Bank Dunia Pangkas Proyeksi Ekonomi RI, Darmin Tetap Optimistis
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia telah menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,3% menjadi 5,1%. Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dapat mencapai target yang dicanangkan yaitu sebesar 5,3%.
Dia memandang, proyeksi tersebut hanya soal bagaimana menghitung dampak perlambatan perekonomian global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun lalu, Indonesia cukup terpuruk dengan perlambatan ekonomi global, namun tetap saja jika dilihat setiap kuartal selalu mengalami perbaikan.
"Berarti ya ke depan bisa juga kita dorong lebih baik, sehingga untuk mencapai apa yang ditargetkan di APBN sebesar 5,3% ya saya kok tidak melihat itu sesuatu yang berat untuk dicapai," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) menyebutkan pemerintah saat ini lebih fokus dalam hal penerimaan negara agar dapat dikendalikan sesuai target APBN 2016. "Masih bisa dicapai (pertumbuhan ekonomi) walaupun betul soal penerimaan harus dilihat seperti apa, misalnya persoalan tax amnesty-nya dan sebagainya," kata Darmin.
Sekadar informasi, Bank Dunia dalam laporannya memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia dari sebelumnya 5,3% menjadi 5,1%. Dalam laporannya yang bertajuk Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016, Bank Dunia mengemukakan bahwa kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk mendongkrak ekonomi Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves mengatakan, belanja pemerintah untuk infrastruktur telah mendorong pertumbuhan bergerak perlahan, diperkirakan mencapai 5,1% untuk 2016.
Namun, pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah dari yang diperkirakan dan terus menurunnya harga komoditas menimbulkan risiko bagi kelangsungan investasi pemerintah. Sebab itu, kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk perbaikan ekonomi.
"Indonesia masih menikmati angka pertumbuhan yang rata-rata lebih tinggi dari kebanyakan negara pengekspor komoditas lain, akibat melambatnya pertumbuhan global. Tapi pertumbuhan di bawah 6% tidak cukup untuk menampung 3 juta anak muda Indonesia yang memasuki pasar kerja setiap tahun," catatnya, dalam siaran pers yang diterima Sindonews di Jakarta.
Dia memandang, proyeksi tersebut hanya soal bagaimana menghitung dampak perlambatan perekonomian global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun lalu, Indonesia cukup terpuruk dengan perlambatan ekonomi global, namun tetap saja jika dilihat setiap kuartal selalu mengalami perbaikan.
"Berarti ya ke depan bisa juga kita dorong lebih baik, sehingga untuk mencapai apa yang ditargetkan di APBN sebesar 5,3% ya saya kok tidak melihat itu sesuatu yang berat untuk dicapai," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) menyebutkan pemerintah saat ini lebih fokus dalam hal penerimaan negara agar dapat dikendalikan sesuai target APBN 2016. "Masih bisa dicapai (pertumbuhan ekonomi) walaupun betul soal penerimaan harus dilihat seperti apa, misalnya persoalan tax amnesty-nya dan sebagainya," kata Darmin.
Sekadar informasi, Bank Dunia dalam laporannya memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia dari sebelumnya 5,3% menjadi 5,1%. Dalam laporannya yang bertajuk Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016, Bank Dunia mengemukakan bahwa kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk mendongkrak ekonomi Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves mengatakan, belanja pemerintah untuk infrastruktur telah mendorong pertumbuhan bergerak perlahan, diperkirakan mencapai 5,1% untuk 2016.
Namun, pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah dari yang diperkirakan dan terus menurunnya harga komoditas menimbulkan risiko bagi kelangsungan investasi pemerintah. Sebab itu, kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk perbaikan ekonomi.
"Indonesia masih menikmati angka pertumbuhan yang rata-rata lebih tinggi dari kebanyakan negara pengekspor komoditas lain, akibat melambatnya pertumbuhan global. Tapi pertumbuhan di bawah 6% tidak cukup untuk menampung 3 juta anak muda Indonesia yang memasuki pasar kerja setiap tahun," catatnya, dalam siaran pers yang diterima Sindonews di Jakarta.
(dmd)