Bank Dunia Beri Saran RI Cara Capai Pertumbuhan Ekonomi 5%
A
A
A
JAKARTA - World Bank (Bank Dunia) mengemukakan, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini diperkirakan masih mengalami perlambatan. Bahkan, baru-baru ini Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 2,4%.
(Baca Juga: Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,4%)
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, Indonesia sejatinya masih cukup tangguh untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1% pada tahun ini. Hanya saja, Indonesia perlu meningkatkan konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah sebagai penopang pertumbuhan Indonesia tahun ini.
Dia menuturkan, kelanjutan reformasi kebijakan dapat membantu Indonesia mengatasi dampak melambatnya permintaan dan gejolak pasar keuangan dunia. "Kebijakan keuangan yang penuh kehati-hatian, peningkatan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan reformasi kebijakan guna memperkuat iklim investasi, telah menolong Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1%," katanya di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (20/6/2016).
(Baca Juga: Menko Darmin Pede Pertumbuhan Ekonomi RI Melesat 5,9%)
Menurutnya Indonesia perlu meningkatkan investasi swasta. Hal ini mengingat, tekanan pada pendapatan pemerintah dapat membatasi rencana investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kendati penerimaan negara diproyeksi akan lebih rendah, serta defisit fiskal yang diprediksi akan melebar hingga 2,8%, namun Bank Dunia meyakini 90% target investasi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 akan dapat terpenuhi.
Sementara itu, Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop menambahkan, dengan melemahnya sektor komoditas, Indonesia sebaiknya meraih kesempatan memperluas basis sektor manufatur dan jasa. Pasalnya, peran Indonesia dalam sektor manufaktur dunia selama 15 tahun terakhir hanya tumbuh di kisaran 0,6%.
"Ini adalah kesempatan besar untuk terus melaksanakan reformasi yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur dan jasa, khususnya pariwisata," tuturnya.
(Baca Juga: Ini Kata Darmin Mengapa Pertumbuhan Ekonomi Tidak Capai 5%)
Selain reformasi yang terus berjalan, sambung dia penting juga adanya strategi yang berpusat pada pengalihan teknologi atau pembangunan kapasitas terkait desain produk, perencanaan dan pembangunan industri yang penuh prospek. "Kemitraan dengan sektor swasta juga sangat penting guna meremajakan industri dan naik kelas di bidang teknologi," ungkap dia.
Diop mengakui, saat ini ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh produk teknologi rendah, peleburan materi (blending), dan perakitan. "Akibatnya, Indonesia rentan terhadap perpindahan lokasi perusahaan-perusahaan multinasional," tandasnya.
(Baca Juga: Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,4%)
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, Indonesia sejatinya masih cukup tangguh untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1% pada tahun ini. Hanya saja, Indonesia perlu meningkatkan konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah sebagai penopang pertumbuhan Indonesia tahun ini.
Dia menuturkan, kelanjutan reformasi kebijakan dapat membantu Indonesia mengatasi dampak melambatnya permintaan dan gejolak pasar keuangan dunia. "Kebijakan keuangan yang penuh kehati-hatian, peningkatan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan reformasi kebijakan guna memperkuat iklim investasi, telah menolong Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1%," katanya di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (20/6/2016).
(Baca Juga: Menko Darmin Pede Pertumbuhan Ekonomi RI Melesat 5,9%)
Menurutnya Indonesia perlu meningkatkan investasi swasta. Hal ini mengingat, tekanan pada pendapatan pemerintah dapat membatasi rencana investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kendati penerimaan negara diproyeksi akan lebih rendah, serta defisit fiskal yang diprediksi akan melebar hingga 2,8%, namun Bank Dunia meyakini 90% target investasi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 akan dapat terpenuhi.
Sementara itu, Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop menambahkan, dengan melemahnya sektor komoditas, Indonesia sebaiknya meraih kesempatan memperluas basis sektor manufatur dan jasa. Pasalnya, peran Indonesia dalam sektor manufaktur dunia selama 15 tahun terakhir hanya tumbuh di kisaran 0,6%.
"Ini adalah kesempatan besar untuk terus melaksanakan reformasi yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur dan jasa, khususnya pariwisata," tuturnya.
(Baca Juga: Ini Kata Darmin Mengapa Pertumbuhan Ekonomi Tidak Capai 5%)
Selain reformasi yang terus berjalan, sambung dia penting juga adanya strategi yang berpusat pada pengalihan teknologi atau pembangunan kapasitas terkait desain produk, perencanaan dan pembangunan industri yang penuh prospek. "Kemitraan dengan sektor swasta juga sangat penting guna meremajakan industri dan naik kelas di bidang teknologi," ungkap dia.
Diop mengakui, saat ini ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh produk teknologi rendah, peleburan materi (blending), dan perakitan. "Akibatnya, Indonesia rentan terhadap perpindahan lokasi perusahaan-perusahaan multinasional," tandasnya.
(akr)