DPR Minta ESDM dan DJP Sinkronkan Data Pajak Batu Bara
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR RI meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mensinkronkan data dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk generasi ke-III.
Pasalnya, DJP hingga saat ini dinilai tidak konsisten oleh Kementerian ESDM atas pemberlakuan pajak batu bara. Pada peraturan DJP yang lama disebutkan bahwa pengenaan pajak atas batu bara dikenakan beberapa persen.
Sementara, pada peraturan yang baru tidak dikenakan. Akibatnya, terdapat banyak perusahaan pajaknya tidak ditagi. Ketika diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), audit BPK menemukan ada 53 perusahaan yang tidak konsisten membayar pajak batu bara.
"Seharusnya, kantor pelayanan pajak bisa konsisten dalam pengenaan pajak ini dengan diberikan solusi yakni amandemen kontrak," kata Dirjen Minerba, Kementerian ESDM Bambang Gatot di DPR RI, Selasa (26/7/2016).
Karena itu, DPR meminta menteri ESDM Sudirman Said untuk meminta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro selaku wakil pemerintah untuk menegaskan soal aturan ini.
"Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah agar berkoontribusi dengan Menteri ESDM untuk membuat penegasan terkait perlakuan penyerahan batu bara oleh PKP2B Generasi III," kata Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu.
Sementara terkait dengantemuan BPK, Kementerian ESDM Diminta untuk memberlakukan ketentuan perpajakan secara "prevailling" dengan mengamandemenkan PKP2B. Di mana rekomendasi 53 PKP2B Generasi III yaitu, 12 perusahaan telah menandatangani naskah amandemen, satu perusahaan telah setuju dan akan menandatangani naskah amandemen.
Selain itu, 34 perusahaan belum menyetujui isu kewajiban keuangan untuk ketentuan PPN, Bea Keluar, Pajak, dan Pungutan Daerah, empat Perusahaan dalam statis default, satu perusahaan dalam proses penutupan tambang, dan satu perusahaan akan melakukan renegosiasi setelah permasalahan internal perusahaan selesai.
Pasalnya, DJP hingga saat ini dinilai tidak konsisten oleh Kementerian ESDM atas pemberlakuan pajak batu bara. Pada peraturan DJP yang lama disebutkan bahwa pengenaan pajak atas batu bara dikenakan beberapa persen.
Sementara, pada peraturan yang baru tidak dikenakan. Akibatnya, terdapat banyak perusahaan pajaknya tidak ditagi. Ketika diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), audit BPK menemukan ada 53 perusahaan yang tidak konsisten membayar pajak batu bara.
"Seharusnya, kantor pelayanan pajak bisa konsisten dalam pengenaan pajak ini dengan diberikan solusi yakni amandemen kontrak," kata Dirjen Minerba, Kementerian ESDM Bambang Gatot di DPR RI, Selasa (26/7/2016).
Karena itu, DPR meminta menteri ESDM Sudirman Said untuk meminta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro selaku wakil pemerintah untuk menegaskan soal aturan ini.
"Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah agar berkoontribusi dengan Menteri ESDM untuk membuat penegasan terkait perlakuan penyerahan batu bara oleh PKP2B Generasi III," kata Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu.
Sementara terkait dengantemuan BPK, Kementerian ESDM Diminta untuk memberlakukan ketentuan perpajakan secara "prevailling" dengan mengamandemenkan PKP2B. Di mana rekomendasi 53 PKP2B Generasi III yaitu, 12 perusahaan telah menandatangani naskah amandemen, satu perusahaan telah setuju dan akan menandatangani naskah amandemen.
Selain itu, 34 perusahaan belum menyetujui isu kewajiban keuangan untuk ketentuan PPN, Bea Keluar, Pajak, dan Pungutan Daerah, empat Perusahaan dalam statis default, satu perusahaan dalam proses penutupan tambang, dan satu perusahaan akan melakukan renegosiasi setelah permasalahan internal perusahaan selesai.
(izz)