Market Share Perbankan Syariah Masih Rendah
A
A
A
YOGYAKARTA - Laju penetrasi perbankan syariah di tengah gempuran dari industri perbankan konvensional memang mengalami pertumbuhan. Tetapi penetrasi mereka hingga saat ini masih belum bisa maksimal dibanding dengan bank konvensional. Berbagai persoalan masih menggelayut bank ini karena memang masih sedikit.
Head Of Corporate Secretary and Communication Bank BNI Syariah, Endang Rosawati mengungkapkan, beberapa regulasi memang belum banyak memihak terkait perkembangan perbankan syariah. Sehingga sampai saat ini, market share dari perbankan syariah tidak lebih dari 5 % dari total market perbankan secara umum.
“Memang perlu dukungan kebijakan yang lebih memihak kepada perbankan syariah agar bisa tumbuh dengan cepat,” paparnya di Hotel Jambuluwuk Yogyakarta, Kamis (28/4/2016).
Jika tidak ada dukungan dari pemerintah terutama dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pasar perbankan syariah di Indonesia yang sangat besar tersebut akan dikuasai asing. Saat ini sudah ada beberapa pemodal asing menyerang pasar syariah di Tanah Air dengan menguasai perbankan syariah yang ada.
Meskipun sebenarnya OJK telah membuat kebijakan yang sedikit memihak kepada perbankan syariah, tapi hasilnya belum signifikan. Seperti kebijakan pemberlakuan down payment (DP) murah yang diberlakukan untuk pembiayaan rumah memang mampu mendongkrak performa dari perbankan syariah sendiri. Hanya saja, hal itu masih bersifat parsial dan belum sistemik, terutama dalam mendukung share lebih tinggi dari perbankan syariah.
Ia berharap ada kebijakan lain yang memihak pertumbuhan mereka agar tidak kalah bersaing dengan bank-bank syariah dari luar negeri. Endang mengakui jika saat ini ada perbedaan yang mendasar antara perbankan syariah dan konvensional yang mengadang laju pertumbuhan perbankan syariah. Salah satunya terkait dengan keuntungan.
“Bank konvensional menawarkan sistem fixed return atau pengembalian keuntungan dari hasil investasi,”ungkapnya.
Hal tersebut sangat berbeda dengan keuntungan di bank syariah. Bank syariah memberikan imbal balik keuntungan kepada nasabah dalam bentuk bagi hasil yang tergantung pada kesepakatan (nisbah). Dan imbal balik tersebut sifatnya tidak sama dalam setiap bulan karena mengikuti kinerja bank yang bersangkutan.
Meski pada perhitungan keuntungan di dasarkan pada hal yang berbeda, tetapi pemerintah tetap memberlakukan pungutan pajak yang sama terhadap keuntungan tersebut. Pemerintah tetap memungut pajak sebesar 20% dari keuntungan yang didapat. Hal ini sebenarnya tidak adil bagi kalangan industri perbankan syariah.
Direktur Utama BNI Syariah, Imam Teguh Saptono mengatakan, market share perbankan syariah yang masih kecil tersebut memang menjadi keprihatinan tersendiri bagi Indonesia. Di tengah populasi penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi penetrasi pasar bank syariah tak sebegitu besar dibanding dengan bank konvensional.
“Belum lama ini, bapak Presiden sudah menggagas komite bank syariah yang diharapkan mampu mendongkrak penetrasi bank syariah,” tandasnya.
Head Of Corporate Secretary and Communication Bank BNI Syariah, Endang Rosawati mengungkapkan, beberapa regulasi memang belum banyak memihak terkait perkembangan perbankan syariah. Sehingga sampai saat ini, market share dari perbankan syariah tidak lebih dari 5 % dari total market perbankan secara umum.
“Memang perlu dukungan kebijakan yang lebih memihak kepada perbankan syariah agar bisa tumbuh dengan cepat,” paparnya di Hotel Jambuluwuk Yogyakarta, Kamis (28/4/2016).
Jika tidak ada dukungan dari pemerintah terutama dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pasar perbankan syariah di Indonesia yang sangat besar tersebut akan dikuasai asing. Saat ini sudah ada beberapa pemodal asing menyerang pasar syariah di Tanah Air dengan menguasai perbankan syariah yang ada.
Meskipun sebenarnya OJK telah membuat kebijakan yang sedikit memihak kepada perbankan syariah, tapi hasilnya belum signifikan. Seperti kebijakan pemberlakuan down payment (DP) murah yang diberlakukan untuk pembiayaan rumah memang mampu mendongkrak performa dari perbankan syariah sendiri. Hanya saja, hal itu masih bersifat parsial dan belum sistemik, terutama dalam mendukung share lebih tinggi dari perbankan syariah.
Ia berharap ada kebijakan lain yang memihak pertumbuhan mereka agar tidak kalah bersaing dengan bank-bank syariah dari luar negeri. Endang mengakui jika saat ini ada perbedaan yang mendasar antara perbankan syariah dan konvensional yang mengadang laju pertumbuhan perbankan syariah. Salah satunya terkait dengan keuntungan.
“Bank konvensional menawarkan sistem fixed return atau pengembalian keuntungan dari hasil investasi,”ungkapnya.
Hal tersebut sangat berbeda dengan keuntungan di bank syariah. Bank syariah memberikan imbal balik keuntungan kepada nasabah dalam bentuk bagi hasil yang tergantung pada kesepakatan (nisbah). Dan imbal balik tersebut sifatnya tidak sama dalam setiap bulan karena mengikuti kinerja bank yang bersangkutan.
Meski pada perhitungan keuntungan di dasarkan pada hal yang berbeda, tetapi pemerintah tetap memberlakukan pungutan pajak yang sama terhadap keuntungan tersebut. Pemerintah tetap memungut pajak sebesar 20% dari keuntungan yang didapat. Hal ini sebenarnya tidak adil bagi kalangan industri perbankan syariah.
Direktur Utama BNI Syariah, Imam Teguh Saptono mengatakan, market share perbankan syariah yang masih kecil tersebut memang menjadi keprihatinan tersendiri bagi Indonesia. Di tengah populasi penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi penetrasi pasar bank syariah tak sebegitu besar dibanding dengan bank konvensional.
“Belum lama ini, bapak Presiden sudah menggagas komite bank syariah yang diharapkan mampu mendongkrak penetrasi bank syariah,” tandasnya.
(ven)