Pengusaha Rendang di Depok Capai Omzet Rp100 Juta/Bulan
A
A
A
DEPOK - Semua orang di Indonesia sudah tidak asing dengan makanan khas Sumatera Barat bernama rendang. Makanan olahan berbahan dasar daging itu tidak hanya menjadi makanan favorit sebagian besar orang Indonesia, juga pernah dinobatkan sebagai salah satu makanan favorit di dunia.
Besarnya pangsa pasar penikmat rendang dilirik oleh Margaretha Sari, 29 tahun. Wanita berjilbab ini mengolah rendan siap saji yang bisa dibawa kemana-mana. Produk olahannya sudah dimakan hingga di puncak Gunung Mount Everest, Himalaya, Nepal.
"Jadi ada customer yang beli rendang saya ini untuk travelling. Ternyata dia mau mendaki gunung Everest. Rendang buatan ini kan saya kemas sedemikian rupa sehingga bisa tahan selama sebulan," katanya kepada Sindonews, beberapa waktu lalu.
Usaha rendangnya tersebut sudah dirintis sejak dua tahun lalu. Berawal dari hobi berjualan, Etha meyakini jika resep turun temurun rendang keluarganya dapat mengambil hati masyarakat. "Saya pasarkan melalui online shop saja. Meski pengerjaannya masih manual, namun Alhamdulillah permintaan terus meningkat. Apalagi bulan puasa seperti sekarang. Peningkatan permintaannya hingga tiga kali lipat," ungkapnya.
Rendang yang dijualnya tak hanya olahan daging sapi melainkan terdapat pula jengkol. Etha pun berkreasi dengan mengolah paru, daging ayam dan jengkol menjadi rendang. "Umumnya yang paling disuka rendang daging sapi disusul rendang paru, kemudian rendang jengkol dan yang terakhir rendang ayam," ucapnya.
Pada bulan Ramadhan, dirinya dengan dibantu tiga orang karyawan mampu produksi hingga 500 pak. Dia menyediakan rendang siap saji dalam ukuran 175 gram dan 350 gram. "Untuk harga yang 175 gram dijual Rp45 ribu sedangkan yang besar Rp89 ribu," tutur warga Cilodong itu.
Ia mengaku orderan paling banyak datang dari Papua. Bahkan dia pernah mengirim ke Inggris, Korea Selatan dan Belanda. "Orang asing biasanya suka rendang daging, ada juga orang Belanda yang suka jengkol," akunya.
Untuk mendapatkan rasa rendang yang nikmat dibutuhkan proses yang tidak sebentar. Proses awalnya dimulai dengan menggiling bumbu rendang kemudian daging dimasak dengan bumbu dan santan hingga total menghabiskan waktu sembilan jam. "Kemudian setelah itu dikeringkan dan dikemas serta divakum agar bisa tahan lama," katanya.
Selama Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri, dia pun kebanjiran pesanan. Bahkan omzetnya sekarang mencapai Rp100 juta per bulan. "Yang pernah mencoba Pak Idris (Idris Abdul Shomad) yang saat ini menjabat Walikota Depok. Ke depan saya mau buat rendang level pedas," pungkasnya.
Besarnya pangsa pasar penikmat rendang dilirik oleh Margaretha Sari, 29 tahun. Wanita berjilbab ini mengolah rendan siap saji yang bisa dibawa kemana-mana. Produk olahannya sudah dimakan hingga di puncak Gunung Mount Everest, Himalaya, Nepal.
"Jadi ada customer yang beli rendang saya ini untuk travelling. Ternyata dia mau mendaki gunung Everest. Rendang buatan ini kan saya kemas sedemikian rupa sehingga bisa tahan selama sebulan," katanya kepada Sindonews, beberapa waktu lalu.
Usaha rendangnya tersebut sudah dirintis sejak dua tahun lalu. Berawal dari hobi berjualan, Etha meyakini jika resep turun temurun rendang keluarganya dapat mengambil hati masyarakat. "Saya pasarkan melalui online shop saja. Meski pengerjaannya masih manual, namun Alhamdulillah permintaan terus meningkat. Apalagi bulan puasa seperti sekarang. Peningkatan permintaannya hingga tiga kali lipat," ungkapnya.
Rendang yang dijualnya tak hanya olahan daging sapi melainkan terdapat pula jengkol. Etha pun berkreasi dengan mengolah paru, daging ayam dan jengkol menjadi rendang. "Umumnya yang paling disuka rendang daging sapi disusul rendang paru, kemudian rendang jengkol dan yang terakhir rendang ayam," ucapnya.
Pada bulan Ramadhan, dirinya dengan dibantu tiga orang karyawan mampu produksi hingga 500 pak. Dia menyediakan rendang siap saji dalam ukuran 175 gram dan 350 gram. "Untuk harga yang 175 gram dijual Rp45 ribu sedangkan yang besar Rp89 ribu," tutur warga Cilodong itu.
Ia mengaku orderan paling banyak datang dari Papua. Bahkan dia pernah mengirim ke Inggris, Korea Selatan dan Belanda. "Orang asing biasanya suka rendang daging, ada juga orang Belanda yang suka jengkol," akunya.
Untuk mendapatkan rasa rendang yang nikmat dibutuhkan proses yang tidak sebentar. Proses awalnya dimulai dengan menggiling bumbu rendang kemudian daging dimasak dengan bumbu dan santan hingga total menghabiskan waktu sembilan jam. "Kemudian setelah itu dikeringkan dan dikemas serta divakum agar bisa tahan lama," katanya.
Selama Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri, dia pun kebanjiran pesanan. Bahkan omzetnya sekarang mencapai Rp100 juta per bulan. "Yang pernah mencoba Pak Idris (Idris Abdul Shomad) yang saat ini menjabat Walikota Depok. Ke depan saya mau buat rendang level pedas," pungkasnya.
(ven)