PLN Tunda Proyek 35.000 MW Bisa Jadi Masalah Baru
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan jika PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menunda proyek tender listrik 35.000 MW bisa jadi masalah baru di Indonesia. Apalagi, pembangunan pembangkit listrik baru memakan waktu beberapa tahun.
Ketua Apindo, Anton Junus Supit mengatakan, jumlah penambahan kapasitas listrik secara nasional harus dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Jika tahun ini tumbuh 5% maka harus ada peningkatan 10%.
"Kami hitung pertumbuhan listrik dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi, kalau 5% jadi 10% kan. Kalau kita bangun PLTU sekarang selesainya sekian tahun. Kalau menunda, ini masalah baru," ujarnya di Jakarta, Senin (30/5/2016).
(Baca: BPK Ajak Kementerian dan PLN Bahas Proyek Listrik 35 Ribu MW)
Anton menjelaskan, dampak dari tertundanya tender proyek tersebut terasa di daerah. Banyak investor yang mempertanyakan kelanjutan investasinya.
"Bagaimana di daerah lain? Enggak ada transparansi. Harapannya ditertibkan semua, karena kegagalan kebijakan pemerintah yang tanggung bangsa," katanya.
Bukan hanya soal investor, kata dia, yang utama yakni kurangnya pemahaman kepala daerah terhadap investasi. Soalnya, tujuan pengusaha dalam berinvestasi ada di daerah.
"Persoalan utama di daerah, pemahaman investasi di kepala daerah belum semua memahami. Pengusaha datang ke daerah, pilih salah satu provinsi, artinya kalau tidak siap susah juga mengatasi pengangguran. Tidak ada cara lain kecuali investasi masuk," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Sofyan Basir pasrah jika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengambil alih proses lelang pembangkit listrik untuk proyek 35.000 MW dari PLN.
(Baca: Bos PLN Pasrah ESDM Ancam Ambil Tender Listrik 35 Ribu MW)
Menurutnya, semua wacana yang dilontarkan pemerintah sah-sah saja, apalagi memiliki kewenangan atas pihaknya. Bahkan, jika mau menutup PLN dia tidak keberatan. "Boleh kalau ada wacana itu. Boleh-boleh saja, kalau mau nutup PLN juga boleh. Menteri kan punya kewenangan," ujarnya di Jakarta, hari ini.
Ketua Apindo, Anton Junus Supit mengatakan, jumlah penambahan kapasitas listrik secara nasional harus dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Jika tahun ini tumbuh 5% maka harus ada peningkatan 10%.
"Kami hitung pertumbuhan listrik dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi, kalau 5% jadi 10% kan. Kalau kita bangun PLTU sekarang selesainya sekian tahun. Kalau menunda, ini masalah baru," ujarnya di Jakarta, Senin (30/5/2016).
(Baca: BPK Ajak Kementerian dan PLN Bahas Proyek Listrik 35 Ribu MW)
Anton menjelaskan, dampak dari tertundanya tender proyek tersebut terasa di daerah. Banyak investor yang mempertanyakan kelanjutan investasinya.
"Bagaimana di daerah lain? Enggak ada transparansi. Harapannya ditertibkan semua, karena kegagalan kebijakan pemerintah yang tanggung bangsa," katanya.
Bukan hanya soal investor, kata dia, yang utama yakni kurangnya pemahaman kepala daerah terhadap investasi. Soalnya, tujuan pengusaha dalam berinvestasi ada di daerah.
"Persoalan utama di daerah, pemahaman investasi di kepala daerah belum semua memahami. Pengusaha datang ke daerah, pilih salah satu provinsi, artinya kalau tidak siap susah juga mengatasi pengangguran. Tidak ada cara lain kecuali investasi masuk," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Sofyan Basir pasrah jika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengambil alih proses lelang pembangkit listrik untuk proyek 35.000 MW dari PLN.
(Baca: Bos PLN Pasrah ESDM Ancam Ambil Tender Listrik 35 Ribu MW)
Menurutnya, semua wacana yang dilontarkan pemerintah sah-sah saja, apalagi memiliki kewenangan atas pihaknya. Bahkan, jika mau menutup PLN dia tidak keberatan. "Boleh kalau ada wacana itu. Boleh-boleh saja, kalau mau nutup PLN juga boleh. Menteri kan punya kewenangan," ujarnya di Jakarta, hari ini.
(ven)