Kesal Hegemoni Barat, BRICS Ingin Buat Lembaga Rating Sendiri
A
A
A
NEW DELHI - Bekerja membangun perekonomian negaranya sendiri namun kerap didikte dan diberi peringkat tidak baik oleh lembaga rating dunia. Hal ini membuat negara-negara BRICS yang terdiri atas Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan pun kesal. Padahal, perekonomian BRICS mencakup lebih dari seperempat dari output ekonomi dunia.
Melansir The Economic Times, Senin (27/6/2016), BRICS berencana mendirikan sebuah perusahaan peringkat kredit untuk menantang hegemoni Barat di dunia keuangan. Selama ini, lembaga peringkat didominasi oleh Standard & Poor's Ratings Global, Fitch Ratings dan Moody Investors Service, yang kesemuanya bermarkas di New York, Amerika Serikat.
BRICS berikhtiar membuat lembaga peringkat dengan penilaian mereka sendiri dan struktur biaya yang berbeda. Keinginan ini akan diwujudkan dalam waktu dekat pada KTT BRICS yang akan diselenggarakan di New Delhi, India, pada Oktober mendatang. Ide dari peringkat perusahaan non-Barat untuk pasar negara berkembang telah dibahas para pemimpin BRICS selama beberapa tahun terakhir.
Mereka terinspirasi dari New Development Bank (NDB), sebelumnya bernama BRICS Development Bank, sebuah bank pembangunan multilateral yang dioperasikan negara-negara BRICS sebagai alternatif bagi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). NDB sendiri berdiri pada 15 Juli 2014 silam.
Seperti dilansir Bloomberg, Senin (27/6/2016), Ketua dan Direktur Pengelola Export-Import Bank of India, Yaduvendra Mathur mengatakan, pendirian perusahaan peringkat ini membuat mereka tidak bergantung pada negara lain soal penilaian utang. Dan kata dia, pemerintahnya sangat mendukung pembentukan lembaga rating sendiri meski sedang mempelajari kelayakan dari perusahaan penilaian baru tersebut.
“Ini akan memakan waktu cukup lama bagi lembaga pemeringkat kredit BRICS untuk memperoleh semacam kredibilitas,” kata Rajrishi Singhal, senior di Geoeconomics Studies di Gateway House, Mumbai, India, kepada Bloomberg.
Singhal menambahkan bahwa lembaga pemeringkat kredit BRICS tidak akan terjadi dalam sehari. Investor akan mengamati sangat dekat bagaimana mereka menilai dan apa proses yang mereka telah lakukan. (Baca: Peringkat Investasi RI Mandek, Menkeu Sebut Penilaian Tidak Pantas)
Mendapat saingan, triumvirat lembaga rating dunia langsung pasang kuda-kuda. Fitch Ratings di London langsung mengeluarkan pernyataan bahwa peringkat dari pasar negara berkembang dibatasi oleh ketergantungan dari pendanaan eksternal, sehingga akan membuat mereka kurang fleksibilitas untuk mengatasi volatilitas ekonomi dan politik.
“Setiap lembaga pemeringkat harus membangun reputasi untuk merdeka dari pengelolaan konflik kepentingan,” ujar Juru Bicara Fitch, Daniel Noonan kepada Bloomberg. Namun Fitch menyebut kehadiran tersebut akan menciptakan kompetisi yang sehat.
Tidak bisa ditampik, bahwa rintangan terbesar dari sebuah perusahaan penilaian BRICS adalah meyakinkan investor Amerika Serikat dan Eropa bahwa peringkat yang mereka berikan tidak ada tekanan pemerintah. Kritik dari S&P, Fitch, dan Moody mengatakan mereka (perusahaan penilaian BRICS) terikat oleh pemerintahnya masing-masing.
Kendati tiga besar perusahaan pemeringkat tersebut menguasai lebih dari 90% dari pasar dan dianggap kredibel, bukan berarti mereka tanpa cacat. Mereka telah dikritik karena memberikan peringkat atas untuk utang berisiko yang memicu krisis keuangan tahun 2008.
Kriteria yang digunakan mereka untuk rating negara-negara berkembang sering berada di bawah evaluasi kritis. Negara berkembang menyatakan bahwa penilaian Barat bias, optimis pada negara maju dan pesimis pada yang berkembang.
Rusia dan China menyatakan sering terganggu oleh perusahaan peringkat Barat. Rusia menuduh bahwa perusahaan-perusahaan Barat tidak lepas dari tekanan pemerintahnya, dengan sengaja menurunkan rating Moskow setelah krisis Ukraina.
Mathur menyebut BRICS sebagai negara yang mencakup lebih dari seperempat output ekonomi dunia dengan NDB untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, bisa menjadi pengguna lembaga peringkat baru tersebut.
Melansir The Economic Times, Senin (27/6/2016), BRICS berencana mendirikan sebuah perusahaan peringkat kredit untuk menantang hegemoni Barat di dunia keuangan. Selama ini, lembaga peringkat didominasi oleh Standard & Poor's Ratings Global, Fitch Ratings dan Moody Investors Service, yang kesemuanya bermarkas di New York, Amerika Serikat.
BRICS berikhtiar membuat lembaga peringkat dengan penilaian mereka sendiri dan struktur biaya yang berbeda. Keinginan ini akan diwujudkan dalam waktu dekat pada KTT BRICS yang akan diselenggarakan di New Delhi, India, pada Oktober mendatang. Ide dari peringkat perusahaan non-Barat untuk pasar negara berkembang telah dibahas para pemimpin BRICS selama beberapa tahun terakhir.
Mereka terinspirasi dari New Development Bank (NDB), sebelumnya bernama BRICS Development Bank, sebuah bank pembangunan multilateral yang dioperasikan negara-negara BRICS sebagai alternatif bagi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). NDB sendiri berdiri pada 15 Juli 2014 silam.
Seperti dilansir Bloomberg, Senin (27/6/2016), Ketua dan Direktur Pengelola Export-Import Bank of India, Yaduvendra Mathur mengatakan, pendirian perusahaan peringkat ini membuat mereka tidak bergantung pada negara lain soal penilaian utang. Dan kata dia, pemerintahnya sangat mendukung pembentukan lembaga rating sendiri meski sedang mempelajari kelayakan dari perusahaan penilaian baru tersebut.
“Ini akan memakan waktu cukup lama bagi lembaga pemeringkat kredit BRICS untuk memperoleh semacam kredibilitas,” kata Rajrishi Singhal, senior di Geoeconomics Studies di Gateway House, Mumbai, India, kepada Bloomberg.
Singhal menambahkan bahwa lembaga pemeringkat kredit BRICS tidak akan terjadi dalam sehari. Investor akan mengamati sangat dekat bagaimana mereka menilai dan apa proses yang mereka telah lakukan. (Baca: Peringkat Investasi RI Mandek, Menkeu Sebut Penilaian Tidak Pantas)
Mendapat saingan, triumvirat lembaga rating dunia langsung pasang kuda-kuda. Fitch Ratings di London langsung mengeluarkan pernyataan bahwa peringkat dari pasar negara berkembang dibatasi oleh ketergantungan dari pendanaan eksternal, sehingga akan membuat mereka kurang fleksibilitas untuk mengatasi volatilitas ekonomi dan politik.
“Setiap lembaga pemeringkat harus membangun reputasi untuk merdeka dari pengelolaan konflik kepentingan,” ujar Juru Bicara Fitch, Daniel Noonan kepada Bloomberg. Namun Fitch menyebut kehadiran tersebut akan menciptakan kompetisi yang sehat.
Tidak bisa ditampik, bahwa rintangan terbesar dari sebuah perusahaan penilaian BRICS adalah meyakinkan investor Amerika Serikat dan Eropa bahwa peringkat yang mereka berikan tidak ada tekanan pemerintah. Kritik dari S&P, Fitch, dan Moody mengatakan mereka (perusahaan penilaian BRICS) terikat oleh pemerintahnya masing-masing.
Kendati tiga besar perusahaan pemeringkat tersebut menguasai lebih dari 90% dari pasar dan dianggap kredibel, bukan berarti mereka tanpa cacat. Mereka telah dikritik karena memberikan peringkat atas untuk utang berisiko yang memicu krisis keuangan tahun 2008.
Kriteria yang digunakan mereka untuk rating negara-negara berkembang sering berada di bawah evaluasi kritis. Negara berkembang menyatakan bahwa penilaian Barat bias, optimis pada negara maju dan pesimis pada yang berkembang.
Rusia dan China menyatakan sering terganggu oleh perusahaan peringkat Barat. Rusia menuduh bahwa perusahaan-perusahaan Barat tidak lepas dari tekanan pemerintahnya, dengan sengaja menurunkan rating Moskow setelah krisis Ukraina.
Mathur menyebut BRICS sebagai negara yang mencakup lebih dari seperempat output ekonomi dunia dengan NDB untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, bisa menjadi pengguna lembaga peringkat baru tersebut.
(ven)