Nias Terancam Krisis Listrik Lagi, Bos APR Bikin Surat Terbuka
A
A
A
JAKARTA - Kepulauan Nias, Sumatera Utara bulan lalu mengalami krisis listrik yang cukup parah hingga mengakibatkan wilayah tersebut gelap gulita selama hampir 12 hari. Listrik di wilayah tersebut mati sejak 1-13 April 2016 karena sengketa jual beli listrik antara PT PLN (Persero) dengan pemilik PLTD American Power Rent (APR).
Kondisi listrik di Nias mulai normal sejak Selasa (12/4/2016) setelah sengketa jual beli listrik antara PLN dengan APR terselesaikan oleh mediasi Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Namun, kini Nias terancam krisis kembali. Pasalnya, sengketa jual beli listrik antara PLN dan APR ternyata belum selesai.
Dalam surat terbuka untuk rakyat Nias, APR Energy mengungkapkan bahwa krisis listrik di Nias berpotensi terjadi lagi lantaran PLN tak kunjung menyelesaikan pembayaran jual beli listrik kepadanya. Berikut petikan surat terbuka APR Energy untuk rakyat Nias yang beredar di kalangan wartawan, Rabu (18/5/2016):
Surat Terbuka kepada Rakyat Nias
Para penduduk dan pemillik usaha di Nias yang terhormat,
Sejak tahun 2013, APR Energy telah bekerja untuk memberi anda pasokan listrik yang dapat diandalkan.
Sayangnya, PLN belum membayar tagihan-tagihan kami. Perusahaan itu tidak menghormati kontrak dengan kami. Tetapi PLN terus mengumpulkan uang dari penduduk Nias untuk listrik yang mereka gunakan.
Oleh karena perilaku PLN ini, kami tidak dapat meneruskan beroperasi di Pulau Nias-atau di mana pun di Indonesia. Pada akhir Mei, kami akan secara permanen menutup pembangkit listrik kami yang berkekuatan 20 MW.
Meskipun kami akan pergi, kami ingin melindungi rakyat Nias dan memastikan anda mendapatkan listrik. Itu sebabnya kami telah menawarkan untuk menjual pembangkit listrik kami di Nias kepada PLN.
Sayangnya, PLN belum menanggapi tawaran kami.
Harap dipahami bahwa keputusan kami untuk meninggalkan Nias tidaklah mudah diambil. Kami menyesali dampak yang akan ada dengan menutup pembangkit listrik kami. Tetapi kami juga sebuah usaha yang memiliki karyawan yang bekerja agar mereka dapat menyokong keluarga mereka. Jika kami tidak dibayar, kami tidak dapat membayar karyawan kami, dan mereka adalah kewajiban kami yang paling penting.
Oleh karena PLN telah menolak untuk membayar tagihan kami dan untuk menghormati kewajibannya menurut kontrak dengan kami, APR Energy tidak memiliki pilihan lain kecuali meninggalkan Nias pada akhir Mei.
Hormat kami,
John Campion
Ketua dan Chief Executive Officer
Kondisi listrik di Nias mulai normal sejak Selasa (12/4/2016) setelah sengketa jual beli listrik antara PLN dengan APR terselesaikan oleh mediasi Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Namun, kini Nias terancam krisis kembali. Pasalnya, sengketa jual beli listrik antara PLN dan APR ternyata belum selesai.
Dalam surat terbuka untuk rakyat Nias, APR Energy mengungkapkan bahwa krisis listrik di Nias berpotensi terjadi lagi lantaran PLN tak kunjung menyelesaikan pembayaran jual beli listrik kepadanya. Berikut petikan surat terbuka APR Energy untuk rakyat Nias yang beredar di kalangan wartawan, Rabu (18/5/2016):
Surat Terbuka kepada Rakyat Nias
Para penduduk dan pemillik usaha di Nias yang terhormat,
Sejak tahun 2013, APR Energy telah bekerja untuk memberi anda pasokan listrik yang dapat diandalkan.
Sayangnya, PLN belum membayar tagihan-tagihan kami. Perusahaan itu tidak menghormati kontrak dengan kami. Tetapi PLN terus mengumpulkan uang dari penduduk Nias untuk listrik yang mereka gunakan.
Oleh karena perilaku PLN ini, kami tidak dapat meneruskan beroperasi di Pulau Nias-atau di mana pun di Indonesia. Pada akhir Mei, kami akan secara permanen menutup pembangkit listrik kami yang berkekuatan 20 MW.
Meskipun kami akan pergi, kami ingin melindungi rakyat Nias dan memastikan anda mendapatkan listrik. Itu sebabnya kami telah menawarkan untuk menjual pembangkit listrik kami di Nias kepada PLN.
Sayangnya, PLN belum menanggapi tawaran kami.
Harap dipahami bahwa keputusan kami untuk meninggalkan Nias tidaklah mudah diambil. Kami menyesali dampak yang akan ada dengan menutup pembangkit listrik kami. Tetapi kami juga sebuah usaha yang memiliki karyawan yang bekerja agar mereka dapat menyokong keluarga mereka. Jika kami tidak dibayar, kami tidak dapat membayar karyawan kami, dan mereka adalah kewajiban kami yang paling penting.
Oleh karena PLN telah menolak untuk membayar tagihan kami dan untuk menghormati kewajibannya menurut kontrak dengan kami, APR Energy tidak memiliki pilihan lain kecuali meninggalkan Nias pada akhir Mei.
Hormat kami,
John Campion
Ketua dan Chief Executive Officer
(ven)