Wacana Pembubaran BPH Migas Kembali Mencuat
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai badan yang mengatur industri hilir migas sudah lama diragukan. Kini, wacana pembubaran badan pengganti BP Migas tersebut kembali mencuat seiring langkah pemerintah dan parlemen untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Anggota Komisi VII DPR Satya Yudha mengatakan, wacana pembubaran BPH Migas lantaran banyaknya permasalahan di sektor hilir migas yang tidak bisa diselesaikan hanya mengandalkan badan tersebut. Beberapa permasalahan tersebut di antaranya kekurangan fasilitas penyimpanan produk BBM serta proses pendistribusian BBM.
"Kita kekurangan manajemen yang mengurusi masalah hilir, kita butuh strategi untuk domestik market obligation. Kita kekurangan kemampuan untuk menyimpan produk BBM, kita harus mengatur distribusi BBM. Institusi apa yang punya hak untuk distribusi gas, lalu siapa yang berhak impor segala macam? Kita harus mengatur dengan skema bisnis baru," tuturnya di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Menurutnya, kebutuhan fasilitas penyimpanan produk BBM (storage) sangat mendesak. Sebab, saat ini hanya Pertamina yang mampu menyediakan fasilitas tersebut dan hanya terbatas untuk kebutuhan bisnis Pertamina. "Kita harus ada proper storage. Dari dana ketahanan bisa untuk bangun ini," imbuh dia.
Sebab itu, pembentukan badan baru ini sangat dinantikan guna menyelesaikan masalah krusial yang ada di sektor hilir migas. "Kita butuh institusi untuk atur semua ini yang terjadi di hilir," tandasnya.
Anggota Komisi VII DPR Satya Yudha mengatakan, wacana pembubaran BPH Migas lantaran banyaknya permasalahan di sektor hilir migas yang tidak bisa diselesaikan hanya mengandalkan badan tersebut. Beberapa permasalahan tersebut di antaranya kekurangan fasilitas penyimpanan produk BBM serta proses pendistribusian BBM.
"Kita kekurangan manajemen yang mengurusi masalah hilir, kita butuh strategi untuk domestik market obligation. Kita kekurangan kemampuan untuk menyimpan produk BBM, kita harus mengatur distribusi BBM. Institusi apa yang punya hak untuk distribusi gas, lalu siapa yang berhak impor segala macam? Kita harus mengatur dengan skema bisnis baru," tuturnya di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Menurutnya, kebutuhan fasilitas penyimpanan produk BBM (storage) sangat mendesak. Sebab, saat ini hanya Pertamina yang mampu menyediakan fasilitas tersebut dan hanya terbatas untuk kebutuhan bisnis Pertamina. "Kita harus ada proper storage. Dari dana ketahanan bisa untuk bangun ini," imbuh dia.
Sebab itu, pembentukan badan baru ini sangat dinantikan guna menyelesaikan masalah krusial yang ada di sektor hilir migas. "Kita butuh institusi untuk atur semua ini yang terjadi di hilir," tandasnya.
(izz)