DPR Nilai Holding BUMN Baik bagi Pengelolaan Migas
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Nasdem, Kurtubi menilai bahwa pengelolaan minyak dan gas (migas) akan berhasil dan baik jika pemerintah membentuk holding BUMN energi. Apalagi, Indonesia membutuhkan pembangunan infrastruktur gas yang besar.
"Itu bisa dibangun kalau tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," katanya di Jakarta, Senin (4/1/2016).
Menurutnya, sangat tidak mungkin infrastruktur gas nasional diserahkan dan dikelola PGN. Sebab, meski notebenenya perusahaan negara, 43% saham PGN dikuasai publik yang sebagian di antaranya merupakan perusahaan atau institusi asing.
"Sebaiknya infrastruktur gas yang sudah jadi diserahkan ke Pertamina sebagai perusahaan migas nasional, itu bisa terjadi kalau PGN menjadi anak perusahaan Pertamina," tutur dia.
Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Someng menambahkan, holding sangat bagu, karena tidak akan ada lagi persoalan-persoalan teknis di lapangan yang slalu dispute antara Pertagas dan PGN seperti saat ini. Misalnya terkait pembangunan pipa dan alokasi gas. "Selain itu, holding juga akan meningkatkan efisiensi. Misal, terkait pembangunan pipa," kata Andi.
Selain penggabungan, lanjut dia, holding BUMN juga dibentuk dengan opsi tidak digabung, yakni seperti sedia kala. Hanya saja, masing-masing badan usaha harus lebih fokus pada tugas masing-masing.
PGN tercatat mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima.
Namun, tidak semua jaringan infrastruktur gas PGN yang open access sehingga tidak bisa dimanfaatkan produsen gas. Akibatnya, harga jual gas PGN cenderung lebih tinggi.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan akan menggabungkan PGN ke dalam Pertamina. Realisasi penggabungan kedua BUMN menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah tentang pembentukan holding BUMN.
"Itu bisa dibangun kalau tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," katanya di Jakarta, Senin (4/1/2016).
Menurutnya, sangat tidak mungkin infrastruktur gas nasional diserahkan dan dikelola PGN. Sebab, meski notebenenya perusahaan negara, 43% saham PGN dikuasai publik yang sebagian di antaranya merupakan perusahaan atau institusi asing.
"Sebaiknya infrastruktur gas yang sudah jadi diserahkan ke Pertamina sebagai perusahaan migas nasional, itu bisa terjadi kalau PGN menjadi anak perusahaan Pertamina," tutur dia.
Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Someng menambahkan, holding sangat bagu, karena tidak akan ada lagi persoalan-persoalan teknis di lapangan yang slalu dispute antara Pertagas dan PGN seperti saat ini. Misalnya terkait pembangunan pipa dan alokasi gas. "Selain itu, holding juga akan meningkatkan efisiensi. Misal, terkait pembangunan pipa," kata Andi.
Selain penggabungan, lanjut dia, holding BUMN juga dibentuk dengan opsi tidak digabung, yakni seperti sedia kala. Hanya saja, masing-masing badan usaha harus lebih fokus pada tugas masing-masing.
PGN tercatat mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima.
Namun, tidak semua jaringan infrastruktur gas PGN yang open access sehingga tidak bisa dimanfaatkan produsen gas. Akibatnya, harga jual gas PGN cenderung lebih tinggi.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan akan menggabungkan PGN ke dalam Pertamina. Realisasi penggabungan kedua BUMN menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah tentang pembentukan holding BUMN.
(izz)