Awas, Holding BUMN Energi Rawan Penumpang Gelap
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta berhati-hati terkait adanya kemungkinan penumpang gelap alias penyusup dalam rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk holding BUMN energi. Khususnya terkait kepemilikan saham seperti disampaikan oleh Institute Development of Economics and Finance (Indef).
(Baca Juga: Dilebur dengan Pertagas, PGN Kecipratan Proyek Pertamina)
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menerangkan pemerintah harus waspada terkait posisi kepemilikan saham yang ada di luar pemerintah jika pembentukan holding tersebut dilakukan dengan sistem akuisisi (merger). Hal ini mengingat PT Perusahaan Gas Negara (PGN) merupakan perusahaan pelat merah go public yang sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta.
Seperti diketahui sebelumnya dalam rencana holding BUMN energi nantinya PGN dan Pertagas akan menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero), selaku induk holding. "Sebenarnya konsepnya harus apple to apple. Saya tidak tahu posisi dari BUMN lainnya, tetapi kalau posisinya Pertamina dan PGN bentuk holdingnya dimerger, itu harus hati-hati kepemilikan saham yang di luar pemerintah posisinya seperti apa," jelas dia di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin (18/4/2016).
"Karena ini akan memengaruhi policy dan pemanfaatan upaya holding itu sendiri. Jangan sampai nanti ada penumpang gelap yang mendapatkan kemanfaatan bukan masyarakat," sambungnya.
Dia menambahkan, holding tersebut pada dasarnya guna memperkuat jaringan bisnis yang ada di perusahaan pelat merah tersebut. Dirinya memberikan catatan, holding tersebut harus mencakup juga anak usaha dari perusahaan pelat merah tersebut. Hal ini agar anak usaha yang tidak sesuai dengan core bisnis BUMN tersebut dapat ketahuan.
"Hal ini justru akan efisien dan tidak banyak menimbulkan moral hazard. Dan untuk meningkatkan positioning strategis dan peran BUMN sebagai agent of development. Jadi kalau misalnya sekarang, Krakatau Steel jika semua aset fokus ke industri dasar membangun industri baja, ini akan jauh lebih efisien daripada Krakatau Steel bisnisnya macam-macam," tandasnya.
(Baca Juga: Dilebur dengan Pertagas, PGN Kecipratan Proyek Pertamina)
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menerangkan pemerintah harus waspada terkait posisi kepemilikan saham yang ada di luar pemerintah jika pembentukan holding tersebut dilakukan dengan sistem akuisisi (merger). Hal ini mengingat PT Perusahaan Gas Negara (PGN) merupakan perusahaan pelat merah go public yang sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta.
Seperti diketahui sebelumnya dalam rencana holding BUMN energi nantinya PGN dan Pertagas akan menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero), selaku induk holding. "Sebenarnya konsepnya harus apple to apple. Saya tidak tahu posisi dari BUMN lainnya, tetapi kalau posisinya Pertamina dan PGN bentuk holdingnya dimerger, itu harus hati-hati kepemilikan saham yang di luar pemerintah posisinya seperti apa," jelas dia di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin (18/4/2016).
"Karena ini akan memengaruhi policy dan pemanfaatan upaya holding itu sendiri. Jangan sampai nanti ada penumpang gelap yang mendapatkan kemanfaatan bukan masyarakat," sambungnya.
Dia menambahkan, holding tersebut pada dasarnya guna memperkuat jaringan bisnis yang ada di perusahaan pelat merah tersebut. Dirinya memberikan catatan, holding tersebut harus mencakup juga anak usaha dari perusahaan pelat merah tersebut. Hal ini agar anak usaha yang tidak sesuai dengan core bisnis BUMN tersebut dapat ketahuan.
"Hal ini justru akan efisien dan tidak banyak menimbulkan moral hazard. Dan untuk meningkatkan positioning strategis dan peran BUMN sebagai agent of development. Jadi kalau misalnya sekarang, Krakatau Steel jika semua aset fokus ke industri dasar membangun industri baja, ini akan jauh lebih efisien daripada Krakatau Steel bisnisnya macam-macam," tandasnya.
(akr)