Pengamat Nilai Proyek Listrik 35 Ribu MW Lamban
A
A
A
JAKARTA - Pengamat energi yang juga dosen Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi mengkritisi lambannya megaproyek listrik 35 ribu megawatt (MW). Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan proyek tersebut berjalan lambat, di antaranya perlu pembiayaan besar yang mencapai Rp1.100 triliun.
"Ada kesan PLN sebagai operator kurang bisa berkoordinasi dengan Kementerian ESDM sebagai regulator dan pengawas teknis. Koordinasi dengan Kementerian ESDM juga tidak begitu baik," kata dia di Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Sejatinya, kata Redi, saat proyek berjalan lambat, PLN memberi kesempatan kepercayaan kepada IPP untuk membangun pembangkit. Dia menyarankan, sebaiknya direksi PLN tidak menggunakan pendekatan yang sama seperti proyek 10 ribu MW yang gagal.
Menurutnya, pemerintah, termasuk PLN perlu melakukan terobosan hukum dengan membuka ruang hukum agar target 35 ribu MW bisa tercapai. Pihaknya juga mengkritik Peraturan Presiden (PP) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menurutnya bak "macan ompong".
"Proyek besar ini butuh orang super power, mau melakukan kebijakan extra ordinary. Kalau hanya berpikir taktis saja tidak akan selesai. Kalau PLN lamban, kasih ke IPP dibarengi kepastian investasi. Program ini kan menjadi taruhan pemerintah sekarang," tuturnya.
Jika proyek listrik ini gagal, maka bakal menjadi catatan merah karena proyek listrik 10 ribu MW yang ditugaskan sebelumnya ke PLN tidak maksimal. "Faktanya, program listrik 35 ribu MW ini sangat pelan progress-nya. Bahkan PLN pernah ribut dengan Pertamina soal harga uap gas bumi untuk PLTP Kamojang, beberapa waktu lalu," tukasnya.
"Ada kesan PLN sebagai operator kurang bisa berkoordinasi dengan Kementerian ESDM sebagai regulator dan pengawas teknis. Koordinasi dengan Kementerian ESDM juga tidak begitu baik," kata dia di Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Sejatinya, kata Redi, saat proyek berjalan lambat, PLN memberi kesempatan kepercayaan kepada IPP untuk membangun pembangkit. Dia menyarankan, sebaiknya direksi PLN tidak menggunakan pendekatan yang sama seperti proyek 10 ribu MW yang gagal.
Menurutnya, pemerintah, termasuk PLN perlu melakukan terobosan hukum dengan membuka ruang hukum agar target 35 ribu MW bisa tercapai. Pihaknya juga mengkritik Peraturan Presiden (PP) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menurutnya bak "macan ompong".
"Proyek besar ini butuh orang super power, mau melakukan kebijakan extra ordinary. Kalau hanya berpikir taktis saja tidak akan selesai. Kalau PLN lamban, kasih ke IPP dibarengi kepastian investasi. Program ini kan menjadi taruhan pemerintah sekarang," tuturnya.
Jika proyek listrik ini gagal, maka bakal menjadi catatan merah karena proyek listrik 10 ribu MW yang ditugaskan sebelumnya ke PLN tidak maksimal. "Faktanya, program listrik 35 ribu MW ini sangat pelan progress-nya. Bahkan PLN pernah ribut dengan Pertamina soal harga uap gas bumi untuk PLTP Kamojang, beberapa waktu lalu," tukasnya.
(izz)