Bank Dunia Setujui Pinjaman Reformasi Kebijakan Fiskal Rp5,5 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) menyetujui pinjaman Reformasi Fiskal Kebijakan Pembangunan (Fiscal Reform Development Policy Loan) sebesar USD400 juta atau senilai Rp5,5 triliun (kurs Rp13.672/USD). Dana tersebut diberikan untuk mendukung upaya pemerintah menuju reformasi kebijakan dan institusi pemerintahan dalam meningkatkan pendapatan belanja negara.
"Kedua tujuan tersebut merupakan komponen penting guna mempercepat pertumbuhan, mengurangi kemiskinan dan memperluas kesejahteraan di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara," ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Dia mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan dan negara berkembang lainnya, rasio pendapatan terhadap PDB Indonesia termasuk yang terendah (13,1% pada tahun 2015) dan begitu pula dengan rasio pajak terhadap PDB (10.8%).
Menurutnya, pengumpulan pendapatan pajak di Indonesia saat ini diperkirakan hanya setengah dari potensi pajak yang ada. Karena itu, belanja publik kini kurang menopang rencana pembangunan Indonesia.
Pembelanjaan negara hanya sekitar 16,9% dari PDB pada 2014, lebih kecil dibanding rata-rata rasio negara berpenghasilan menengah di Asia, yaitu sebesar 28%.
Kurangnya anggaran untuk investasi penting mengakibatkan defisit infrastruktur yang besar yang mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi, serta kurangnya belanja untuk layanan kesehatan dan program perlindungan sosial yang meningkatkan kerentanan terhadap kemiskinan.
“Reformasi fiskal memungkinkan pemerintah mengalokasi lebih banyak dana ke program yang membantu masyarakat miskin,” terang Chaves.
Dia mengatakan, penerima manfaat terbesar dari pengumpulan lebih banyak dan pembelanjaan lebih baik adalah rakyat Indonesia - mereka yang langsung merasakan manfaat dari pembangunan jalan dan meluasnya pasokan listrik atau layanan kesehatan di daerah pedesaan atau program air bersih di perkotaan.
Program Fiscal Reform Development Policy Loan merupakan perangkat pertama dari serangkaian pembiayaan anggaran yang telah diusulkan untuk memperbaiki komposisi dan efisiensi pembelanjaan, implementasi anggaran, penguatan dan pengurangan biaya pembayaran pajak, serta memperbanyak potensi penerimaan melalui perluasan basis pajak. Pemungutan pajak yang lebih banyak memerlukan usaha yang lebih intensif, jelas dan berkesinambungan di area kebijakan pendapatan dan administrasi.
"Hal ini tidak mudah, namun penting dilaksanakan karena berkurangnya pendapatan akibat jatuhnya harga komoditas," tambah Lead Economist Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop.
Lebih lanjut, dia menuturkan, langkah reformasi yang diambil oleh Indonesia sangat penting dan akan memperkuat ketahanan ekonomi, serta memberi tanda kepada para investor bahwa Indonesia terbuka bagi dunia usaha.
Sebab itu, dukungan Bank Dunia terhadap reformasi fiskal di Indonesia merupakan bagian penting dari Kerangka Kemitraan Bank Dunia di Indonesia. "Kerangka Kemitraan tersebut berfokus pada prioritas pemerintah yang berpotensi membawa perubahan. Pinjaman ini berpijak di atas reformasi fiskal yang didukung oleh program Bank Dunia lainnya terkait manajemen keuangan publik," tandas Diop.
"Kedua tujuan tersebut merupakan komponen penting guna mempercepat pertumbuhan, mengurangi kemiskinan dan memperluas kesejahteraan di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara," ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Dia mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan dan negara berkembang lainnya, rasio pendapatan terhadap PDB Indonesia termasuk yang terendah (13,1% pada tahun 2015) dan begitu pula dengan rasio pajak terhadap PDB (10.8%).
Menurutnya, pengumpulan pendapatan pajak di Indonesia saat ini diperkirakan hanya setengah dari potensi pajak yang ada. Karena itu, belanja publik kini kurang menopang rencana pembangunan Indonesia.
Pembelanjaan negara hanya sekitar 16,9% dari PDB pada 2014, lebih kecil dibanding rata-rata rasio negara berpenghasilan menengah di Asia, yaitu sebesar 28%.
Kurangnya anggaran untuk investasi penting mengakibatkan defisit infrastruktur yang besar yang mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi, serta kurangnya belanja untuk layanan kesehatan dan program perlindungan sosial yang meningkatkan kerentanan terhadap kemiskinan.
“Reformasi fiskal memungkinkan pemerintah mengalokasi lebih banyak dana ke program yang membantu masyarakat miskin,” terang Chaves.
Dia mengatakan, penerima manfaat terbesar dari pengumpulan lebih banyak dan pembelanjaan lebih baik adalah rakyat Indonesia - mereka yang langsung merasakan manfaat dari pembangunan jalan dan meluasnya pasokan listrik atau layanan kesehatan di daerah pedesaan atau program air bersih di perkotaan.
Program Fiscal Reform Development Policy Loan merupakan perangkat pertama dari serangkaian pembiayaan anggaran yang telah diusulkan untuk memperbaiki komposisi dan efisiensi pembelanjaan, implementasi anggaran, penguatan dan pengurangan biaya pembayaran pajak, serta memperbanyak potensi penerimaan melalui perluasan basis pajak. Pemungutan pajak yang lebih banyak memerlukan usaha yang lebih intensif, jelas dan berkesinambungan di area kebijakan pendapatan dan administrasi.
"Hal ini tidak mudah, namun penting dilaksanakan karena berkurangnya pendapatan akibat jatuhnya harga komoditas," tambah Lead Economist Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop.
Lebih lanjut, dia menuturkan, langkah reformasi yang diambil oleh Indonesia sangat penting dan akan memperkuat ketahanan ekonomi, serta memberi tanda kepada para investor bahwa Indonesia terbuka bagi dunia usaha.
Sebab itu, dukungan Bank Dunia terhadap reformasi fiskal di Indonesia merupakan bagian penting dari Kerangka Kemitraan Bank Dunia di Indonesia. "Kerangka Kemitraan tersebut berfokus pada prioritas pemerintah yang berpotensi membawa perubahan. Pinjaman ini berpijak di atas reformasi fiskal yang didukung oleh program Bank Dunia lainnya terkait manajemen keuangan publik," tandas Diop.
(dmd)