Jokowi: Data Peserta Tax Amnesty Tidak Bisa Dijadikan Bahan Penyelidikan Pidana

Minggu, 17 Juli 2016 - 00:20 WIB
Jokowi: Data Peserta...
Jokowi: Data Peserta Tax Amnesty Tidak Bisa Dijadikan Bahan Penyelidikan Pidana
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan para peserta yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) akan dijamin kerahasiaannya. Data yang dilaporkan tidak akan bisa dijadikan dasar untuk penyelidikan dan penuntutan pidana.

‎Dia mengatakan, kerahasiaan data peserta tax amnesty tercantum jelas dalam payung hukum yang ada. Jika pemerintah melanggar, maka justru akan terkena sanksi pidana selama lima tahun.
"‎Karena payung hukum menyatakan jelas dan itu tidak diminta dan tidak ada diberikan kepada siapapun dan yang bocorkan kena pidana lima tahun, jelas sekali itu," katanya dalam rilis yang diterima Sindonews di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).

Jokowi berharap, pemberlakuan UU Tax Amnesty ini dapat berdampak positif pada perekonomian Indonesia, pembangunan infrastruktur yang gencar, dan penambahan pemasukan negara untuk pendidikan dan kesehatan. Selain itu, program ini diharapkan menjadi arus uang masuk yang akan meningkatkan nilai tukar rupiah, peningkatan likuiditas perbankan nasional, dan meningkatnya cadangan devisa nasional.

Nantinya, sambung mantan Gubernur DKI Jakarta ini, dana repatriasi yang masuk dalam jangka pendek bisa diinvestasikan dalam bentuk reksadana, surat berharga negara, obligasi BUMN dan swasta, dan investasi keuangan di Bank. Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, investasi di sektor perikanan, konsumsi bahan pokok, pariwisata, dan sektor properti.

"Dalam 5 tahun (biaya infrastruktur) Rp4.900 triliun, APBN hanya Rp1.500 triliun. Artinya kekurangannya dari swasta, dari investasi, inilah kesempatan, kita ingin pengusaha-pengusaha nasional masuk dulu, ambil kesempatan ini bawa uang masuk tambahkan di infrastruktur atau ke industri manufaktur," tandasnya.

‎‎Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Muharram menilai, UU Tax Amnesty berpotensi melindungi para pengemplang pajak. Pasalnya, dalam beleid tersebut disebutkan bahwa data peserta pengampunan pajak tidak bisa digunakan sebagai alat bukti penyidikan.

Dia mengatakan, dalam perjalanannya pemerintah selalu menegaskan bahwa pengampunan pajak hanya untuk mengampuni pidana perpajakan dari para pesertanya saja. Namun, pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak ‎yang menyatakan data dan informasi peserta tidak bisa dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana.

"Berulangkali pemerintah mengatakan, tax amnesty hanya mengampuni pidana perpajakan. Tapi faktanya ada pasal yang bertendensi melindungi tindak pidana lainnya. Pasal itu berbunyi, bahwa data dari tax amnesty itu tidak bisa digunakan untuk alat bukti penyidikan," katanya di Restoran Bumbu Desa, Jakarta, Kamis (14/7/2016).

Padahal, sambung politisi PKS ini, sebagian besar aset yang ddeklarasikan tersebut bersumber dari tindak pidana atau transaksi yang ilegal dan melanggar UU. Jika data tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti, maka tax amnesty hanya akan menjadi karpet merah bagi mereka yang selama ini berbisnis tidak halal.

"‎Menurut BI bahwa sebagian besar aset yang dideklarasikan itu bersumber dari tindak pidana atau transaksi yang tidak halal dan pelanggaran UU. Bisa korupsi atau narkoba. Aset apapun kalau sudah dideklarasikan di tax amnesty tidak akan bisa dijadikan alat bukti," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8590 seconds (0.1#10.140)