Harga Gabah Kena Tekuk Jadi Rp3.500 per Kg
A
A
A
SUBANG - Para petani di sentra-sentra penghasil padi kawasan pantura Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengeluhkan harga gabah hasil panen musim rendeng ini, anjlok.
Disinyalir, harga gabah tersebut anjlok akibat kualitasnya kurang baik, gara-gara sebelumnya tanaman padi petani rusak diserang hama ‘tekuk'. Sejenis hama yang menyebabkan bulir padi menjadi 'hapa' alias tidak berisi.
"Musim panen tahun ini bener-bener rugi, sebab harga gabah kami rendah, tidak sebanding dengan biaya tanam," keluh Tarwan, 50, petani Desa Tanjungsari Timur, Kecamatan Cikaum, Jumat (15/4/2016).
Saat ini, harga gabah kering dipatok hanya Rp3.500-4.000 per kilogram (kg). Padahal normalnya, harga gabah Rp5.000 per kg. Begitu pula dengan harga gabah ketan, dipatok sebesar Rp5.000 per kilogram, dari idealnya Rp6.000-7.000 per kg.
Harga gabah yang rendah ini, sebut dia, diperparah dengan hasil panen yang juga minim, akibat tanaman padi rusak diserang hama tekuk. Kondisi ini mengakibatkan nyaris setengah hasil panen hilang.
Tarwan menyebut, pasca diserang tekuk, produksi panen yang biasanya menghasilkan 4-5 ton gabah per bau, kini paling banter hanya menghasilkan 3 ton gabah saja. Hasil panen ini, kata dia, belum sebanding dengan operasional tanam dan pengolahan pasca panen.
Misalnya, untuk biaya traktor saja sebesar Rp750.000 per bau, borongan tandur (tanam padi) Rp650.000 per bau, pupuk dan obat-obatan (pestisida) sekitar lima kwintal per bau bisa mencapai Rp2,5 jutaan lebih, sewa mesin rontok panen Rp600.000 per bau, serta ongkos pekerja, dan sebagainya.
Pihaknya pun mendesak pemerintah turun tangan memerbaiki harga gabah di tingkat petani, agar tidak terlampau murah.
"Kalau dihitung-hitung, per bau bisa habis Rp5-6 jutaan. Dengan hasil panen yang cuma 3-4 ton, dengan harga gabah yang murah, ya tentu saja tak mencukupi. Kami sih berharap, pemerintah bisa perbaiki harga, jangan turun kayak sekarang," ucapnya.
Kabid Sumberdaya Dinas Pertanian Subang, Hendrawan, didampingi Kabid Produksi, Asep Heryana, membenarkan, saat ini harga pasaran gabah kering petani mengalami penurunan, akibat kualitasnya kurang bagus pasca serangan hama.
"Kami secepatnya berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk menangani persoalan harga gabah ini," ucapnya.
Dia menyebut, di 2016 ini, pemkab menargetkan produksi gabah 1,1 juta ton dari total realisasi tanam seluas 87.440 hektare. Namun belakangan, total realisasi tanam periode Oktober 2015-Maret 2016 itu, dikoreksi menjadi seluas 89.805 hektare, karena ada penambahan 2.000 hektare dari pemerintah pusat.
"Sedangkan untuk jumlah realisasi panen, sampai sekarang masih kami rekap. Tapi kami optimistis, meski ada serangan hama, target produksi gabah yang dipatok pemerintah, bisa tercapai," tutur Hendrawan.
Dia menambahkan, selain sebagai penghasil gabah terbesar, Subang juga tercatat di urutan pertama sebagai daerah penghasil gabah ketan terbanyak nasional, dengan produksi sebanyak 56.000 ton ketan di tahun 2015 lalu.
Disinyalir, harga gabah tersebut anjlok akibat kualitasnya kurang baik, gara-gara sebelumnya tanaman padi petani rusak diserang hama ‘tekuk'. Sejenis hama yang menyebabkan bulir padi menjadi 'hapa' alias tidak berisi.
"Musim panen tahun ini bener-bener rugi, sebab harga gabah kami rendah, tidak sebanding dengan biaya tanam," keluh Tarwan, 50, petani Desa Tanjungsari Timur, Kecamatan Cikaum, Jumat (15/4/2016).
Saat ini, harga gabah kering dipatok hanya Rp3.500-4.000 per kilogram (kg). Padahal normalnya, harga gabah Rp5.000 per kg. Begitu pula dengan harga gabah ketan, dipatok sebesar Rp5.000 per kilogram, dari idealnya Rp6.000-7.000 per kg.
Harga gabah yang rendah ini, sebut dia, diperparah dengan hasil panen yang juga minim, akibat tanaman padi rusak diserang hama tekuk. Kondisi ini mengakibatkan nyaris setengah hasil panen hilang.
Tarwan menyebut, pasca diserang tekuk, produksi panen yang biasanya menghasilkan 4-5 ton gabah per bau, kini paling banter hanya menghasilkan 3 ton gabah saja. Hasil panen ini, kata dia, belum sebanding dengan operasional tanam dan pengolahan pasca panen.
Misalnya, untuk biaya traktor saja sebesar Rp750.000 per bau, borongan tandur (tanam padi) Rp650.000 per bau, pupuk dan obat-obatan (pestisida) sekitar lima kwintal per bau bisa mencapai Rp2,5 jutaan lebih, sewa mesin rontok panen Rp600.000 per bau, serta ongkos pekerja, dan sebagainya.
Pihaknya pun mendesak pemerintah turun tangan memerbaiki harga gabah di tingkat petani, agar tidak terlampau murah.
"Kalau dihitung-hitung, per bau bisa habis Rp5-6 jutaan. Dengan hasil panen yang cuma 3-4 ton, dengan harga gabah yang murah, ya tentu saja tak mencukupi. Kami sih berharap, pemerintah bisa perbaiki harga, jangan turun kayak sekarang," ucapnya.
Kabid Sumberdaya Dinas Pertanian Subang, Hendrawan, didampingi Kabid Produksi, Asep Heryana, membenarkan, saat ini harga pasaran gabah kering petani mengalami penurunan, akibat kualitasnya kurang bagus pasca serangan hama.
"Kami secepatnya berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk menangani persoalan harga gabah ini," ucapnya.
Dia menyebut, di 2016 ini, pemkab menargetkan produksi gabah 1,1 juta ton dari total realisasi tanam seluas 87.440 hektare. Namun belakangan, total realisasi tanam periode Oktober 2015-Maret 2016 itu, dikoreksi menjadi seluas 89.805 hektare, karena ada penambahan 2.000 hektare dari pemerintah pusat.
"Sedangkan untuk jumlah realisasi panen, sampai sekarang masih kami rekap. Tapi kami optimistis, meski ada serangan hama, target produksi gabah yang dipatok pemerintah, bisa tercapai," tutur Hendrawan.
Dia menambahkan, selain sebagai penghasil gabah terbesar, Subang juga tercatat di urutan pertama sebagai daerah penghasil gabah ketan terbanyak nasional, dengan produksi sebanyak 56.000 ton ketan di tahun 2015 lalu.
(ven)