Holding BUMN Energi Bakal Lemahkan Pengawasan ke PGN
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi yang direncanakan pemerintah justru dianggap akan memperlemah pengawasan terhadap PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Dileburnya PGN bersama PT Pertamina Gas (Pertagas) menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero) diyakini akan mempersulit DPR dalam mengawasi kebijakan PGN.
Disamping itu diterangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tidak bisa melakukan audit terhadap PGN. “Kalau Pertamina mengakuisisi PGN dan jadi entitas anak usaha maka DPR selaku pengawas tidak bisa lagi memeriksa segala bentuk kebijakan PGN. Begitu juga BPK, tidak bisa lagi mengaudit jika PGN jadi anak usaha Pertamina,” ujar Anggota BPK Achsanul Qosasi di Jakarta, Selasa (14/6/2016).
(Baca Juga: Holding BUMN Energi Diklaim Jadi Kabar Baik buat Investor)
Sebab itu, pihaknya meminta rencana pembentukan induk perusahaan BUMN energi agar dikaji kembali oleh pemerintah. Holding BUMN energi menurutnya harus mempunyai tujuan jelas, mengedepankan transparasni dan efisiensi serta mengacu pada efektivitas masing-masing BUMN tidak semata-mata melakukan akuisisi.
“Jangan sampai esensi holding energi diabaikan sehingga hanya menciptakan tumpang tindih di hilir migas. Seharusnya holding energi harus mampu menciptakan transparasi dan efisiensi,” kata dia.
Dia beranggapan, sepanjang proses holding memberikan efektifitas terhadap fungsi dan peran BUMN maka hasilnya akan baik. “Jangan sampai proses holding ini hanya untuk menghindari pengawasan kebijakan oleh DPR,” tutupnya.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN berencana membentuk holding BUMN energi dengan landasan hukum berbentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) hanya mengatur Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Pertamina (Persero).
Dalam RPP tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan menyerahkan saham Seri B sebesar 56,96% yang ada di PGN Pertamina. Dalam RPP tersebut, PGN akan berada di bawah Pertamina. Adapun status PGN yang saat ini sebagai BUMN akan menjadi perusahaan swasta karena statusnya sebagai anak usaha Pertamina.
Disamping itu diterangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tidak bisa melakukan audit terhadap PGN. “Kalau Pertamina mengakuisisi PGN dan jadi entitas anak usaha maka DPR selaku pengawas tidak bisa lagi memeriksa segala bentuk kebijakan PGN. Begitu juga BPK, tidak bisa lagi mengaudit jika PGN jadi anak usaha Pertamina,” ujar Anggota BPK Achsanul Qosasi di Jakarta, Selasa (14/6/2016).
(Baca Juga: Holding BUMN Energi Diklaim Jadi Kabar Baik buat Investor)
Sebab itu, pihaknya meminta rencana pembentukan induk perusahaan BUMN energi agar dikaji kembali oleh pemerintah. Holding BUMN energi menurutnya harus mempunyai tujuan jelas, mengedepankan transparasni dan efisiensi serta mengacu pada efektivitas masing-masing BUMN tidak semata-mata melakukan akuisisi.
“Jangan sampai esensi holding energi diabaikan sehingga hanya menciptakan tumpang tindih di hilir migas. Seharusnya holding energi harus mampu menciptakan transparasi dan efisiensi,” kata dia.
Dia beranggapan, sepanjang proses holding memberikan efektifitas terhadap fungsi dan peran BUMN maka hasilnya akan baik. “Jangan sampai proses holding ini hanya untuk menghindari pengawasan kebijakan oleh DPR,” tutupnya.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN berencana membentuk holding BUMN energi dengan landasan hukum berbentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) hanya mengatur Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Pertamina (Persero).
Dalam RPP tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan menyerahkan saham Seri B sebesar 56,96% yang ada di PGN Pertamina. Dalam RPP tersebut, PGN akan berada di bawah Pertamina. Adapun status PGN yang saat ini sebagai BUMN akan menjadi perusahaan swasta karena statusnya sebagai anak usaha Pertamina.
(akr)