Pemerintah Panama Tidak Jujur, Stiglitz Keluar dari Penyelidikan Panama Papers
A
A
A
BUENOS AIRES - Apa kabar Panama Papers? Penyelidikan kasus penggelapan pajak yang terbongkar ke seluruh dunia pada awal April 2016, membentur jalan buntu. Kasus penggelapan pajak yang terdiri dari 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat perusahaan asal Panama, Mossack Fonseca, membuat peraih hadiah Nobel ekonomi, Joseph Eugene Stiglitz kesal.
Kepada Reuters, Sabtu (6/8/2016), ahli ekonomi nyentrik itu mengundurkan diri dari Komite Penyelidikan Panama Papers. Stiglitz dan pegiat anti-korupsi asal Swiss, Mark Pieth yang tergabung dalam tujuh anggota komisi yang bertugas menyelidiki skandal keuangan itu, keluar dari komite. Mereka menilai Presiden Panama Juan Carlos Varela tidak mau terbuka untuk membongkar kasus ini.
Pemerintah Panama menolak untuk menjamin dan mempublikasikan laporan dari komite. “Saya pikir sebelumnya pemerintah punya komitmen tapi ternyata tidak. Sungguh menakjubkan bagaimana mereka mencoba untuk melemahkan komite,” sindir Stiglitz, bekas kepala ekonom Bank Dunia.
Pasalnya, sejak kasus ini bocor April silam, Presiden Varela sempat meminta membentuk komisi independen untuk menyelidiki tuntas praktik kejahatan keuangan dan pelanggaran hukum tersebut. Stiglitz diminta menjadi anggota dari komite independen dari kasus Panama Papers.
Bahkan dalam pertemuan antara komite investigasi dengan Pemerintah Panama di New York, Amerika Serikat, pada 4-5 Juni kemarin, ada konsensus dari Pemerintah Panama untuk menerbitkan hasil penyelidikan Stiglitz dan kawan-kawan.
Namun tiba-tiba, komite mendapat surat dari Pemerintahan Varela agar tidak mempublikasikan laporan mereka kepada masyarakat internasional. (Baca: Stiglitz Sebut Apple Melakukan Kecurangan Pajak)
“Kami hanya bisa menyimpulkan bahwa pemerintah (Varela) sedang menghadapi tekanan dari orang-orang yang membuat keuntungan dari sistem keuangan non-transparan di Panama,” kata Stiglitz di Buenos Aires, Argentina.
Sementara itu, Mark Pieth, profesor hukum pidana di Universitas Basel, Swiss, mengaku kagum dengan tingkat kejahatan Panama Papers. “Saya harus mengakui sebagai ahli pidana bidang ekonomi, saya kagum dengan kejahatan dan terorganisirnya Panama Papers, baik secara teori maupun praktiknya,” cetus dia.
Dalam tulisannya, Mark menemukan bukti kejahatan seperti pencucian uang dari hasil prostitusi anak, penggelapan pajak, transaksi narkoba, dan perdagangan senjata ilegal. Bahkan kata dia, Panama Papers telah dilakukan hampir 40 tahun, sejak tahun 1977 hingga Desember 2015, dengan menunjukkan beberapa perusahaan di negara surga pajak untuk melakukan pencucian uang dan penggelapan pajak.
Ketidaktransparan Presiden Varela membuat Mark merasa muak. “Kami diminta melakukan ini (penyelidikan) sebagai rasa hormat untuk mereka dan kemudian kami diberitahu untuk tutup mulut ketika mereka tidak menyukainya.”
Dan melansir BBC, Sabtu (6/8/2016). Stiglitz mengatakan ia ragu bahwa lima anggota komite yang tersisa akan mempublikasikan hasil penelitian dari komite. Bahkan, alumnus Cambridge University, itu menganjurkan lima anggota tersisa lebih baik mengundurkan diri dari komite karena ketidaktransparan Pemerintah Panama.
Adapun Departemen Luar Negeri Panama mengatakan memahami pengunduran diri Joseph Stiglitz dan Mark Pieth dari Komite Panama Papers. Kata mereka, pengunduran tersebut lebih pada perbedaan internal. Pemerintah Panama, katanya, tetap akan mempertahankan komitmen untuk transparansi dan kerja sama internasional membongkar skandal keuangan terbesar abad ini.
Kepada Reuters, Sabtu (6/8/2016), ahli ekonomi nyentrik itu mengundurkan diri dari Komite Penyelidikan Panama Papers. Stiglitz dan pegiat anti-korupsi asal Swiss, Mark Pieth yang tergabung dalam tujuh anggota komisi yang bertugas menyelidiki skandal keuangan itu, keluar dari komite. Mereka menilai Presiden Panama Juan Carlos Varela tidak mau terbuka untuk membongkar kasus ini.
Pemerintah Panama menolak untuk menjamin dan mempublikasikan laporan dari komite. “Saya pikir sebelumnya pemerintah punya komitmen tapi ternyata tidak. Sungguh menakjubkan bagaimana mereka mencoba untuk melemahkan komite,” sindir Stiglitz, bekas kepala ekonom Bank Dunia.
Pasalnya, sejak kasus ini bocor April silam, Presiden Varela sempat meminta membentuk komisi independen untuk menyelidiki tuntas praktik kejahatan keuangan dan pelanggaran hukum tersebut. Stiglitz diminta menjadi anggota dari komite independen dari kasus Panama Papers.
Bahkan dalam pertemuan antara komite investigasi dengan Pemerintah Panama di New York, Amerika Serikat, pada 4-5 Juni kemarin, ada konsensus dari Pemerintah Panama untuk menerbitkan hasil penyelidikan Stiglitz dan kawan-kawan.
Namun tiba-tiba, komite mendapat surat dari Pemerintahan Varela agar tidak mempublikasikan laporan mereka kepada masyarakat internasional. (Baca: Stiglitz Sebut Apple Melakukan Kecurangan Pajak)
“Kami hanya bisa menyimpulkan bahwa pemerintah (Varela) sedang menghadapi tekanan dari orang-orang yang membuat keuntungan dari sistem keuangan non-transparan di Panama,” kata Stiglitz di Buenos Aires, Argentina.
Sementara itu, Mark Pieth, profesor hukum pidana di Universitas Basel, Swiss, mengaku kagum dengan tingkat kejahatan Panama Papers. “Saya harus mengakui sebagai ahli pidana bidang ekonomi, saya kagum dengan kejahatan dan terorganisirnya Panama Papers, baik secara teori maupun praktiknya,” cetus dia.
Dalam tulisannya, Mark menemukan bukti kejahatan seperti pencucian uang dari hasil prostitusi anak, penggelapan pajak, transaksi narkoba, dan perdagangan senjata ilegal. Bahkan kata dia, Panama Papers telah dilakukan hampir 40 tahun, sejak tahun 1977 hingga Desember 2015, dengan menunjukkan beberapa perusahaan di negara surga pajak untuk melakukan pencucian uang dan penggelapan pajak.
Ketidaktransparan Presiden Varela membuat Mark merasa muak. “Kami diminta melakukan ini (penyelidikan) sebagai rasa hormat untuk mereka dan kemudian kami diberitahu untuk tutup mulut ketika mereka tidak menyukainya.”
Dan melansir BBC, Sabtu (6/8/2016). Stiglitz mengatakan ia ragu bahwa lima anggota komite yang tersisa akan mempublikasikan hasil penelitian dari komite. Bahkan, alumnus Cambridge University, itu menganjurkan lima anggota tersisa lebih baik mengundurkan diri dari komite karena ketidaktransparan Pemerintah Panama.
Adapun Departemen Luar Negeri Panama mengatakan memahami pengunduran diri Joseph Stiglitz dan Mark Pieth dari Komite Panama Papers. Kata mereka, pengunduran tersebut lebih pada perbedaan internal. Pemerintah Panama, katanya, tetap akan mempertahankan komitmen untuk transparansi dan kerja sama internasional membongkar skandal keuangan terbesar abad ini.
(ven)