bagian Selatan dan Maluku pada umumnya itu memang harus offshore," tandasnya.
(akr)