Diduga Menyimpang, BPK Minta Kontraktor Migas Ditertibkan
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menertibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas. Pasalnya, BPK menemukan penyelewengan penggantian biaya operasi (cost recovery) hingga mencapai Rp4 triliun.
BPK melakukan pemeriksaan atas perhitungan bagi hasil migas 2014 pada SKK Migas di tujuh wilayah kerja. Tujuh wilayah kerja tersebut yakni South Natuna Sea "B" yang dioperatori ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd., Corridor oleh ConocoPhillips (Grissik) Ltd, dan Blok Rokan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. Ada juga eks Pertamina Block yang operatornya adalah PT Pertamina EP, South East Sumatra yang dioperatori CNOOC SES LTD, Mahakam oleh Total E&P Indonesie dan INPEX Corporation, serta Natuna Sea A oleh Premier Oil Natuna Sea B.V.
Anggota VII BPK Achsanul Qosasi menuturkan, selama ini KKKS selalu berusaha mencoba meminta penggantian (reimburse) kepada negara lewat cost recovery, yang semestinya tidak dibebankan pada cost recovery. Bahkan, pola ini terus berulang tiap tahun.
"Kita sudah menyampaikan hal ini kepada Kementerian ESDM, SKK Migas agar menertibkan KKKS. Karena KKKS ini selalu berusaha menggunakan, mencoba-coba reimburse ke negara, kali saja tidak ketahuan BPK. Ternyata tiap tahun ketemu, ini temuan berulang, polanya sama," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Dia mengaku, beberapa bulan lalu telah mengumpulkan seluruh KKKS untuk membicarakan mengenai hal tersebut. Achsanul meminta agar penyelewengan ini tidak terulang lagi, sebab jika terus berulang maka telah termasuk dalam kategori tindak pidana.
"Berulang ini kan ada niat mencoba, ada niatnya ini. Itu saja. Kan sudah diperiksa, sudah dipanggil, mestinya trennya turun. Kita lihat saja," imbuh Achsanul.
Menurutnya, jika penyelewengan tersebut terus terjadi maka terdapat indikasi kesengajaan yang dilakukan para KKKS tersebut. Bahkan, dirinya tak segan untuk melaporkan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya.
"Jadi, agar tidak terulang. Kalau terulang lagi dan ada indikasi kesengajaan, dari temuan ini kami akan laporkan ke KPK dan aparat penegak hukum lainnya. Ini pemeriksaannya khusus, semuanya kita periksa. Kalau dulu cuma sampling, sekarang semua KKKS," pungkasnya.
Sekadar diketahui, ConocoPhillips Indonesia dan ConocoPhillips (Grissik) Ltd tercatat merupakan KKKS yang paling besar memasukkan biaya yang tidak semestinya dimasukkan dalam cost recovery, dengan nilai mencapai Rp2,23 triliun.
Adapun biaya yang dibebankan kedua KKKS ini dalam cost recovery antara lain klaim kredit investasi (investment credit), bunga (interest) cost recovery, pembebanan bea masuk, pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan pajak pertambahan nilai (PPn) impor.
BPK melakukan pemeriksaan atas perhitungan bagi hasil migas 2014 pada SKK Migas di tujuh wilayah kerja. Tujuh wilayah kerja tersebut yakni South Natuna Sea "B" yang dioperatori ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd., Corridor oleh ConocoPhillips (Grissik) Ltd, dan Blok Rokan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. Ada juga eks Pertamina Block yang operatornya adalah PT Pertamina EP, South East Sumatra yang dioperatori CNOOC SES LTD, Mahakam oleh Total E&P Indonesie dan INPEX Corporation, serta Natuna Sea A oleh Premier Oil Natuna Sea B.V.
Anggota VII BPK Achsanul Qosasi menuturkan, selama ini KKKS selalu berusaha mencoba meminta penggantian (reimburse) kepada negara lewat cost recovery, yang semestinya tidak dibebankan pada cost recovery. Bahkan, pola ini terus berulang tiap tahun.
"Kita sudah menyampaikan hal ini kepada Kementerian ESDM, SKK Migas agar menertibkan KKKS. Karena KKKS ini selalu berusaha menggunakan, mencoba-coba reimburse ke negara, kali saja tidak ketahuan BPK. Ternyata tiap tahun ketemu, ini temuan berulang, polanya sama," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Dia mengaku, beberapa bulan lalu telah mengumpulkan seluruh KKKS untuk membicarakan mengenai hal tersebut. Achsanul meminta agar penyelewengan ini tidak terulang lagi, sebab jika terus berulang maka telah termasuk dalam kategori tindak pidana.
"Berulang ini kan ada niat mencoba, ada niatnya ini. Itu saja. Kan sudah diperiksa, sudah dipanggil, mestinya trennya turun. Kita lihat saja," imbuh Achsanul.
Menurutnya, jika penyelewengan tersebut terus terjadi maka terdapat indikasi kesengajaan yang dilakukan para KKKS tersebut. Bahkan, dirinya tak segan untuk melaporkan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya.
"Jadi, agar tidak terulang. Kalau terulang lagi dan ada indikasi kesengajaan, dari temuan ini kami akan laporkan ke KPK dan aparat penegak hukum lainnya. Ini pemeriksaannya khusus, semuanya kita periksa. Kalau dulu cuma sampling, sekarang semua KKKS," pungkasnya.
Sekadar diketahui, ConocoPhillips Indonesia dan ConocoPhillips (Grissik) Ltd tercatat merupakan KKKS yang paling besar memasukkan biaya yang tidak semestinya dimasukkan dalam cost recovery, dengan nilai mencapai Rp2,23 triliun.
Adapun biaya yang dibebankan kedua KKKS ini dalam cost recovery antara lain klaim kredit investasi (investment credit), bunga (interest) cost recovery, pembebanan bea masuk, pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan pajak pertambahan nilai (PPn) impor.
(izz)