Gawat! Lokasi Pengembangan Blok Masela Rawan Gempa
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Energi dan Mineral dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, Pulau Tanimbar yang akan menjadi tempat pengembangan kilang darat Blok Masela, merupakan salah satu pulau di Indonesia yang rawan gempa.
(Baca: Jokowi Akhirnya Putuskan Kilang Blok Masela Dibangun di Darat)
Menurutnya, dari data ahli geologi, hampir sekitar 2-3 bulan terjadi gempa di wilayah tersebut berkekuatan 4-5 skala ritcher (SR). Pemerintah harus serius memandang ini, karena otomatis harus menggunakan pipa berkualitas tinggi dari pipa biasa.
"Saya memang bukan ahlinya, tapi saya punya teman ahli geologis, dan dia menunjukkan data-data lengkap bahwa di sana itu rawan gempa. Hampir tiap 2-3 bulan ada gempa 4-5 SR. Makan pipanya harus lebih diperkuat. Eggak bisa pakai pipa yang biasa-biasa saja, karena kalau pipanya patah bisa mahal sekali membetulkannya," kata Berly saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Jumat (25/3/2016).
Atas dasar itu, bukan tidak mungkin biaya pembangunan dan alokasi untuk perbaikan alat membengkak. Maka, imbasnya akan ke penerimaan negara yang lebih kecil. (Baca: Jokowi Pilih Saran Rizal Ramli, Ini Reaksi Sudirman Said)
Kedua, dari segi sosial masyarakat juga harus mulai dipikirkan pemerintah. Berly menerangkan, pembangunan kilang Masela ini membutuhkan tanah seluas kurang lebih 500 hektare (ha) atau sekitar setengah pulau Tanimbar, Maluku.
"500 hektare itu setengah pulau Tanimbar. Kalau kita lihat tanah Tanimbar itu dari atas, setengahnya akan dipakai buat pembangunan. Dan itu bukan tanahnya negara, tapi ada masyarakat yang tinggal di sana. Ini gimana pemindahannya, harus dipersuasif dan jangan memicu konflik. Mungkin pemerintah bisa melibatkan ahli-ahli antropologi," jelas dia.
Terakhir, terkait lingkungan. Di mana lahan yang dipilih pemerintah untuk Masela merupakan hutan dan lahan hijau. Kemudian akan dibersihkan untuk pengembangan Masela seluas 500 ha. Pemerintah juga harus melihat nanti kedepannya akan seperti apa.
"Masalah lingkungan dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Satwa-satwa dan ada keanekaragaman yang akan jadi punah bila itu diratakan kan," imbuhnya.
(Baca: Jokowi Pilih Kilang Darat, Menteri ESDM Pastikan Blok Masela Molor)
Berly mengatakan, dari ahli sempat mengatakan dampak buruk lingkungannya lebih tinggi jika dilakukan di darat. Namun, dia menegaskan ini bukan menggambarkan satu bagus sekali dan satu lagi negatif sekali.
"Tapi memang ada keunggulan dan kelemahan masing-masing. Itu tugasnya pemerintah untuk menaklukkan dan menyelesaikan urusan-urusan tersebut. Dengan meminimalisir dampak negatif atau at least harus dipahami," pungkas dia.
Baca Juga:
Sudirman Said: Keputusan Blok Masela Bukan Soal Menang Kalah
Pengusaha Lokal Diminta Tak Hanya Jadi Penonton Blok Masela
Hipmi Kaget Jokowi Ambil Keputusan Cepat Soal Blok Masela
(Baca: Jokowi Akhirnya Putuskan Kilang Blok Masela Dibangun di Darat)
Menurutnya, dari data ahli geologi, hampir sekitar 2-3 bulan terjadi gempa di wilayah tersebut berkekuatan 4-5 skala ritcher (SR). Pemerintah harus serius memandang ini, karena otomatis harus menggunakan pipa berkualitas tinggi dari pipa biasa.
"Saya memang bukan ahlinya, tapi saya punya teman ahli geologis, dan dia menunjukkan data-data lengkap bahwa di sana itu rawan gempa. Hampir tiap 2-3 bulan ada gempa 4-5 SR. Makan pipanya harus lebih diperkuat. Eggak bisa pakai pipa yang biasa-biasa saja, karena kalau pipanya patah bisa mahal sekali membetulkannya," kata Berly saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Jumat (25/3/2016).
Atas dasar itu, bukan tidak mungkin biaya pembangunan dan alokasi untuk perbaikan alat membengkak. Maka, imbasnya akan ke penerimaan negara yang lebih kecil. (Baca: Jokowi Pilih Saran Rizal Ramli, Ini Reaksi Sudirman Said)
Kedua, dari segi sosial masyarakat juga harus mulai dipikirkan pemerintah. Berly menerangkan, pembangunan kilang Masela ini membutuhkan tanah seluas kurang lebih 500 hektare (ha) atau sekitar setengah pulau Tanimbar, Maluku.
"500 hektare itu setengah pulau Tanimbar. Kalau kita lihat tanah Tanimbar itu dari atas, setengahnya akan dipakai buat pembangunan. Dan itu bukan tanahnya negara, tapi ada masyarakat yang tinggal di sana. Ini gimana pemindahannya, harus dipersuasif dan jangan memicu konflik. Mungkin pemerintah bisa melibatkan ahli-ahli antropologi," jelas dia.
Terakhir, terkait lingkungan. Di mana lahan yang dipilih pemerintah untuk Masela merupakan hutan dan lahan hijau. Kemudian akan dibersihkan untuk pengembangan Masela seluas 500 ha. Pemerintah juga harus melihat nanti kedepannya akan seperti apa.
"Masalah lingkungan dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Satwa-satwa dan ada keanekaragaman yang akan jadi punah bila itu diratakan kan," imbuhnya.
(Baca: Jokowi Pilih Kilang Darat, Menteri ESDM Pastikan Blok Masela Molor)
Berly mengatakan, dari ahli sempat mengatakan dampak buruk lingkungannya lebih tinggi jika dilakukan di darat. Namun, dia menegaskan ini bukan menggambarkan satu bagus sekali dan satu lagi negatif sekali.
"Tapi memang ada keunggulan dan kelemahan masing-masing. Itu tugasnya pemerintah untuk menaklukkan dan menyelesaikan urusan-urusan tersebut. Dengan meminimalisir dampak negatif atau at least harus dipahami," pungkas dia.
Baca Juga:
Sudirman Said: Keputusan Blok Masela Bukan Soal Menang Kalah
Pengusaha Lokal Diminta Tak Hanya Jadi Penonton Blok Masela
Hipmi Kaget Jokowi Ambil Keputusan Cepat Soal Blok Masela
(izz)