Melistriki Kawasan Terpencil
A
A
A
Catatan dari Maybrat
Menteri ESDM Sudirman Said
ROMBONGAN kami mendarat di Bandara Kambuaya, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, pukul 09.30 pagi waktu setempat, setelah terbang 40 menitan dari Sorong. Menumpang pesawat caravan sewaan dengan satu baling-baling, kami bersepuluh ditemani oleh Wakil Gubernur Papua Barat Ibu Irene Maribuy dan Bupati Maybrat Bapak Karel Murafer.
Di tengah udara cerah dan sejuk dataran tinggi, kami disambut oleh sejumlah pamong praja, polisi, dan militer. Puluhan anggota masyarakat juga turut serta menyambut rombongan kementerian ESDM dan PLN dengan antusias. Kami tiba di distrik Ayamaru Jaya setelah 2 jam lamanya, melintasi jalan berliku, mendaki dan menuruni bukit, dengan mobil double gardan.
Sepanjang jalan kami melewati satu kota Kecamatan Ayamaru dan satu dua perkampungan. Tidak banyak rumah di kampung-kampung itu, bahkan di beberapa titik hanya hutan perawan.
Kita wajib angkat topi dan memberi salut kepada aparatnya Pak Basuki Hadimulyono, Menteri PUPR yang berani menembus belantara membuka jalan bagi kepentingan orang banyak. Karena usaha keras dan ketulusan para insinyur sipil itu maka banyak sekali wilayah yang semula terisolasi kini menjadi terbuka dan memperoleh akses ke pusat pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban yang lebih maju.
Sesampai di desa Temel Sosian, distrik Ayamaru Jaya, kita merasakan dan menghayati betapa besar dan luasnya Tanah Air kita, Republik Indonesia tercinta. Setelah terbang 4 jam lebih dari Jakarta, berganti pesawat, disambung dengan mobil berjam-jam lamanya, kita masih tetap berada di Indonesia. Tidak banyak negara di dunia dengan ukuran seluas kita.
Juga tidak banyak negara dengan kompleksitas dan keragaman seperti Indonesia. Tidak saja tantangan geografis, yang luas dan beragam, tetapi juga keragaman budaya, kesenjangan di bidang pendidikan, kemampuan ekonomi, akses terhadap kesehatan, keragaman ras, agama, dan suku. Mengelola keragaman sedemikian rupa memerlukan keterampilan, kehati-hatian, keteguhan, dan kebijaksanaan yang tinggi.
Kabupaten Maybrat adalah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten ini memiliki 41 Kecamatan, 259 kampung, dan 2 kelurahan. Di kabupaten ini hanya ada 3 SMU dan 1 SMK. Jumlah penduduk seluruhnya sekitar 45.000 orang. Pendapatan Asli Daerahnya sangat kecil, seluruh APBD-nya merupakan alokasi dari APBN.
Kami hadir di kampung Temel, distirk Ayamaru Jaya untuk suatu maksud mencanangkan program percepatan pembangunan ketenagalistrikan di desa-desa yang belum dijangkau oleh tenaga listrik. Program ini diberi nama Program Indonesia Terang (PIT).
Di kampung yang kami kunjungi baru saja dioperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 280 kw, yang cukup untuk menerangi sekitar 174 rumah di Distrik Ayamaru Jaya.
Di kabupaten Maybrat, dari 41 kecamatan, baru 9 kecamatan yang terjangkau listrik, selebihnya masih gelap, atau kalaupun ada listrik baru bisa menyala 6 jam, atau 12 jam dan tidak merata memenuhi kebutuhan seluruh keluarga.
Karena itu kehadiran PLTMH yang dibangun dengan APBN 2015, disambut dengan suka cita. Pak Bupati dan Bu Wagub sahut-sahutan dalam sambutannya menyebut betapa berartinya listrik bagi masyarakat Maybrat.
"Bapak, kami sangat bersyukur karena begitu listrik masuk, maka kami dapat mengecharged baterai telepon, nanti bisa menonton televisi dan mengakses internet. Anak-anak kami menjadi anak-anak pintar," tutur Pak Bupati disambut tepuk tangan meriah.
Melihat sekeliling dan memikirkan jauhnya jarak Kampung Temel dari wilayah yang lebih maju, saya bertanya kepada Ibu Wagub, bagaimana kalau ada yang sakit? Dengan cepat Bu Wagub menjawab: "Aduh Bapak, ibu-ibu yang akan melahirkan harus dibawa ke kota kabupaten. Kadang-kadang orang sakit tak tertolong dan meninggal karena tak terobati," ceritanya.
Program Indonesia Terang di wilayah timur Indonesia akan memberi fokus perhatian di enam provinsi, yakni Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Tahun 2016, sudah dialokasikan dana Rp441 miliar untuk membangun listrik dengan kapasitas 9,4 MW di enam provinsi ini.
Secara keseluruhan Program Indonesia Terang (PIT) akan memerlukan investasi sekitar Rp100 triliun, dengan harapan 80% di antaranya akan dipenuhi oleh investasi korporasi, dan APBN akan menyangga 20% dari kebutuhan investasi. Untuk itu pembentukan Dana Ketahanan Energi (DKE) menjadi semakin penting dan mendesak.
Dalam peta ketenagalistrikan, ada 12.659 desa yang belum memperoleh aliran listrik secara memadai. Bahkan, 2.519 desa di antaranya masih benar-benar gelap, tak tersentuh aliran listrik. Dapat dibayangkan desa-desa ini pasti terbelakang, tidak dapat menjangkau sumber informasi, akses kesehatan, dan tidak ada kemampuan meningkatkan taraf hidup.
Sebaliknya begitu listrik masuk ke desa-desa, maka di samping penerangan, masyarakat akan terbuka aksesnya ke pendidikan, kesehatan, komunikasi, teknologi, dan perbaikan kesejahteraan melalui pembangunan usaha dan perekonomian. Tak berlebihan jika listrik harus kita tempatkan lebih dari sekadar infratruktur, tetapi pembuka peradaban yang lebih baik.
Melistriki kabupaten Maybrat dan 12.659 desa lainnya di seluruh Tanah Air bukanlah pekerjaan biasa, atau proyek semata. Program Indonesia Terang adalah sebuah gerakan (movement) yang memerlukan dukungan dari seluruh stakeholders: Pemerintah Pusat, DPR RI, Pemerintah Daerah, DPRD, PLN, bahkan investor.
Beragamnya tingkat pemenuhan kebutuhan kelistrikan di berbagai wilayah, menjadi jawaban mengapa kebijakan regionalisasi yang sedang dirintis oleh PLN adalah kebijakan yang tepat. Dengan regionalisasi, pengelolaan PLN akan semakin dekat dengan masyarakat, semakin dapat melakukan diferensiasi pendekatan; karena setiap wilayah memiliki kemajuan, tantangan, dan kebutuhan yang berbeda. Mengelola pembangunan ketenagalistrikan secara tersentral, sudah tidak akan mampu menjawab tantangan pertumbuhan ke depan.
Melalui Program Indonesia Terang, Kementerian ESDM akan menyiapkan berbagai insentif, baik dana pendamping, dana pembangunan rintisan, maupun bentuk insentif lainnya seperti kebijakan tarif. PIT juga menjadi platform untuk memacu pembangunan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), karena jenis energi baru dan terbarukan yang paling cocok mengatasi kesenjangan di wilayah yang jauh dari jaringan listrik nasional.
Menutup catatan ini, patut kita ingat bahwa di distrik Kambuaya yang terpencil dan dahulu sama sekali tak berlistrik inilah Profesor Baltasar Kambuaya, mantan Menteri Negara Lingkugan Hidup lahir dan dibesarkan. Bayangkan jika listrik masuk di Maybrat dan di 12.659 desa lainya, akan makin banyak anak-anak Indonesia menjadi sehat tercerdaskan dan ribuan profesor akan lahir dari seluruh pelosok negeri.
Menteri ESDM Sudirman Said
ROMBONGAN kami mendarat di Bandara Kambuaya, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, pukul 09.30 pagi waktu setempat, setelah terbang 40 menitan dari Sorong. Menumpang pesawat caravan sewaan dengan satu baling-baling, kami bersepuluh ditemani oleh Wakil Gubernur Papua Barat Ibu Irene Maribuy dan Bupati Maybrat Bapak Karel Murafer.
Di tengah udara cerah dan sejuk dataran tinggi, kami disambut oleh sejumlah pamong praja, polisi, dan militer. Puluhan anggota masyarakat juga turut serta menyambut rombongan kementerian ESDM dan PLN dengan antusias. Kami tiba di distrik Ayamaru Jaya setelah 2 jam lamanya, melintasi jalan berliku, mendaki dan menuruni bukit, dengan mobil double gardan.
Sepanjang jalan kami melewati satu kota Kecamatan Ayamaru dan satu dua perkampungan. Tidak banyak rumah di kampung-kampung itu, bahkan di beberapa titik hanya hutan perawan.
Kita wajib angkat topi dan memberi salut kepada aparatnya Pak Basuki Hadimulyono, Menteri PUPR yang berani menembus belantara membuka jalan bagi kepentingan orang banyak. Karena usaha keras dan ketulusan para insinyur sipil itu maka banyak sekali wilayah yang semula terisolasi kini menjadi terbuka dan memperoleh akses ke pusat pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban yang lebih maju.
Sesampai di desa Temel Sosian, distrik Ayamaru Jaya, kita merasakan dan menghayati betapa besar dan luasnya Tanah Air kita, Republik Indonesia tercinta. Setelah terbang 4 jam lebih dari Jakarta, berganti pesawat, disambung dengan mobil berjam-jam lamanya, kita masih tetap berada di Indonesia. Tidak banyak negara di dunia dengan ukuran seluas kita.
Juga tidak banyak negara dengan kompleksitas dan keragaman seperti Indonesia. Tidak saja tantangan geografis, yang luas dan beragam, tetapi juga keragaman budaya, kesenjangan di bidang pendidikan, kemampuan ekonomi, akses terhadap kesehatan, keragaman ras, agama, dan suku. Mengelola keragaman sedemikian rupa memerlukan keterampilan, kehati-hatian, keteguhan, dan kebijaksanaan yang tinggi.
Kabupaten Maybrat adalah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten ini memiliki 41 Kecamatan, 259 kampung, dan 2 kelurahan. Di kabupaten ini hanya ada 3 SMU dan 1 SMK. Jumlah penduduk seluruhnya sekitar 45.000 orang. Pendapatan Asli Daerahnya sangat kecil, seluruh APBD-nya merupakan alokasi dari APBN.
Kami hadir di kampung Temel, distirk Ayamaru Jaya untuk suatu maksud mencanangkan program percepatan pembangunan ketenagalistrikan di desa-desa yang belum dijangkau oleh tenaga listrik. Program ini diberi nama Program Indonesia Terang (PIT).
Di kampung yang kami kunjungi baru saja dioperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 280 kw, yang cukup untuk menerangi sekitar 174 rumah di Distrik Ayamaru Jaya.
Di kabupaten Maybrat, dari 41 kecamatan, baru 9 kecamatan yang terjangkau listrik, selebihnya masih gelap, atau kalaupun ada listrik baru bisa menyala 6 jam, atau 12 jam dan tidak merata memenuhi kebutuhan seluruh keluarga.
Karena itu kehadiran PLTMH yang dibangun dengan APBN 2015, disambut dengan suka cita. Pak Bupati dan Bu Wagub sahut-sahutan dalam sambutannya menyebut betapa berartinya listrik bagi masyarakat Maybrat.
"Bapak, kami sangat bersyukur karena begitu listrik masuk, maka kami dapat mengecharged baterai telepon, nanti bisa menonton televisi dan mengakses internet. Anak-anak kami menjadi anak-anak pintar," tutur Pak Bupati disambut tepuk tangan meriah.
Melihat sekeliling dan memikirkan jauhnya jarak Kampung Temel dari wilayah yang lebih maju, saya bertanya kepada Ibu Wagub, bagaimana kalau ada yang sakit? Dengan cepat Bu Wagub menjawab: "Aduh Bapak, ibu-ibu yang akan melahirkan harus dibawa ke kota kabupaten. Kadang-kadang orang sakit tak tertolong dan meninggal karena tak terobati," ceritanya.
Program Indonesia Terang di wilayah timur Indonesia akan memberi fokus perhatian di enam provinsi, yakni Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Tahun 2016, sudah dialokasikan dana Rp441 miliar untuk membangun listrik dengan kapasitas 9,4 MW di enam provinsi ini.
Secara keseluruhan Program Indonesia Terang (PIT) akan memerlukan investasi sekitar Rp100 triliun, dengan harapan 80% di antaranya akan dipenuhi oleh investasi korporasi, dan APBN akan menyangga 20% dari kebutuhan investasi. Untuk itu pembentukan Dana Ketahanan Energi (DKE) menjadi semakin penting dan mendesak.
Dalam peta ketenagalistrikan, ada 12.659 desa yang belum memperoleh aliran listrik secara memadai. Bahkan, 2.519 desa di antaranya masih benar-benar gelap, tak tersentuh aliran listrik. Dapat dibayangkan desa-desa ini pasti terbelakang, tidak dapat menjangkau sumber informasi, akses kesehatan, dan tidak ada kemampuan meningkatkan taraf hidup.
Sebaliknya begitu listrik masuk ke desa-desa, maka di samping penerangan, masyarakat akan terbuka aksesnya ke pendidikan, kesehatan, komunikasi, teknologi, dan perbaikan kesejahteraan melalui pembangunan usaha dan perekonomian. Tak berlebihan jika listrik harus kita tempatkan lebih dari sekadar infratruktur, tetapi pembuka peradaban yang lebih baik.
Melistriki kabupaten Maybrat dan 12.659 desa lainnya di seluruh Tanah Air bukanlah pekerjaan biasa, atau proyek semata. Program Indonesia Terang adalah sebuah gerakan (movement) yang memerlukan dukungan dari seluruh stakeholders: Pemerintah Pusat, DPR RI, Pemerintah Daerah, DPRD, PLN, bahkan investor.
Beragamnya tingkat pemenuhan kebutuhan kelistrikan di berbagai wilayah, menjadi jawaban mengapa kebijakan regionalisasi yang sedang dirintis oleh PLN adalah kebijakan yang tepat. Dengan regionalisasi, pengelolaan PLN akan semakin dekat dengan masyarakat, semakin dapat melakukan diferensiasi pendekatan; karena setiap wilayah memiliki kemajuan, tantangan, dan kebutuhan yang berbeda. Mengelola pembangunan ketenagalistrikan secara tersentral, sudah tidak akan mampu menjawab tantangan pertumbuhan ke depan.
Melalui Program Indonesia Terang, Kementerian ESDM akan menyiapkan berbagai insentif, baik dana pendamping, dana pembangunan rintisan, maupun bentuk insentif lainnya seperti kebijakan tarif. PIT juga menjadi platform untuk memacu pembangunan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), karena jenis energi baru dan terbarukan yang paling cocok mengatasi kesenjangan di wilayah yang jauh dari jaringan listrik nasional.
Menutup catatan ini, patut kita ingat bahwa di distrik Kambuaya yang terpencil dan dahulu sama sekali tak berlistrik inilah Profesor Baltasar Kambuaya, mantan Menteri Negara Lingkugan Hidup lahir dan dibesarkan. Bayangkan jika listrik masuk di Maybrat dan di 12.659 desa lainya, akan makin banyak anak-anak Indonesia menjadi sehat tercerdaskan dan ribuan profesor akan lahir dari seluruh pelosok negeri.
(dmd)