Survei: Pekerja di Indonesia Butuh Cuti Kurang dari 29 Hari
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan JobStreet.com pada periode Mei-Juni 2016, pekerja di Indonesia hanya membutuhkan cuti kurang dari 29 hari. Hal ini didapat berdasarkan survei terhadap 4.200 responden, di mana 76% menyatakan kebutuhan cuti tersebut.
Namun, banyak perusahaan di Indonesia masih enggan memberikan periode cuti lebih dari 29 hari dengan pandangan akan menurunkan produktivitas perusahaan. "Hak cuti adalah hak yang dapat dinikmati karyawan. Karena itu kami ingin mengetahui seberapa besar dampak cuti terhadap kualitas bekerja," ujar JoobStrret dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/6/2016).
Motivasi untuk Bersama Keluarga
Kinerja yang cemerlang di tempat bekerja, tidak akan tercipta tanpa adanya passion terhadap pekerjaan. Hal ini terungkap dari 40% responden yang menyatakan bahwa kualitas hubungan dengan keluarga menjadi motivasi utama untuk mendapatkan hak cuti dari pekerjaan.
Bagi para responden, passion serta motivasi dalam bekerja tercipta dengan adanya dampak terhadap lingkungan, pengalaman baru, serta memberikan arti hidup yang lebih bermakna.
Responden yang berkecimpung di industri marketing, manufaktur, akuntasi, serta konstruksi menjadi kelompok yang menyatakan pentingnya untuk termotivasi untuk kerja keras dalam bekerja agar hasil yang diciptakan pun memuaskan.
Pekerjaan yang dilakukan menuntut mereka untuk banyak berpergian. Hal tersebut menjadi kontributor utama stres yang seringkali berpengaruh pada kualitas bekerja seperti yang dinyatakan oleh 31% responden.
Dengan begitu, cuti bersama keluarga menjadi pilihan bagi mereka untuk menebus kesibukan dari pekerjaan. Efek yang diberikan ialah kemampuan untuk merehatkan pikiran dan mengumpulkan fokus saat akan kembali bekerja.
Refleksi Diri
Saat cuti juga dimanfaatkan sebagai waktu untuk melakukan refleksi terhadap hidup. Sebanyak 500 responden menyatakan bahwa mereka akan pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Bagi 80% responden, hal ini mampu menghilangkan stres dan 20% responden menjadi alternatif untuk memperbaiki kesehatan.
Tempat destinasi yang dipilih oleh para responden tentunya bermacam-macam. Pantai menjadi pilihan utama, lalu gunung dan tur kuliner di kota yang belum pernah dikunjungi menjadi alternatif.
Akan tetapi, aktivitas ini dinilai kurang memberi dampak yang signifikan terhadap kinerja kerja. Para responden menyatakan bahwa refleksi diri sulit dilakukan saat dilakukan dengan melakukan perjalanan, karena mereka terlena dengan hal-hal baru yang ditawarkan dari tempat tersebut. Alhasil, mereka akan merasa lelah dan kurang siap untuk kembali beraktivitas.
Meningkatnya Tingkat Stres
Di sisi lain, sebanyak 400 responden merasakan dampak yang signifikan dari ketidaksesuaiannya pekerjaan dengan passion yang mengakibatkan sering marah, tidak percaya diri, menjadi pribadi yang tertutup dan enggan untuk mengekspresikan idenya. Hal ini biasanya terjadi pada 38% responden yang bertugas sebagai administrasi yang mewajibkan dirinya untuk melakukan tugasnya secara repetitif.
Namun, banyak perusahaan di Indonesia masih enggan memberikan periode cuti lebih dari 29 hari dengan pandangan akan menurunkan produktivitas perusahaan. "Hak cuti adalah hak yang dapat dinikmati karyawan. Karena itu kami ingin mengetahui seberapa besar dampak cuti terhadap kualitas bekerja," ujar JoobStrret dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/6/2016).
Motivasi untuk Bersama Keluarga
Kinerja yang cemerlang di tempat bekerja, tidak akan tercipta tanpa adanya passion terhadap pekerjaan. Hal ini terungkap dari 40% responden yang menyatakan bahwa kualitas hubungan dengan keluarga menjadi motivasi utama untuk mendapatkan hak cuti dari pekerjaan.
Bagi para responden, passion serta motivasi dalam bekerja tercipta dengan adanya dampak terhadap lingkungan, pengalaman baru, serta memberikan arti hidup yang lebih bermakna.
Responden yang berkecimpung di industri marketing, manufaktur, akuntasi, serta konstruksi menjadi kelompok yang menyatakan pentingnya untuk termotivasi untuk kerja keras dalam bekerja agar hasil yang diciptakan pun memuaskan.
Pekerjaan yang dilakukan menuntut mereka untuk banyak berpergian. Hal tersebut menjadi kontributor utama stres yang seringkali berpengaruh pada kualitas bekerja seperti yang dinyatakan oleh 31% responden.
Dengan begitu, cuti bersama keluarga menjadi pilihan bagi mereka untuk menebus kesibukan dari pekerjaan. Efek yang diberikan ialah kemampuan untuk merehatkan pikiran dan mengumpulkan fokus saat akan kembali bekerja.
Refleksi Diri
Saat cuti juga dimanfaatkan sebagai waktu untuk melakukan refleksi terhadap hidup. Sebanyak 500 responden menyatakan bahwa mereka akan pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Bagi 80% responden, hal ini mampu menghilangkan stres dan 20% responden menjadi alternatif untuk memperbaiki kesehatan.
Tempat destinasi yang dipilih oleh para responden tentunya bermacam-macam. Pantai menjadi pilihan utama, lalu gunung dan tur kuliner di kota yang belum pernah dikunjungi menjadi alternatif.
Akan tetapi, aktivitas ini dinilai kurang memberi dampak yang signifikan terhadap kinerja kerja. Para responden menyatakan bahwa refleksi diri sulit dilakukan saat dilakukan dengan melakukan perjalanan, karena mereka terlena dengan hal-hal baru yang ditawarkan dari tempat tersebut. Alhasil, mereka akan merasa lelah dan kurang siap untuk kembali beraktivitas.
Meningkatnya Tingkat Stres
Di sisi lain, sebanyak 400 responden merasakan dampak yang signifikan dari ketidaksesuaiannya pekerjaan dengan passion yang mengakibatkan sering marah, tidak percaya diri, menjadi pribadi yang tertutup dan enggan untuk mengekspresikan idenya. Hal ini biasanya terjadi pada 38% responden yang bertugas sebagai administrasi yang mewajibkan dirinya untuk melakukan tugasnya secara repetitif.
(dmd)